"Bimbing aku dalam seharian ini, Tuan Frando," Kataku pada pembimbing berkuda istana, Tuan Frando.
"Dengan senang hati, Nona Amaya," Kata Tuan Frando sembari membungkukkan badannya padaku.
Aku naik ke kuda, dituntun oleh Tuan Frando. Bokongku terduduk pada punggung kuda, lalu menyamankan posisiku. Tuan Frando nampak khawatir di bawah sana. Aku melirik lalu tersenyum padanya, guna memberitahu nya bahwa aku akan baik-baik saja.
"Apakah anda sudah memberi tau Yang mulia Pangeran kedua tentang bimbingan ini, Nona?" Tanya Tuan Frando yang kini menarik dan menuntun kuda yang ku naiki.
"Tak perlu ku beri tau pun, ia sudah tau," Jawabku.
"Budakku!" Teriak Pangeran kodok, tentu saja.
"Salam, Yang mulia Pangeran kedua," Sapa Tuan Fandro menyadari kehadiran Pangeran kodok.
"Apasih? Sana pergi," Usirku pada Pangeran kodok. Sosok yang ku usir lantas mengerucutkan bibirnya.
"Aku kan ingin menemani kekasihku," Kata Pangeran kodok. Tuan Frando yang mendengar itu nampak tak percaya, terbukti dengan mata nya yang melotot ke arahku dan Pangeran kodok.
"Mimpi. Sudahlah, sana pergi," Usirku sekali lagi pada Pangeran kodok.
"Kata orang, lelaki harus menuruti perkataan wanitanya. Baiklah, aku akan pergi. Dadah sayangkuu," Pamit Pangeran kodok sembari melambaikan tangannya kepadaku.
"...," Sedangkan Tuan Frando, masih berada pada kebingungannya.
♩ ♩ ♩ ♩
Ya, sudah seharian penuh matahari menampakkan dirinya, begitupula dengan bimbingan berkudaku. Hari sudah menjelang malam, aku kini bersiap untuk pergi ke pegunungan Raneysha. Tentunya, untuk berlomba dengan Kaylie.
"Baiklah, pakaianku sudah sempurna," Kataku sambil menatap penampilanku pada pantulan cermin di hadapanku. Aku memakai celana, sepatu boots, baju berlengan panjang, serta sebuah sarung tangan guna menutupi wajahku sebagian seperti masker.
Tap tap tap
Aku mulai melangkah, menjauh dari cermin. Saatnya untuk melancarkan rencana yang ku rancang beberapa waktu lalu.
♩ ♩ ♩ ♩
"Ah, Nona Amaya," Celetuk Kaylie melihat kehadiranku. Kami sedang berada di jalan masuk pegunungan Raneysha, hanya berdua.
Ya untuk saat ini, aku tak tau. Mungkin saja Kaylie menyembunyikan seseorang di jalan pegunungan Raneysha untuk mencelakaiku, kan?
"Hm? Ku kira kau akan membawa warga atau setidaknya pendukung," Kata Kaylie menatap kekosongan di belakangmu.
"Akan lebih seru jika kita bersaing tanpa sorakan pendukung," Kataku sembari terkekeh.
"Perkataan mu ada benarnya juga," Kata Kaylie sambil mengangguk.
"Aku sudah memberi beberapa petunjuk jalur agar kita dapar berlomba menuju garis akhir. Jadi, kemungkinan kau akan tersesat kecil. Ya terkecuali, kalau kau bodoh," Ejek Kaylie menatapku remeh.
"Ekspektasinya mu tentang diriku salah besar, Nona Kaylie," Kataku tenang. Kaylie lantas mencibir tanda tak setuju.
"Bukan ekspektasi ku yang salah besar, kenyataan bahwa kau bodoh itu memang benar," Cibir Kaylie sembari menatapku sinis.
"Mulai saja," Kataku tak ingin berlama-lama disini.
"Oke, aku yang hitung. Satu, dua, tiga!" Aba-aba Kaylie. Pada hitungan ketiga, kami berdua lantas memacu kuda memasuki pegunungan Raneysha.
Kami berfokus pada diri masing-masing. Jalan yang cukup curam kami lewati, begitupula jalan yang berliku. Malam membuat segalanya gelap, namun beberapa obor yang menerangi membuat kami masih dapat melihat jalanan. Seperti kata Pangeran kodok, jalanan disini tergolong berbahaya.
Tak memungkinkan, jika kami berlomba dalam waktu singkat. Sekitar 25 menit kami memacu kuda masing-masing, mengikuti petunjuk yang tersedia.
Sampai sebuah anak panah datang ke arahku, lalu menancap lengan atasku. Membuatku tak seimbang, alhasil kuda yang ku naiki tak seimbang pula.
Jalanan yang cukup sempit membuat ku terjatuh ke bawah. Kaylie terus melaju, sedangkan aku terjun bebas.
Samar-samar ku lihat siluet Minjun di atas sana, menatapku datar. Menyadari mataku menatapnya, ia memalingkan wajahnya lalu pergi.
Hap
"Dapat kau, budak," Kata Pangeran kodok yang berhasil menangkapku. Aku mengalungkan tanganku pada lehernya, agar aku tak terjatuh.
"Kau terluka, budak," Kata Pangeran kodok menyadari luka pada lengan atasku.
"Santai," Kataku menenangkannya.
"Kau sudah mengikat sarung tangan seperti yang ku pakai ini, kan?" Tanyaku.
"Tentu saja," Jawab Pangeran kodok sambil tersenyum. Kaylie pasti mengira, bahwa aku sudah mati.
Padahal aku masih hidup. Dengan rencana mengotori namanya yang sudah kotor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonist? Ewh [Completed]
FantasyKalian dijuluki preman sekolah? Ya, kita sama haha. Murid perempuan SMA sepertiku ini kerap ditakuti oleh warga sekolah. Ntahlah, katanya sih karena aku selalu mengeluarkan aura mendominasi, tapi aku tidak merasa begitu. Preman pada umumnya akan sel...