𝓝𝓮𝓸𝓻𝓪 : 𝓚𝓮𝓶𝓪𝓽𝓲𝓪𝓷 𝓟𝓮𝓻𝓶𝓪𝓲𝓼𝓾𝓻𝓲

647 116 102
                                    




Jungwoo menatap nanar peti mati permaisuri yang sebentar lagi akan dikubur, kini mereka berada di area pemakaman kerajaan untuk mengantarkan raga permaisuri yang sudah kaku tidak bernyawa. Dadanya sesak entah apa penyebabnya, ia masih tidak bisa menerima bahwa wanita yang menjadi istri pertama raja itu sudah meninggal. Setitik rasa sedih menggandrungi hatinya, entah apa yang membuatnya seakan tak rela apabila wanita itu benar benar sudah tak bernyawa.

Sepanjang malam ia terus menerus memikirkan permaisuri bahkan sampai ia tak tertidur. Padahal permaisuri masih memiliki hutang padanya sebagai bayaran hanbok yang ia berikan, wanita itu berjanji akan segera sembuh dan memakai hanbok sutra bersulam emas itu, namun kini hanbok itu dikenakannya untuk selama lamanya. Jungwoo tahu bahwa permaisuri adalah pribadi yang sangat baik dan lembut makanya ia tidak yakin bahwa permaisuri itu ingin meracuninya tanpa adanya dalang yang sebenarnya.

Suara tangisan Sungchan yang tersedu itu menusuk kehatinya, Jungwoo sangat paham bagaimana rasanya ditinggalkan orang tua untuk selamanya, dia bahkan sudah merasakannya duakali. Jujur ia sangat tidak tega melihat pemuda itu yang terus menangis sambil memeluk peti mati yang mengurung jenazah ibunya. Raja pula sedari mendengar kabar kematian istri pertamanya hanya diam dengan wajah tak berekspresinya, ia tidak mengucapkan apapun, hanya tatapan tajam namun terlihat begitu sendu. Jungwoo tahu bahwa pria itu sangat terpukul namun ia harus tegar dan pantang mengeluarkan air mata.

Semua yang mengikuti pemakaman permaisuri menatap sendu pada peti kayu yang perlahan di timbun oleh tanah. Mereka juga menitikkan air mata melihat putra mahkota yang meraung raung dalam tangisannya sambil menghalangi para petugas yang mengubur peti mati ibunya.

Pemakaman telah selesai dilaksanakan, mereka kini sudah kembali ke istana dan beristirahat di ruangan masing masing. Namun tidak bagi Jungwoo, pria itu duduk termenung di pinggiran istana sembari menikmati hembusan angin ditengah hari yang terik seperti saat ini.

"Sakit apa yang dideritanya hingga berujung kematian seperti itu, demam tinggi? Bukankah tabib sudah memberikannya obat obatan?"gumamnya.

Ia menghembuskan udara yang dihirupnya dengan kasar, dahulu saat ibunya meninggal ia yakin bahwa penyebabnya adalah penyakit yang diderita ibunya sejak lama begitu pula dengan kematian ayahnya yang disebabkan penyakit umum yang menyerang orang diusia tua. Namun kematian permaisuri ini seperti tidak alami disebabkan oleh sakit. Itulah yang sedari tadi terus mengganjal dipikirannya.

Angin siang itu kembali berhembus menggoyangkan beberapa tanngkai bunga yang tumbuh liar dipinggir istana. Melihat bunga liar yang sedang diombang ambing oleh angin membuatnya teringat pada si permaisuri yang sangat suka mencium bunga.

Ia pun memetik bunga liar itu, kemudian menghirupnya dengan dalam berharap menemukan alasan mengapa permaisuri itu sangat suka menghirup bunga.

"Uhuk! Uhuk! uhuk!"

Ia terbatuk ketika bubuk sari bunga itu ikut terhirup masuk kehidungnya.
"Dasar bunga tak berperasaan! Aku bisa mati jika terus terusan menciumnya!"Marah Jungwoo sambil mencamakkan tangkai bunga yang ia petik tadi.

"Dasar bunga mematikan!"makinya lagi pada bunga liar itu ketika bersin dan batuknya tak kunjung berhenti.
Matanya membuka lebar ketika menyadari sesuatu dari makiannya pada bunga liar tersebut.




***



Teh hangat yang masih mengepulkan uap terhidang dimeja kecil yang berada ditengah wanita cantik berhanbok warna mencolok itu.
"Jujur aku tidak tahu jika kita akan berbuat sejauh ini"ucap salah satu dari mereka dengan nada yang terdengar berkesah.

"Kita tidak berbuat apa apa selir park. Permaisuri itu memang penyakitan dan kita hanya menambah sedikit obat penyedap agar dia terlepas dari penyakitnya"sahut wanita satunya setelah selesai meneguk teh yang berada digelas mungil miliknya.

Neora (Jaewoo) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang