14) Jiwa asli

4.7K 681 17
                                    

Setelah pesta berlalu dengan cepat, akhirnya aku dapat merebahkan diri di kasur. Dengan rambut berantakan, baju haram menggoda, dan tubuh yang letih. Wow, aku sudah sangat seksi :p.

"Capek," Ujarku sambil menutup mataku.

"Waktunya tidur," Ujarku lagi. Dan membiarkan kesadaranku hilang.

♩ ♩ ♩ ♩

Aku membuka mataku. Tunggu, dimana ini? Segalanya nampak putih. Tidak, aku seperti di ruangan kosong tanpa perabotan bercat putih polos. Ada apa ini?  Apakah aku akan diapa-apakan? Aneh.

"Hey, kau.. Nala Wanodya, kan?" Sapa seseorang dengan pakaian serba putih padaku. Dengan cahaya menyilaukan, ia mendekat ke arahku.

Aku sontak mengerjapkan mata, menyesuaikan cahaya yang ia pancarkan. Ku rasakan tangannya menyentuh wajahku, lalu mengelusnya lembut. Aku menatapnya saat dirasa tlah dapat beradaptasi dengan cahaya yang ia pancarkan, lalu menatapnya bingung.

"Benar. Kenapa memangnya?" Jawabku balik bertanya. Sosok di hadapanku melepaskan tangannya dari wajahku, sembari terkekeh.

"Salam kenal, aku jiwa asli dari raga yang kau tinggali di kehidupan keduamu," Jawab nya diiringi dengan senyuman manis di wajahnya.

"Kau ingin mengambil kembali ragamu? Ambil lah. Aku tak ingin bereinkarnasi ke raga protagonis mu itu," Cibirku.

"Hahaha. Lantas, kau ingin bereinkarnasi ke raga antagonis?" Tanya nya. Tentu saja, aku meresponnya dengan anggukan.

"Sayang sekali, kau tidak bisa," Kata nya. Membuatku mengerucutkan bibirku, tak terima.

"Baiklah. Maka dari itu, kembalikan aku pada raga asliku," Kataku sembari menatap jiwa asli Amaya. Ku lihat ia menggeleng, membuatku mengernyit tidak suka.

"Tidak bisa juga," Kata nya. Tanganku mengepal, rasanya aku ingin meninju wajahnya, namun terlampau malas.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa...," Amaya melangkah mundur, menjaga jarak dariku. Lalu terlihat asap hitam muncul di sampingnya.

"Alur yang ingin kau rusak itu akan tetap berjalan sebagaimana semestinya. Dan jika kau terus mencoba, jiwamu akan mengeluarkan asap hitam seperti sosok ini," Kata Amaya sembari menunjuk pada sosok di sampingnya.

"Jangan dengarkan dia, anak muda. Ia baru saja mengganggu waktu bermanjaku bersama naga kecilku di neraka," Kata sosok hitam di samping Amaya. Sedangkan aku, tak merespon perkataannya.

"Kau Ratu Amaradad yang melakukan poliandri, kan?" Tanya Amaya pada sosok hitam di sampingnya, Ratu Amaradad.

"Bacot kau, budak," Cibir Ratu Amaradad.

"Ha.. yasudahlah, sana kembali ke neraka," Usir Amaya, lantas Ratu Amaradad menghilang meninggalkan jejak asap hitamnya.

"Kembali ke percakapan kita. Seberapapun kau mencoba membuat ragaku dipandang buruk, itu tidak akan berhasil," Kata Amaya dengan tatapan penuh ke arahku.

"Maka dari itu, urungkanlah niatmu serta terimalah takdirmu yang menjadi protagonis, Nala," Kata Amaya menatapku lembut. Aku secara spontan berdecih.

"Jiwa ya jiwaku, raga ya ragamu. Tidak peduli takdir tak akan merubah segalanya, setidaknya aku mencoba. Lagipula, Ratu Amaradad terlihat keren dengan asap hitamnya," Kataku menatap rendah Amaya.

"Sepertinya kau bersikeras menjadi antagonis di raga protagonis, ya?" Tebak Amaya yang tepat sasaran.

"Seratus untukmu, Amaya. Perlukah aku memberimu tepuk tangan sambil berdiri?" Balasku dengan nada mengejek Amaya.

"Tidak perlu," Kata Amaya lembut. Lembut-lembut bokong bayi~

"Aku... Sudah mengatakan segala yang ingin ku katakan. Jadi, aku akan kembali ke surga," Kata Amaya menatapku penuh belas kasihan.

"Tak ada waktu terlambat untuk mengikuti takdirmu, Nala," Kata Amaya diiringi dengan pintu yang muncul secara tiba-tiba di belakangnya.

"Karena kau tau, Tuhan selalu membuka pintu ampunan pada para hamba-Nya," Dengan kalimat itu, menjadi kalimat terakhir dari Amaya. Ia melewati pintu yang muncul, lalu menghilang.

♩ ♩ ♩ ♩

"Astaga," Aku terbangun dari tidurku. Ah benar, ternyata tadi ialah mimpi. Namun rasanya seperti nyata, apakah aku berhalusinasi?

"Sekarang sudah pagi?" Monologku menatap jendela yang menampilkan indahnya langit pagi hari. Begitu cerah, begitu asri.

"Jadi sosok bercahaya tadi...," Aku menatap kedua telapak tanganku, lalu menggerakkannya secara asal.

"... Adalah jiwa asli dari ragaku saat ini," Kataku melanjutkan ucapanku yang ku gantung. Tanganku kian mengepal mengingat perkataan jiwa Amaya yang membujukku untuk tidak menjadi antagonis.

"Tidakkah kau tau bahwa dengan aku berusaha membuat kekacauan maka citra protagonis mu semakin terpancar, Amaya?" Tanyaku seakan jiwa Amaya berada disini bersamaku.

Oke, jadi itu mau mu? Baiklah. Aku akan menjadi protagonis, sesuai perkataanmu. Karena meskipun aku menginginkan peran antagonis...

Aku jelas tak mampu melihat Tuhan memalingkan wajah-Nya dariku, tidak akan.

Aku jelas tak mampu melihat Tuhan memalingkan wajah-Nya dariku, tidak akan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Protagonist? Ewh [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang