Pria gagah penuh karisma itu berjalan tegap. Wajah menawannya begitu memikat bagi siapa saja yang menatap. Aroma mint yang melekat pada tubuhnya tercium menenangkan. Membuat pesonanya semakin bertambah. Jika saja orang tidak tahu siapa pria tersebut. Mungkin mereka akan mengira dia adalah seorang pemuda berkepala tiga yang penuh pesona.
Namun nyatanya dia sudah mau menginjak umur empat puluh. Dengan memiliki dua anak yang sudah menginjak usia dewasa. Pria itu bernama Ilios Scheinen. Satu-satunya Archduke di kerajaan Bhav-bhooti.
Kini Ilios tengah menuduk hormat, menghadap pemimpin negeri Bhav-bhooti. Yang Mulia Raja Blitz Damarion. "Salam, Yang Mulia." Ilios memberikan salam formal pada pria yang tengah duduk di atas singgasana.
Sang Raja yang mendengar salam tersebut tersenyum ramah. "Apa kabarmu Ilios? Lama tidak jumpa. Aku pikir kamu sangat sibuk belakangan ini." Blitz membalas hangat pada teman lamanya itu, mereka memiliki usia yang sama, mendekati usia paruh baya. Jadi bagi sang Raja tidak masalah bersikap ramah pada temannya itu.
"Saya pikir kita tidak sedekat itu. Hingga Anda bisa memanggil nama saya sesuka hati." Ilios menjawab kaku dengan serius membuat Raja terlihat kurang senang. Raja melambaikan tangan. "Kamu terlalu kaku. Membosankan. Oh ya, bagaimana kabar anak-anakmu? Terakhir kali aku melihat putrimu saat debutnya di pergaulan kelas atas dua tahun lalu." Pria berdarah kerajaan itu kembali melontarkan pertanyaan akrab.
"Mereka hidup dengan baik. Anda tidak perlu khawatir." Lagi-lagi, dengan formal Ilios menjawab. Pria berdarah dingin itu merasa tidak perlu berbasa-basi dalam urusan pekerjaan karena dirinya adalah orang yang sang profesional.
Tampak sebal sang Raja menghembuskan nafas panjang. "Ya, ya, ya. Kamu tidak berubah sama sekali. Selalu kaku dan lurus. Aku pikir kita teman akrab. Hay, kita bahkan sudah menjalin hubungan sedari dalam kandungan. Tapi sedikit pun kamu tidak berubah." Geleng-geleng kepala raja tertawa dengan ucapannya sendiri. Lantas melihat respons datar Ilios dia berdehem sebelum kembali serius.
"Baiklah, bagaimana dengan wilayah perbatasan Ilios? Aku dengar beberapa pemberontak mulai mengacau. Apalagi di bagian Utara. Apa kamu sudah menyelesaikan mereka?"
Ilios yang mendengar pertanyaan itu menegakkan tubuh dan menjawab. "Kami sudah memantau gerakan mereka semenjak tiga bulan yang lalu. Para pemberontak yang mulai bergejolak di wilayah utara sudah kami selesaikan. Namun masih ada beberapa pemberontak yang masih belum ditemukan. Mereka melarikan diri."
"Saat kami melakukan pengejaran. Kami menemukan di sebagian wilayah kerajaan ternyata para pemberontak tersebar dan mengusulkan propaganda sesat. Masyarakat yang sudah mulai terhasut. Membuat kelompok untuk menentang faksi kekaisaran dan bangsawan."
"Namun dengan cepat kami sudah menangkap para pemimpin kelompok dan menginterogasinya. Dari informasi yang didapat. Mereka melakukannya karena dibayar seseorang.
"Sekarang kami masih menyelidiki. Siapa yang bergerak di balik pemberontakan yang ada. Namun kami masih belum menemukan titik terang. Karena bawahan dari sang pemimpin langsung membunuh dirinya sendiri sebelum dapat kami interogasi. Itu saja untuk saat ini yang bisa saya sampaikan." Ilios mengakhiri laporannya.
Blitz mengangguk pelan, menegakkah tubuh. "Bagus, terus selidiki kasus ini. Jangan sampai mereka melakukan kerusakan yang lain," perintahnya.
Ilios mengangguk paham. Kasus ini cukup penting, jika terus berlangsung bisa meresahkan masyarakat luas. Setidaknya sebelum akhir tahun kasus ini harus berakhir sebelum pemberontakan menyebar luas.
"Oh ya, berhati-hatilah dengan wilayah selatan. Kamu punya rumah peristirahatan di sana bukan? Aku hanya ingin memperingatimu. Baru saja kemarin Marquiss Anaan mengatakan para bandit di sana mulai bertingkah. Karena itu untuk sementara lebih baik kamu tidak pergi ke sana," ujarnya menasihati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flocken
Ficción histórica[ Juara 2 dalam event Writing Award 2022] Drama - Historical Setelah mendapatkan pengabaian dari keluarganya selama sepuluh tahun. Stella Scheinen--gadis bangsawan yang sempurna hendak pergi mengasingkan diri untuk mencari arti hidup sesungguhnya. ...