PART 26

1.2K 80 14
                                    

Pagi ini Kinan datang ke sekolah dengan mata bengkak. Semalaman ia menangis dan baru bisa tidur pukul 03.00 pagi. Hari ini Rikas tidak menjemputnya, sepertinya pria itu benar-benar marah.

"Etdah, kek tukang pijet pake kaca mata item." Celetuk Ratu yang baru saja datang. Gadis ini meletakkan tasnya diatas meja, kemudian menoleh pada Kinan. "Lo semalem diculik Satria ke Bandung ya?" tanyanya dengan mata memicing.

Kinan melepaskan kaca mata hitamnya, menunjukkan matanya yang bengkak dan wajahnya yang sembab. "Nggak," jawab Kinan.

"Muka lo kenapa? Jelek banget." Ucap Ratu. "Lo habis nangis ya? Jangan-jangan bener lo diculik Satria ke Bandung terus baru di pulangin subuh tadi. Iya kan?"

Kinan menggelengkan kepalanya. "Nggak, Rat. Satria gak nyulik gue."

"Terus lo kenapa nangis?"

"Gak papa."

"Dih, dasar cewek. Tiap ditanya kenapa, jawabnya gak papa. Padahal hatinya keiris-iris."

"Emang lo bukan cewek?"

"Ceweklah! Tapi gue gak semunafik itu. Kalo sakit, bilang sakit. Kalo seneng, bilang seneng. Jangan gak papa mulu."

Kinan meletakkan kepalanya dimeja dengan beralaskan tangan kiri. Ia memejamkan mata yang rasanya berat karena hanya tidur 2 jam. Meskipun matanya berat, tetap saja ia tidak bisa tidur. Pikirannya selalu terpusat pada Rikas. Gimana kalau Rikas menjauh? Tanpa sadar air mata Kinan keluar.

"Nan!" Ratu menepuk bahu Kinan pelan. "Lo kenapa? Kok nangis? Gue salah ngomong ya?" Ratu menutup mulutnya, takut apa yang ia ucapkan salah.

Kinan menggeleng, ia kembali duduk dengan tegak. Untung saja belum ramai anak-anak yang datang, hari ini sedang tidak ada PR jadi anak-anak kebanyakan datang mepet jam masuk. Bibir Kinan mencebik, ia mengucek pelan kedua matanya. "Rikas marah," ucapnya lirih.

"Marah sama lo?"

Kinan mengangguk.

"Gara-gara semalem?"

Kinan mengangguk lagi.

"Lo sih! Lo kenapa bisa jalan berdua sama Satria sampai ke Bandung sih? Lo tau gak, Rikas nelfon gue. Dia panik banget nyariin lo. Dikiranya lo diculik."

Bibir Kinan semakin mencebik. Ia jadi merasa bersalah pada Rikas. "Kemarin gue telat sama Satria. Terus Satria ngajak jalan-jalan, yaudah gue mau."

Pria yang menjadi objek obrolan muncul bersama dengan Reno. Satria berhenti disamping meja Kinan, alisnya terangkat. "Lo kenapa, Nan? Lo putus ya sama Rikas?"

Ratu melemparkan tatapan tajamnya pada Satria. "Diem ya, Sat, gara-gara lo Kinan nangis! Tanggung jawab!"

"Gue harus tanggung jawab gimana? Nikahin? Gue sih ayo aja." Sahut Satria santai. Satria menarik kursi milik Disa, mendekatkannya ke meja Kinan. "Gara-gara semalem ya, Nan?" Tanya Satria pelan, ia menundukkan kepalanya agar bisa melihat ekspresi Kinan lebih jelas. "Nanti gue temuin Rikas ya. Gue yang jelasin. Lo tenang aja." Satria mengusap-usap bahu Kinan.

Kinan mendongak, ia menggeleng pelan. "Gak usah." Ucapnya dengan suara serak karena berusaha menahan tangis. Kinan tidak mau menjadi pusat perhatian karena menangis.

"Beneran?"

Kinan mengangguk.

"Kalo ada apa-apa, bilang gue ya." Ucap Satria sembari beranjak dari duduknya.

"Satria."

Satria menoleh. "Iya?"

"Lo... lo masih mau temenan sama gue?"

KINANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang