"Jalan, Pak kusir," Suruh Pangeran kodok pada kusir kereta. Menuruti perintah Pangeran kodok, kereta pun bergerak menjauh dari istana Urvil.
"Amaya, tau kah kau bahwa aksimu barusan sangatlah keren!?" Pekik Pangeran kodok sembari menatapku penuh kagum. Aku mengernyit, tidak paham dengan sikap Pangeran kodok.
"Jelas keren, Amaya gitu lho," Sombongku sambil mengibaskan rambutku. Pangeran kodok terkekeh merespon kalimat sombongku.
"Kau lihat wajah Nona Kaylie tadi, kan?" Tanyaku pada Pangeran kodok. Pangeran kodok nampak berpikir, lalu mengangguk.
"Benar. Demi Tuhan, wajahnya terlihat sangat menantang untuk dibanting," Jawab Pangeran kodok dengan tampang sok kerennya.
"...," Aku terdiam. Ntah mengapa terasa hal yang janggal saat ini.
"Kau kenapa?" Tanya Pangeran kodok sambil meletakkan punggung tangannya pada dahiku, guna mengecek suhu badanku.
"...," Aku masih bingung, perasaan janggal apa ini?
"Budak? Woy budak!" Tegur Pangeran kodok melihatku yang masih saja terdiam.
"Ah, benar!" Teriakku secara tiba-tiba, membuat Pangeran kodok terkejut.
"Kau.. kerasukan, ha?" Tanya Pangeran kodok sekaligus menjauh dariku.
"Bodoh, tentu saja tidak," Jawabku menatapnya sinis.
"Pangeran kodok, dimohon untuk menjaga jarak dariku, ya? Karena malaikat sepertiku tak dapat berdekatan dengan iblis sepertimu," Kataku sambil menatap Pangeran kodok dengan puppy eyes.
"Sinting," Cibir Pangeran kodok.
"Sinting bilang sinting. Sehat Pak?" Sinisku pada nya.
"Sehat mbak, kau sendiri?" Tanya nya. Aku mengangguk sebagai respon.
"Sehat. Bahkan aku dapat mengangkat kereta kuda ini sekarang," Jawabku sombong. Pangeran kodok lantas mendengus geli.
"Seperti pelawak saja," Kata Pangeran kodok yang kini menatap ke luar jendela kereta kuda.
"...," Hening, kami berdua sama-sama bungkam. Ntah sedang memikirkan apa, aku dan Pangeran kodok tidak berbicara lagi.
"Amaya, apakah kau bersedia menjadi asisten ku?" Tanya Pangeran kodok sembari menatap netraku.
"Mohon maaf Pangeran yang dicintai semua rakyat, tapi aku tidak bersedia," Tolakku diiringi dengan senyuman.
"Ahh kau bersedia rupanya. Baiklah, mulai besok kau—,"
"Ya, aku bersedia," Ucapku menatapnya datar.
"Aku tau—,"
"Bersiap mencuci otakmu itu!" Teriakku.
"Apa? Tidak boleh!" Teriak Pangeran kodok sembari melindungi kepalanya menggunakan tangannya. Astaga, apakah ia percaya begitu saja dengan ucapanku? Pfft.
"Boleh, kok," Kataku tenang. Pangeran kodok merespon dengan gelengan kuat.
"Tidak," Kata nya yang kini menatapku tajam. Hadeh, orang ini minta ku cincang.
"Jadi, kau bersedia menjadi asistenku kan?" Tanya Pangeran kodok mengalihkan topik. Aku nampak berpikir, walaupun sebenarnya tidak berpikir.
"Malas," Jawabku gamblang. Sontak, sebuah sentilan mendarat mulus di jidatku.
"Sinting, sakit bodoh," Ringisku. Jahannam, sentilan atau bogeman itu!?
"Kau tlah mengatai ku sinting dan bodoh. Astaga, betapa tidak berharganya diriku di matamu, Amaya," Kata Pangeran kodok dengan tampang sok sedih.
"Mau ya? Jadi asistenku?" Tanya Pangeran kodok terkesan memohon.
"Tidak mau," Jawabku.
"Menjadi asisten Pangeran tampan ini memiliki banyak manfaat, lho," Kata Pangeran kodok mencoba membuatku mempertimbangkan keputusanku.
"Apa saja?" Tanyaku.
"Kau bisa melihat wajah tampanku setiap hari, tubuh seksiku akan menjadi pemandangan sehari-hari, dan sapaan dariku yang merdu senantiasa terdengar untukmu," Jawab nya dengan tampang penuh kebanggaan.
"Ku katakan sekali lagi, sinting," Kataku sembari memutar bola mataku, jengah.
"Aish, kau terus-menerus mengataiku sinting. Tidak bisakah kau mengataiku tampan saja?" Tanya Pangeran kodok sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tampan? Mimpi kau," Jawabku.
"Ayolah, jadi asistenku yaa?" Kata Pangeran kodok memohon padaku.
"Berisik," Kataku.
"Asisten ya?" Nampaknya, Pangeran kodok belum menyerah memohon padaku.
"Amaya, jadi asistenku ayo,"
"Lumayan lho, jadi asisten Pangeran tampan,"
"Ayo dong jadi asistenku,"
"JADI ASISTENKU YOO," Tuhan, kemana wibawa serta martabatnya sebagai Pangeran kedua?
"Amaya~,"
"Respon ucapanku, budak," Hujat Pangeran kodok.
"...," Malas ah, mending diam :p.
"Amayaa ayo jadi asistenku,"
Kereta kuda berhenti, membuat Pangeran kodok menghentikan sejenak ucapannya.
"Yang mulia, kita sudah sampai," Kata kusir, diiringi dengan pintu kereta yang terbuka.
"Tunggu! Aku belum selesai," Kata Pangeran kodok. Spontan, aku berdecih.
"Cih, apalagi? Cepat turun, lelet," Hujatku.
"Jadi asistenku ya?," Tanya Pangeran kodok. Lihatlah matanya, penuh dengan binaran permohonan.
"Aku tidak mau," Jawabku malas.
"Masa tidak mau? Mau lah!" Kata Pangeran kodok.
"Jadi asisten, ya?"
"Memangnya selama ini kau tak memiliki asisten?" Tanyaku.
"Benar," Jawab nya.
"Kasihan, Pangeran macam apa yang tak memiliki asisten?" Kataku meremehkannya.
"Makanya, jadi asistenku. Dasar budak," Cibir Pangeran kodok.
"Iya, aku mau. Cepat turun bodoh," Suruhku sembari mendorong pundak Pangeran kodok agar segera keluar dari kereta.
"Yeyy budak menjadi asistenkuu," Girang Pangeran kodok. Para pelayan serta ksatria disini lantas terkekeh geli melihat tingkah Pangeran mereka seperti anak kecil.
"Stres," Cibirku.
"Penggal leher Nona Amaya!" Teriak para ksatria dan mulai berlari ke arahku, berbondong-bondong!
"STRES, KALIAN SEMUA STRES," Hujatku.
Dan ya, kami bermain kejar-kejaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonist? Ewh [Completed]
FantasiKalian dijuluki preman sekolah? Ya, kita sama haha. Murid perempuan SMA sepertiku ini kerap ditakuti oleh warga sekolah. Ntahlah, katanya sih karena aku selalu mengeluarkan aura mendominasi, tapi aku tidak merasa begitu. Preman pada umumnya akan sel...