Eps 40: "Adikku yang manis."

71 17 20
                                    

Selamat membaca!

"Jarang sekali Alex menangis begini? dan juga tadi katanya 'teman', dia punya?" gumam Zen sambil mendengarkan Alex menangis.

"Hah, tuan muda Alex benar-benar masih bayi boss." Lily muncul dari belakang sambil membawakan wine untuk Zen.

"... iyakan, dari penampilan memang terlihat dewasa, tapi hatinya itu manis," ucap Zen sambil memejamkan matanya.

"Itu benar," jawab Lilysl sambil menuangkan wine kedalam gelas.

"Boss, anda hanya harus minum sedikit, besok anda masih harus sekolah," ucap Lily memberitahu Zen.

"Hhmm".

Lily pun pergi keluar dari kamar Zen.

30 menit kemudian.

"Alex?"

"Hm?"

"Sudah?"

"Iya".

"Ada apa? apakah aku perlu ke Amerika menemui mu?"

"Tidak usah".

Alex menceritakan semua kejadian dari saat ia pergi kerumah Fania, dan melihat ayahnya Fania menyiksa Fania. Ibunya juga acuh tak acuh melihat Fania disiksa.

Di sela-sela Alex bercerita, Zen menangkap sesuatu yang penting.
Nama teman Alex adalah Fania? itu nama cewe kan? Alex orang yang tertutup dengan orang lain kecuali dengan 'kami'.

Memiliki teman seorang cewek apakah Alex?....

"Zen," panggil Alex.

"Eh,ya?"

"Menurut mu aku harus bagaimana?"

".... Temui saja dulu teman mu Fania itu, aku yakin sekarang dia sudah sadar, dan jangan matikan telepon nya".

"Ya".

Alex lalu pergi menuju keruang Fania di rawat, dan benar saja, hanya ada Fania sendiri di sana.
Fania juga sudah sadar.

"Fan, kau baik-baik saja?" tanya Alex langsung saat datang.

"Anjir, langsung nanyain keadaan dong!" ucap Zen dalam hati saat mendengar nya lewat telpon.

"Aku baik-baik saja, Alex terimakasih," ucap Fania sambil tersenyum.

"Benar cewek! Ah Alex kau ketahuan ku," nyengir Zen.

Setelah bertanya tentang kondisi Fania,Alex duduk di bangku yang sudah disediakan. Disana Alex dan Fania hanya diam saja.

"Ehem!" Zen meninggikan suaranya.

"Eh? Kenapa?"

"Kenapa kau diam saja, kau laki-laki kenapa kau begitu sih, dasar GAK JANTAN."

Jlebb!

Fania ikut kaget mendengar suara dari telpon itu yang berani mengatakan bahwa Alex gak jantan.

Di mata Fania, Alex terlihat sedang menahan amarahnya, sedang realita nya Alex sedang menahan malu akibat perkataan Zen.

"A-Alex?" Fania menyentuh pelan tangan Alex.

"Ya!" sahut Alex langsung, membuat Zen dan Fania kaget.

"Ppfff..." Zen berusaha menahan tawanya, dari suara saja Alex sudah ketahuan bahwa dia sedang malu-malu.

"Makasih sudah mau menolong ku waktu itu aku-"

"Gak papa."

Alex mendekat kan wajahnya ke wajah Fania, tangan nya menyelipkan rambut Fania ke telinganya.

"...tetap saja."

Fania juga ikutan malu-malu, ia kira Alex akan menciumnya.

"Aku menolong mu, karena kita 'teman'."

Fania tertegun mendengar ucapan Alex, ia lupa bahwa Alex tidak menyukai dirinya. Alex hanya berpura-pura menjadi pacarnya.

"Astaga Alex,dia benar-benar tidak berpengalaman." Zen berbicara dalam hati.

Suasana kembali hening, Alex tidak tahu harus bicara apa, karna ia melihat ekspresi Fania yang terlihat kecewa.

"Apakah aku salah bicara?" pikir Alex dalam hatinya bingung.

............
.............

"Ah, aku benci situasi begini." ucap Zen dalam hati, akhirnya ia membuka suara.

Zen menanyakan pada Alex, bukankah Alex sudah menyiapkan hadiah untuk Fania.

"Ah, iya ada di mobil!" Alex bergegas pergi keluar mengambil hadiahnya, ia meninggal kan hpnya bersama Fania.

"Hadiah? Untukku?" Fania kebingungan ia tidak menyangka Alex membawa hadiah.

"Kau senang?" tanya Zen membuat Fania sedikit kaget.

"Eh? I-iya."

"Ini kedua kalinya Alex berani memberikan seorang perempuan hadiah." Zen sengaja berbicara begitu.

"Be-benarkah, hahaha itu pasti pacarnya kan?" Fania berusaha tertawa walaupun dia merasa sakit.

"...bukan."

"Terus?"

"Dia orang yang Alex anggap sebagai ibu."

Fania terdiam sejenak, yang artinya adalah ia orang pertama dalam hal 'lain' yang diberikan Alex hadiah.

"Aku tahu yang kau pikirkan, kau memang yang pertama."

Mendengar itu pipinya memerah malu bercampur senang.

Alex akhirnya datang, membawakan hadiah untuk Fania.

"Untukmu."

Sebenarnya sekarang Fania ingin berucap terima kasih tapi mulutnya tidak sanggup saking senang dan kagetnya.

"...kau suka?"

"Tentu saja! Aku menyukai semuanya asal itu dari mu... Wahh!"

"Dia keceplosan." Zen mendengar suara Fania yang teriak kecil.

"Syukurlah, ini aku membelinya di Jepang, buka saja."

"Jepang?!"

Fania mengira jam tangan tersebut dari dalam negri ternyata itu adalah produk luar negri.

"Alex  memang yang membeli jam itu, tapi yang memilih nya adalah aku." Zen angkat bicara, ia seperti bangga ternyata Fania menyukai jam pilihan nya.

"Eh? Sungguh?"

"Iya."

"Sebenarnya siapa orang yang ada di telpon itu?" Fania yang dari tadi penasaran akhirnya mengungkapkan rasa penasaran nya.

"... dia adalah-"

"Aku kakaknya."

kata-kata Zen membuat Alex ikut kaget, ia tidak menyangka Zen mengakui dirinya sebagai kakaknya.

"Ah? Alex kau punya kakak?"

"Iya." Alex menjawab nya dengan perasaan senang.

"Aku baru tau." gumam Fania.

Nextt!!!!

Queen and Ten DisciplesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang