Kinan menatap teman-temannya yang sedang melakukan pemanasan. Ini hari pertamanya masuk sekolah lagi pasca kecelakaan. Kondisinya sudah membaik, namun Rikas belum memperbolehkannya untuk mengikuti olahraga. Hari ini bisa masuk sekolah saja Kinan sudah bersyukur, ia harus memohon-mohon dulu ke Rikas agar diperbolehkan sekolah.
"Bosen." Gumam Kinan. Ia meletakkan dagunya di lutut, matanya memandang ke tengah lapangan dengan tatapan bosan. Kinan ingin ikut bergabung dengan teman-temannya di tengah lapangan. Meskipun Kinan tidak suka olahraga, tapi ia lebih baik ikut panas-panasan di tengah lapangan dari pada harus duduk sendirian disini.
"Kinan."
Kinan mendongak, dahinya berkerut heran melihat Sivia ada disini. Gadis cantik itu ikut duduk disamping Kinan dengan pandangan mata beralih ke tengah lapangan. "Di kelas gue lagi gak ada guru, makanya gue keluar." Ucap Sivia, menjawab kebingungan Kinan.
"Lo udah baikan?" tanya Sivia.
Kinan mengangguk. "Alhamdulillah, Siv."
"Maaf ya gue gak sempet jengukin lo. Kemarin lagi sibuk banget ngurusin LPJ kegiatan,"
Kinan mengangguk. "Gak papa kok, Siv." Ucapnya.
Selama beberapa menit dua gadis ini sama-sama diam, menikmati semilir angin pagi dan pemandangan anak-anak kelas Kinan yang telah selesai melakukan pemanasan dan sekarang sedang belajar mendrible bola basket. "Anak-anak basket udah pasti dapet nilai A ya," ucap Sivia disertai kekehan.
"Iya." Balas Kinan. "Enak ya, gak perlu susah-susah belajar drible."
"Lo kan bisa minta ajarin Rikas, Nan."
"Kalo mood-nya bagus dia mau ngajarin. Tapi kalo lagi nyebelin, dia pasti gak akan mau ngajarin." Ucap Kinan dengan bibir mencebik. Rikas tidak mungkin mau mengajarinya basket kalau kondisinya belum benar-benar pulih. Ikut pelajaran olahraga saja tidak boleh.
Sivia tertawa, tawa renyah yang membuat Kinan menoleh dan terkesima dengan wajah cantik kapten cheerleader itu. Kadang Kinan suka melihat Sivia, gadis itu cantik apalagi kalau tertawa, lesung pipinya terlihat jelas. Sivia juga memiliki good attitude dan banyak prestasi.
"Masa sih Rikas gak mau ngajarin?"
"Iya. Rikas itu nyebelin. Lo jangan ketipu sama muka sok baiknya."
Lagi-lagi Sivia tertawa. "Lo sama Rikas itu lucu ya." Ucapnya. "Gue kadang pengen deh punya sahabat cowok kayak Rikas. Baik, perhatian, pinter lagi."
"Rikas kan sahabat lo juga, Siv."
Sivia tersenyum. "Gue sama Rikas Cuma temen biasa, Nan. Partner kerja di OSIS. Beda banget sama lo."
Kinan memainkan jari-jarinya, tidak tau harus membalas bagaimana. Selama ini ia melihat Rikas sangat dekat dengan Sivia. Mereka sering video call saat malam hari.
"Lo mau tau sesuatu gak, Nan?"
"Apa?"
"Janji ya jangan kasih tau Rikas?" Sivia menyodorkan jari kelingkingnya, meminta Kinan untuk berjanji.
Dahi Kinan berkerut, ia menautkan jari kelingkingnya dengan ragu. "Iya."
"Gue suka sama Rikas, Nan,"
Kinan tidak terkejut. Ia sudah menduga kalau Sivia menyimpan rasa dengan sahabatnya.
"Tapi gue udah move on kok, Nan," Sivia nyengir. "Gue sadar saingan gue berat. Sampe kapanpun Rikas Cuma anggep gue sebagai temen."
Sivia yang cantik seperti ini saja insecure memiliki perasaan untuk Rikas, apalagi dirinya yang hanya remahan roti. Eh, tapi dia tidak memiliki perasaan untuk Rikas kok. Mereka kan sahabatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KINAN
Teen FictionTentang mereka yang sudah saling membutuhkan. Tentang mereka yang berada dalam lingkaran persahabatan. Tentang Kinan si gadis pemalu. Tentang Rikas si ketua osis. Mungkin klise. Tetapi setiap cerita memiliki alur berbeda.