24. Crown Prince

479 53 26
                                    

Putra Mahkota mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Tidak peduli jika itu menorehkan kata pengecut baginya sebagai penerus takhta selanjutnya. Bahkan tanpa harus memperhitungkan, dia sudah mengetahui pasti akan kekalahannya dalam pertarungan melawan Archduke.

Kesalahpahaman yang baru saja terjadi itu tentu saja bukan rencananya, atau bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya. Kondisi dan waktu yang salah, mempertemukan mereka dalam kesalahpahaman juga bencana ini.

Bahkan jika dikatakan, Putra Mahkota hanya ingin bersikap baik dengan memberi salam pada Putri Scheinen. Hanya sebagai sopan santun belaka. Tentu saja dia tidak menyangka kejadian seperti tadi akan terjadi.

Jika saja dia tahu akan kondisi Putri Scheinen. Dia tidak akan mencoba mendekatinya bahkan berniat berbasa-basi ringan. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Tapi menurutnya putri bukanlah gadis yang dia kenal, karena kepribadiannya jauh berbeda dari pertemuan terakhir mereka.

Archduke mendekati Putri Scheinen yang sudah tidak sadarkan diri, dengan perlahan dan pasti dia mengangkat tubuh putrinya untuk dibaringkan ke tempat layak. "Kamu tidak boleh pergi sebelum kita membahas hal ini." Suara dengan nada rendah itu membuat bulu kuduk Putra Mahkota meremang.

Sebagai jawaban, Putra Mahkota mengangguk pelan. Berdiri terdiam di tempat awal. Bahkan pangkat Putra Mahkota tidak bisa mengalahkan kekuatan Archduke Scheinen. Putra Mahkota sadar diri, bahkan jika dia Putra Mahkota, atau sebut saja pewaris takhta berikutnya. Kedudukannya tetap di bawah Archduke, yang memiliki otoritas lebih tinggi di banding pangeran atau putri.

Setelah menunggu beberapa lama dengan suasana canggung para pelayan yang menemani Putra Mahkota di tempatnya berdiri. Archduke kembali dengan tatapan tajam yang tidak bisa dihindarkan

"Kenapa kamu ada di sini?"

"Saya datang menemui Amaris untuk membicarakan hal penting."

"Kenapa kamu mendekati putriku?"

"Saya hanya ingin menyapa."

"Sebutkan kronologi kejadian."

Putra Mahkota menjawab apa adanya, sudah jelas, kini dirinya diinterogasi secara terang-terangan di hadapan semua orang tanpa pembelaan. Padahal bahkan tanpa diberitahu pun semua orang yang hadir tahu jelas, bahwasanya ini semua bukanlah
kesalahan disengaja. Dengan sabar dia menjawab satu persatu pertanyaan yang diajukan hingga Archduke yakin dia bisa dilepaskan.

"Hari ini kamu bisa selamat. Tapi, tidak di lain waktu."

Archduke memberikan ancaman serius yang langsung disanggupi oleh Putra Mahkota. Lagipula dia tidak mau mengalami kejadian yang sama seperti sekarang. Bisa-bisa martabatnya sebagai Putra Mahkota hancur. Dan hari ini pun Putra Mahkota mendapatkan pelajaran berharga yang tidak bisa dia ketahui di tempat lain, bahwasanya harga diri keluarga kerajaan tidak begitu berarti bagi Keluarga Scheinen.

Dulu dia selalu heran dengan sang ayah yang selalu berinisiatif duluan entah itu menyapa atau mendekatkan diri dengan Keluarga Scheinen yang terkesan memaksa. Dia selalu menganggap ayahnya menyedihkan, walau sekarang dia baru tersadar betapa tidak dihargainya Keluarga Kerajaan di mata Scheinen.

Putra Mahkota menyentuh pipinya yang nyeri, ya, bekas cakaran Putri Scheinen masih terdapat di sana. Tidak mau berlama-lama lagi, dia memberi salam, berpamitan dengan sopan. Walau Archduke hanya menjawab dengan anggukan dan intonasi dingin.

Untuk sebentar, sebelum benar-benar pergi. Putra Mahkota berniat bertanya pada Archduke apa yang terjadi dengan Putri Scheinen sampai bisa bersikap demikian dan apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Stella menyerangnya tanpa alasan? Atau mengapa kepribadian putri berubah? Namun, merasakan tatapan Ilios yang tidak bersahabat, mau tidak mau dia harus segera kembali ke istana.

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang