6. Bedtime Stories

1K 131 7
                                        

Langit gelap gulita. Bintang-bintang tertutupi awan hitam. Begitu juga bulan yang tidak menemani malam kesepian. Pukul menunjukkan tengah malam. Ilios kini sibuk berkutat dengan dokumen, mengerjakan pekerjaan yang terabaikan dan melupakan masalahnya dengan sang putri.

Sementara itu di kamar Stella. Tampak Dokter Starla tengah menulis buku harian. Dia menemani Stella yang kini tengah terbangun. Menatap kosong langit malam tidak berbintang. Gadis itu masih saja termenung dengan tatapan kosong, seakan kehilangan jiwa.

"Nona Stella. Anda mau sesuatu?" tanya dokter dengan lembut, sembari mengusap rambut panjang Stella. Pertanyaannya sama sekali tidak digubris oleh pemilik nama yang masih terpaku, tidak mendengarkan.

Stella menatap kosong langit malam yang mendung. Jiwanya tidak tersambung dengan tubuh, layaknya cangkang kosong. Koneksi kesadaran Stella terputus dengan kenyataan. Dokter Starla menghembuskan nafas, dengan ekspresi murung. Dia mengambil sisir lantas menyisir rambut Stella lembut. "Sebenarnya apa yang kamu rasakan?"

Sebenarnya apa yang kamu rasakan Stella? Itulah yang ingin ditanyakan dokter pada pasiennya tersebut. Bagian mana yang sakit? Tidakkah kamu berpikir untuk kembali?

Mungkin itu hanyalah keegoisannya agar Stella cepat pulih. Namun dia sudah cukup sesak, menatap gadis asing yang tidak pernah dia kenali. Berada dalam kondisi kacau tanpa seseorang yang mengetahui isi hatinya.

"Kamu tidak bisa begini terus. Masa depanmu masih panjang. Kamu tidak perlu takut. Banyak sekali orang yang mencintaimu. Lihatlah ayahmu." Starla tersenyum sendu, menggigit bibir bawahnya pelan. Sebenarnya apa yang ditakuti serta dialami Stella hingga menjadi seperti ini?

Bahkan jika ayah gadis ini khawatir. Keluarganya mau pun orang-orang di kediaman ini tidak ada yang bisa dipercaya, karena tidak ada yang mengetahui Stella yang sesungguhnya. Mereka hanya menganggap Stella seperti sebuah boneka cantik sempurna yang tumbuh tanpa cinta.

Padahal manusia tidak akan pernah menjadi sempurna. Itu adalah kodrat bagaimana mereka tercipta. Mengapa semua orang di kediaman ini begitu tergila-gila dengan stigma kesempurnaan? Mau bangsawan, rakyat jelata bahkan raja. Tidak ada yang bisa sempurna.

Atmosfer ruangan yang sunyi menetapkan suasana kelabu melankolis. Dokter menghembuskan napas memeluk gadis itu simpati. "Jangan menyerah. Kamu pasti bisa bertahan."

Starla nampak terdiam sesaat, pikirannya berterbangan hingga sampai pada suatu kisah yang menarik. "Apakah kamu mau mendengar satu kisah?" tanya dokter tiba-tiba. Stella tidak menyahut, juga tidak menjawab. Walau tanpa persetujuan, dokter sepertinya sudah berniat untuk menceritakannya.

Starla mulai membenarkan posisi duduk, kembali menyisir rambut perak milik Stella. Lantas dia memulai cerita. Sebuah kisah kecil yang hanya diketahui oleh dirinya dan orang terdekat.

"Ini adalah kisah sederhana. Tentang sepasang saudara, rahasia tersembunyi, serta kisah cinta yang rumit. Bukan kisah yang luar biasa, tapi kamu bisa mengambil pelajaran dari padanya." Dokter membuka kisah tersebut dengan penuturan lembut hingga mulai memasuki kisah itu sendiri.

"Suatu hari, hiduplah dua kakak beradik yatim piatu. Mereka berdua hidup di jalanan kota yang keras. Tanpa rumah, tanpa makanan. Mereka masih bisa bertahan hidup, dengan belas kasihan orang-orang disekitarnya.

Jika kehujanan mereka akan menumpang berteduh di toko Tuan
Baik Hati. Jika lapar mereka akan mengambil sisa-sisa makanan dari toko roti milik Koki Tampan. Setiap hari mereka akan mencari uang dengan mengemis atau menjual bunga.

Pada suatu hari, sang Kakak bertemu Dokter yang sangat pintar. Dia bisa mengetahui apapun penyakit dimiliki orang-orang dengan pengetahuan yang luas. Dia juga memberikan obat yang langsung menyembuhkan penyakit para pasiennya.

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang