27. Kacau

1.8K 85 0
                                    

Hello! Selamat membaca, jangan lupa vote & komennya yaaa❤️❤️

****

Playlist for this chapter:
- Pelukku untuk pelikmu (Fiersa Besari)
- Cermin (Nadin Amizah)
- Sunshine (The Panturas)

****

27. KACAU

"Banyak sekali teka-teki di kehidupanku. Apa memang ini yang di kehendaki Tuhan agar aku bisa lebih kuat lagi menghadapi rintangan kedepan?" —Adara Runanda

Adara berdiri dengan tatapan kosong di depan gundukan tanah dengan nama Ibu dan Ayahnya di sebelah. Hanya ada dia dan Tante Siti disini. "Pulang yuk, Ra?" ajak wanita itu kepada Adara.

"Duluan aja, Tan. Aku mau cerita-cerita dulu sama Ibu,"

Tante Siti menghela napas. Dia memandang Adara kasihan. Emang begitu bukan? Adara baru saja kehilangan Ayahnya dan beberapa bulan kemudian dia juga kehilangan Ibunya.

"Terus kamu nanti pulang sama siapa?" tanya Tante Siti.

"Aku bisa naik taksi,"

"Jangan. Pulang, Ra. Besok kamu bisa kesini lagi. Sekarang kamu butuh istirahat. Oke?"

Mau tidak mau Adara mengangguk. Dia juga tidak enak terus menerus menolak ajakan Tante Siti. Ditambah Adara juga kehabisan tenaga, karna dari semalam dia hanya menangis, dan menangis.

****

Adara mengelilingi rumahnya. Dia baru saja selesai mandi. Ada beberapa foto keluarga di dinding rumahnya. Mulai sekarang, tidak ada yang mengayomi Adara, tidak ada lagi yang menemaninya makan malam, tidak ada lagi yang menjaganya seperti Fara.

Suara ketukan pintu terdengar. Adara berjalan untuk membukanya.

"Dirga?!" ucap Adara terkejut. Tidak menyangka kalau pacarnya akan datang ke sini.

Dirga dengan kemeja biru tua dan celana jeans panjang itu langsung memeluk Adara dengan erat. Kelihatan dari pakaiannya, Dirga sepertinya baru pulang dari tempat kerja atau pertemuan penting.

Nyaman. Pelukan Dirga seakan menyadarkan Adara kalau masih ada Dirga disini, di sisinya.

"Kamu kenapa kesini?" tanya Adara lemah. Suaranya juga seakan hilang ditelan udara.

"Emang aku gak boleh liat pacarku?"

Adara makin mengeratkan pelukannya membuat Dirga mengelus rambutnya dan sesekali mencium puncak kepala Adara.

"Gimana perasaanmu?"

Pertanyaan itu membungkam Adara. Dia menggelengkan kepala. "Enggak tau," jawab Adara dengan suara seraknya.

"Duduk dulu." Dirga menggiring Adara menuju sofa.

Mereka berdua duduk menyamping agar bisa berhadapan. Dirga masih setia mengelus kepala pacarnya. Sedangkan Adara melamun. Ada banyak pikiran yang terlintas membuat tenggorokannya kering.

"Mau minum?" tanya Dirga. Adara mengangguk pelan. Dia butuh minum.

Selagi Dirga mengambil air ke dapur, Adara menenangkan dirinya sendiri. Dia tidak boleh begini. Dia tidak boleh seakan hilang arah. Bagaimana masa depannya? Ada banyak hal yang menunggu di depan sana. Dan Adara harus tetap berjalan, kan?

Di sela lamunan Adara, teriakan dari Dirga berhasil menyentaknya. "RA!"

Adara berjalan ke dapur dengan tergesa. Namun terdiam setelah melihat pemandangan di depannya. Adara mundur perlahan. Pikirannya kosong.

DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang