PART 21

1.1K 73 8
                                    

"Nan, sorry yaa." Ucap Satria, menangkupkan kedua tangan didepan dada. Ini udah yang kesekian kalinya Satria mengucapkan maaf, namun tidak mendapat balasan apapun dari Kinan. "Nan, jangan nangis dong." Satria menggaruk belakang kepalanya, bingung sekaligus panik.

"Nanti gue coba ngomong ke Pak Tedi lagi deh. Lo gak salah kok," ucap Satria.

Satria dan Kinan kini sedang berada di kantin. Kondisi kantin masih sepi karena istirahat masih 20 menit lagi. Satria dan Kinan dikeluarkan dari kelas karena ketahuan kerja sama saat ujian. Pak Tedi termasuk dalam jajaran guru killer yang akan mengeluarkan siswanya yang menyontek, tidak memperhatikan, dan tidur di kelasnya.

"Nanti kalo nilainya 0 gimana?" Tanya Kinan pelan, setelah beberapa menit berada dikantin akhirnya Kinan bersuara. Ia memainkan tangannya, masih takut mengingat kemarahan Pak Tedi tadi dan memikirkan nilai ujian fisikanya. Hari ini Pak Tedi mengadakan ujian dadakan setelah menjelaskan materi. Kinan lumayan paham dengan materi yang dijelaskan Pak Tedi, tapi karena ia memberitahu rumus pada Satria dan ketahuan guru fisikanya itu, akhirnya mereka berdua dikeluarkan dari kelas.

"Gak mungkin 0 lah," jawab Satria, berusaha menenangkan. "Sumpah gue nanti bakal nemuin Pak Tedi, Nan. Gue jelasin lo gak salah."

Kinan menggigit-gigit bibir bagian bawah. "Gue salah."

"Kan gue yang nanya-nanya lo."

"Tapi gue juga ngasih rumus ke lo."

"Nggak. Tetep aja gue yang salah. Nanti gue temuin Pak Tedi, lo tenang aja ya." Ucap Satria.

Kinan menggeleng, lalu mengucek matanya yang memerah karena menahan tangis. Tau kan kalau Kinan anaknya cengeng? Ia tidak pernah dikeluarkan dari kelas, tidak pernah dimarahin guru apalagi karena ketahuan kerja sama saat ujian, jadi kejadian kayak gini buat Kinan kepikiran sekaligus takut. "Nanti Pak Tedi makin marah. Pak Tedi kan galak." Ucapnya pelan.

"Iya sih. Gue juga takut." Ucap Satria disertai cengiran. "Tapi nilai lo kan selalu tinggi-tinggi, Nan, terus lo juga sering maju jawabin soal. Pasti gak ngaruh lah kalo 1 nilai ulangan 0."

Kinan manyun. "Jadi beneran dapat 0 ya? Emang Pak Tedi sejahat itu? Tadi gue udah hampir selesai, tinggal nomor 5."

"Eh... enggak gitu, Nan!" ucap Satria. "Salah ngomong lagi kan gue." Ucapnya dengan suara pelan.

Kinan menarik satu tisu yang ada diatas meja, lalu mengusap matanya yang berair.

"Jangan nangis dong, Nan. Mending kita makan bakso dulu. Gue traktir, gimana?" Satria menaik-turunkan alisnya disertai senyuman khas. "Jarang-jarang gue mau traktir orang loh."

Kinan menggeleng.

"Mau nasi goreng?"

Kinan menggeleng.

"Mie rebus enak, Nan! Mau?"

"Gak boleh makan mie sama Rikas."

"Kalo soto? Atau es krim? Lo bebas deh makan apa aja. Sepuasnya. Gue traktir."

Kinan lagi-lagi menggeleng.

"Mampus gue! ada Rikas, Nan." Ucap Satria saat pandangannya jatuh ke pintu masuk. Dimana ada rombongan anak memakai baju olahraga memasuki kantin. Itu adalah rombongan anak IPA 2 yang baru saja selesai olahraga.

Kinan menoleh ke pintu masuk, benar saja ada Rikas yang baru memasuki kantin bersama anak kelasnya. Tapi pria itu berjalan bersisian dengan Kiara.

KINANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang