#52

1.7K 122 32
                                        




Kedua matanya tak bisa melihat dengan jelas. Samar-samar ia melihat beberapa orang diatas nya memakai jas putih dan di belakangnya terdapat seorang wanita paruh baya juga keluarganya. Ia tak bisa merasakan tubuhnya, bahkan ia tak bisa menggerakan tangan dan kakinya. Lemas, ia sama sekali tak bisa mengoperasikan tubuhnya untuk bergerak.

Tubuhnya terbaring lemah diatas brankar rumah sakit yang sedang di dorong oleh beberapa orang yang mengenakan jas putih. Dan di hidungnya terdapat sebuah alat bantu pernapasan masker oxygen non Rebreather Mask.

Pendengarannya sedikit mendengung, membuatnya tak jelas menangkap suara di sekitarnya tapi, satu yang pasti ia dengar adalah suara tangisan seorang perempuan.

"ROSE!! Hiks,..hiks..." Saphira menangis tersedu karena melihat kondisi putrinya. Xavie, suaminya dengan setia berada di sisi istrinya dan mendekapnya.

"ma---ma." Gumam Rose lirih.

Setelahnya ia tak bisa lagi melihat wujud kedua orang tuanya karena ia sudah memasuki sebuah ruangan yang tak ia tau. Perlahan rasa sakit di dadanya semakin menyiksa nya, Rose semakin sulit untuk bernapas, sesak. Detak jantungnya tak berdetak dengan normal, kedua matanya terasa berat untuk dia buka.

"ya Tuhan, mengapa sangat sakit sekali?? Rose tak bisa menahan rasa sakitnya lagi."

"ROSE!!! KAMU BISA DENGAR SAYA, KAN?" Abrar berusaha mengajak Rose untuk berbicara agar gadis itu tak kehilangan kesadarannya.

"dokter, detak jantungnya hilang." Seru salah seorang suster. Mendengar hal itu membuat Abrar makin panik sendiri, segera ia menekan dada Rose dengan kedua tangannya agar gadis ini bisa bernapas kembali.

Hosh,..hoshh..

Keringat mengucur dengan deras di dahi Abrar, ia masih berusaha. "Rose saya mohon, bangunlah. Tolong, kembali lah."

5 menit kemudian, karena tak membuah kan hasil dokter Abrar dengan tegas menyuruh para susternya untuk menyiapkan alat pengejut jantung.

"isi daya 120 joule." Perintah dokter Abrar.

Dengan cepat para suster itu melakukan tugasnya. "120 joule." Ucap salah seorang suster yang memberikan AED (automated external defibrillator) pada dokter Abrar.

"clear." Dokter Abrar melihat pada monitor tak ada tanda-tanda kembalinya detak jantung Rose.

"isi daya 150 joule." Perintah dokter Abrar kembali.

"150 joule."

"clear!" dokter Abrar kembali mengejutkannya pada dada Rose namun hasilnya nihil.

"ISI DAYA 200 JOULE!!"

"200 joule."

"clear!!"

Tiiiiiiiiiiit,....tiiiiiiiitt

Masih terdapat garis lurus pada monitor, dokter Abrar membeku karena detak jantung Rose tak kunjung kembali. Namun 10 detik kemudian garis yang tadinya lurus kini berubah.

Dokter Abrar yang melihatnya menghela napas lega lalu ia tersenyum tipis.

Dilihatnya wajah pucat Rose kemudian ia genggam jemari gadis itu. Abrar membungkukan badannya sedikit sampai wajahnya berada di samping telinga gadis itu.

"kamu nggak boleh menyerah Rose, kamu harus kuat. Saya masih mau melihat kamu tumbuh sebagai gadis dewasa yang sangat cantik nantinya." Ujar Abrar lirih sambil tersenyum getir.

ROSEANE [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang