Koridor rumah sakit terasa mencekam untuk Ratu. Gadis ini terduduk lemas di bangku yang ada di depan UGD. Jam terasa lama sekali berdetak. Berulang kali Ratu menatap pintu UGD, berharap dokter atau pun suster keluar dengan memberikan kabar baik. Ratu takut. Masih teringat jelas darah yang mengalir di kepala Kinan, juga suara tabrakan yang terus terngiang.
Ratu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Gadis ini terisak. Bahunya bergetar hebat.
"Lo harus kuat, Nan." Gumam Ratu dalam hati.
Suara langkah kaki mendekat membuat Ratu mendongak, menoleh ke sisi kanan dimana suara langkah kaki berasal.
"Mana Kinan?" tanya Rikas dengan wajah sarat akan kekhawatiran.
Ratu menunjuk ruang UGD.
"Gimana keadaannya? Lo bilang dia kehilangan banyak darah?!" Rikas terus memburu Ratu dengan pertanyaan, mengabaikan nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari.
"Iya. Untungnya ada stok darah di rumah sakit. Terus dokter belum keluar lagi dari tadi."
"Sialan!" Rikas menumbuk tembok di dekatnya. Pria ini menunduk, tidak, Kinan tidak boleh kenapa-napa. Rikas tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Kinan. Andai Rikas mau menurunkan egonya, andai Rikas tidak mendiamkan Kinan terlalu lama, mungkin saat ini Kinan bersamanya. "Kenapa bisa kecelakaan, Rat?"
"Rikass..."
Rikas dan Ratu sama-sama menoleh. Terlihat Bisma, Dino, dan Dafa berjalan mendekat.
"Gimana kejadiannya, Rat?" Rikas kembali menatap Ratu, mengabaikan kehadiran teman-temannya.
Ratu meremas tangannya, ia menatap Rikas takut-takut. "Ta.. tadi, ta.. tadi ada motor yang nerobos lampu merah." Ratu mengusap air matanya. "Terus.... terus... motor itu nabrak mobil. Kinan yang bawa mobil, Kas. Makanya kondisinya parah. Karena ... hiks... " Ratu terisak. "Karena... motor itu nabrak sisi kemudi."
Rahang Rikas mengeras membayangkan Kinan membawa mobil. "Lo tau Kinan gak bisa bawa mobil. Kenapa lo suruh Kinan yang bawa?!" Rikas mencengkram kedua bahu Ratu kuat-kuat. "Lo mau bunuh Kinan?! Kinan gak bisa bawa mobil!"
"Kas, tenang!" Bisma melepaskan cengkraman tangan Rikas dari bahu Ratu. Pria ini membawa Rikas menjauh. Bisma tau hal apapun yang menyangkut Kinan bisa membuat seorang Rikas lepas kendali dan Bisma takut Rikas akan menyakiti Ratu.
Ratu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tangisnya semakin kuat. "Nggak, Kas. Gue gak pernah ada niat bunuh Kinan."
Dafa menepuk pundak Rikas. "Rikas yang gue kenal gak pernah gegabah." Ucapnya pelan. "Rikas selalu mikir pake otak." Dafa menunjuk pelipisnya. "Bukan otot."
"Kinan, Daf! Kinan didalam!"
"Lo marah-marah gak akan merubah keadaan, Kas. Yang Kinan butuhin saat ini doa kita."
Tubuh Rikas bersandar pada dinding dengan kepala menunduk. Rasa takut membuat Rikas tidak bisa mengendalikan emosinya. Rasa takut membuat Rikas tidak bisa berpikir jernih. "Kinan gak akan mati kan, Daf?" ucapnya lirih.
"Ayo sholat. Kita belum sholat isya kan," Dafa merangkul bahu Rikas, membawa pria itu berjalan menuju mushola rumah sakit. Sementara Dino dan Bisma duduk di sisi kanan dan kiri Ratu, menenangkan gadis itu yang masih menangis pilu.
"Lo tenang ya, Rat. Rikas Cuma emosi. Jangan dimasukin ke hati." Bisma mengusap bahu Ratu dengan lembut.
"Gue gak ada niatan nyelakain Kinan, Bis."
"Iya, gue percaya, Rat."
Pintu ruang UGD terbuka, keluar seorang dokter muda yang menangani Kinan. Ratu, Bisma, dan juga Dino langsung mendekati sang dokter. "Gimana keadaan sahabat saya, Dok? Dia baik-baik aja, kan?" tanya Ratu dengan nafas memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KINAN
Teen FictionTentang mereka yang sudah saling membutuhkan. Tentang mereka yang berada dalam lingkaran persahabatan. Tentang Kinan si gadis pemalu. Tentang Rikas si ketua osis. Mungkin klise. Tetapi setiap cerita memiliki alur berbeda.