22) Butuh bantuan?

3K 498 8
                                    

"Selamat datang, Nona Amaya," Sambut para pelayan saat aku memasuki istana.

"Ya," Kataku singkat. Aku melangkahkan kakiku, memasuki istana lebih dalam.

Saat aku ke pusat kota tadi, aku menunggangi kuda yang dipinjamkan oleh Pangeran kodok. Mungkin sebagai rasa terimakasih atas tubuhku yang bersedia menjadi bantal gulingnya semalam. Ya masa bodoh lah, yang penting aku memiliki kendaraan saat pergi tadi.

"Budakku!" Teriak ya.. kalian tau lah. Tentu saja Pangeran kodok.

Hap

Stres lagi anak ini. Pangeran kodok malah memelukku erat, setelah tadi berlari mengejarku. Aku ingin membiasakan diri, namun terlampau risih. Tapi ya, mari kita coba.

"Aku baru tau lho, bahwa semalam budakku ini pergi ke pegunungan. Bukannya tanganku ya yang ke pegunungan?" Kata Pangeran kodok terdengar ambigu.

"Sinting," Cibirku mencoba untuk melepaskan pelukan Pangeran kodok dariku.

"Eits, kau ingin melepas tanganku dari tubuhmu? Tidak bisa, wlee," Ejek Pangeran kodok. Aku memutar bola mataku malas, lalu melanjutkan langkahku.

"Bagaimana bisa kau pergi ke pusat kota untuk melihat rumormu? Bukannya kau jarang mendengar gosip yang beredar?" Tanya Pangeran kodok.

"Jangan sok tau. Aku tetaplah perempuan yang setiap detik dan menitnya mendengar gosip," Jawabku tak ikhlas.

"Sebenarnya ya, aku ini perempuan atau lelaki?" Monolog Pangeran kodok. Ya Tuhan, kami sedang berjalan dengan dirinya memelukku. Sungguh memalukan sekali.

"Aku juga suka mendengar gosip. Kemarin, aku mendengar gosip bahwa Kakakku itu homo," Kata Pangeran kodok berterus-terang.

"Kau dengar dari siapa?" Tanyaku.

"Dari tukang kebun istana," Jawab Pangeran kodok.

"Lantas, gosip apalagi yang kau dengar?" Tanyaku sembari memasuki ruang kerja. Pintu ruang kerja dibukakan oleh ksatria yang berjaga di depannya.

"Gosip tentang kau dan aku akan berjodoh," Jawab Pangeran kodok sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Jijik. Sana kerjakan tugasmu," Suruhku sembari mendorong kuat Pangeran kodok. Pangeran kodok mendengus kesal.

"Iya-iya," Kata Pangeran kodok lalu mengerjakan tugasnya.

"Ohiya, bukannya nanti kau akan menemaniku?" Tanya Pangeran kodok yang berfokus pada tugasnya.

"Ya," Jawabku. Aku mendekat ke sofa yang tersedia, lalu berbaring disana.

"Kenapa? Karena kau menyukaiku?" Tanya Pangeran kodok yang terdengar sangat konyol.

"Tentu tidak. Karena aku asistenmu, bodoh," Jawabku.

"Tapi semua perempuan yang menemaniku ke sebuah acara karena mereka menyukaiku," Kata Pangeran kodok. Aku menggelengkan kepala heran.  Dia memiliki mental bocah, ya?

"Jangan samakan mereka dengan diriku," Kataku menatap malas Pangeran kodok. Pangeran kodok mengernyit tidak setuju.

"Kan kalian sama-sama perempuan," Kata Pangeran kodok.

"Sama dibidang gender saja. Terlepas dari itu, kami berbeda," Kataku sembari menutup mataku, merilekskan pikiranku.

"Jadi maksudmu, kau berbeda dari perempuan lain di luar sana? Percaya diri sekali," Cibir Pangeran kodok. Lantas, aku menghela nafas.

"Bukan dongo. Maksudku, aku tak sama dengan perempuan-perempuan yang menemanimu di acara-acara sebelumnya. Mereka menemanimu karena menyukaimu, sedangkan aku menemanimu karena itu tugasku," Jelasku. Hadeh, lama-lama ku cuci juga otak Pangeran kodok.

"Ini hanya perasaanku atau memang kau selalu mengataiku bodoh dan sebagainya?" Heran Pangeran kodok.

"Bagaimana, ya? Kan kau memang bodoh," Kataku ikutan heran.

"Tuhkan! Bukan hanya aku, kau juga bodoh kalii," Kata Pangeran kodok dengan nada sedikit meninggi.

"Kalau aku bodoh, kau lebih bodoh," Kataku.

Tok tok tok

"Masuk," Suruh Pangeran kodok mendengar suara ketukan pintu. Alhasil, argumen kami terselesaikan begitu saja.

"Yang mulia Pangeran dan Nona Amaya, waktunya ke acara penobatan hutan," Kata asisten Pangeran Farzan, Vara.

"Kenapa malah kau yang mengingatkan kami?" Tanya Pangeran kodok sembari menyipitkan mata, menatap curiga Vara.

"Saya disuruh oleh Pangeran Farzan, Yang mulia," Jawab Vara tenang.

"Oh oke. Ayo budak, waktunya pergi," Ajak Pangeran kodok. Ia berdiri, lalu berlarian meninggalkanku dan Vara.

"Hadeh," Tolong perlihatkan kameranya. Aku siap melambaikan tanganku.

♩ ♩ ♩ ♩

"Dengan ini ku nobatkan, hutan Jenggala legal untuk dikunjungi. Warga dapat dengan bijak memanfaatkan hasil hutan, serta memasuki hutan Jenggala," Kata Pangeran kodok sambil memotong pita yang terikat di dua pohon dengan sisi berbeda. Penonton bertepuk tangan, ikut gembira dengan penobatan ini.

Hutan Jengala memiliki banyak manfaat di dalamnya. Selain hasil hutan dan tempat wisata, hutan ini juga dapat dijadikan jalur alternatif saat berpergian ke tempat-tempat tertentu. Sayang sekali, disini terdapat banyak hewan buas serta tanaman liar. Namun, hal itu sudah diatasi. Jadi, kami dapat menggunakan hutan Jenggala.

Aku diam, menatap sekitar. Secara tak langsung aku melihat siluet Kaylie yang sedang menatap Pangeran kodok datar. Di sampingnya terdapat Minjun yang nampak tenang. Astaga, mereka terlihat sangat serasi.

Kaylie mengalihkan pandangannya, lalu menatapku. Kami bertatapan cukup lama. Ia menatapku datar, begitupula denganku. Saat Pangeran kodok mendekat ke arahku, Kaylie memalingkan wajahnya lalu pergi begitu saja. Diikuti Minjun di belakangnya.

"Ada apa?" Tanya Pangeran kodok menatap Kaylie kian menjauh.

"Tidak ada apa-apa," Jawabku.

"Sepertinya kau dan Nona Kaylie akan menusuk satu sama lain, ya?" Tebak Pangeran kodok. Aku terkekeh, lalu mengangguk sebagai respon.

"Butuh bantuan, budak?" Tawar Pangeran kodok.

Aku melirik Pangeran kodok tak minat. Jika dipertimbangkan, meminta bantuan Pangeran kodok akan menguntungkan diriku dan dirinya. Jadi, apa salahnya?

"Boleh." Jawabku. Lalu kami, tersenyum menatap satu sama lain.

Tentu nya, dengan pikiran yang tak sama.

Tentu nya, dengan pikiran yang tak sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Protagonist? Ewh [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang