35. Truth

482 47 48
                                    

Dokter Starla keluar dari kamar Stella setelah membuat gadis itu tertidur lelap dengan obat tidur yang dia taruh di gelasnya. Kejadian tadi benar-benar membuat dadanya sesak, bisa-bisanya dia kelolosan dengan ciri-ciri depresi yang jelas seperti putri. Untung saja Archduke berhasil menyelamatkan putri.

Ah, benar. Archduke. Pria yang selalu berusaha melakukan yang terbaik, dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka terjatuh langsung ke tanah. Mereka tidak akan mati, tapi akan mendapatkan luka serius, seperti patah tulang dan lainnya. Untung saja mereka terjatuh di atas semak-semak. Walau perut pria itu yang harus menjadi korban.

Selain aksi heroik tadi, masih ada yang harus dibahasnya selain putri yang mengalami depresi parah. Yakni bagaimana Archduke bisa berubah menjadi wanita. Itu sungguh di luar nalar dan logika. Tapi jika saja benar begitu. Itu semua mengingatkan wanita karir tersebut akan kisah lama yang selalu diceritakan sang paman.

Tentang satu-satunya orang yang bisa menciptakan suatu kemustahilan karena kepintarannya yang di luar batas manusia normal. Seorang genius yang lahir satu abad sekali. Karena alasan itu, walau sedikit gusar dia menghampiri kamar Archduke untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tok, tok, tok.

"Siapa?"

Dari dalam ruangan suara Archduke terdengar lemah. Tapi baginya pertanyaan ini amat penting untuk mencari tahu jawabannya. Dengan menarik napas panjang dia mulai bersuara. "Ini Dokter Starla. Bisa bicara sebentar, Yang Mulia?"

Pintu ruangan terbuka oleh Ketua Pelayan yang baru saja selesai mengobati luka di perut pria dengan surai perak tersebut. Dengan setengah telanjang dia duduk di atas kasur dengan perut dibungkus perban. "Silakan, masuk. Maaf atas kondisiku yang buruk."

"Tidak masalah, Yang Mulia."

Ketua Pelayan membawa kursi untuk gadis itu duduk di hadapan ranjang Archduke. Dokter dengan senyuman kecil tanda terima kasih segera duduk, dia tidak bisa menahan diri untuk mengagumi kamar dengan hiasan perak di sepanjang hiasan dan furnitur yang menghiasi kamar. Kamar seorang Archduke memang memiliki kelas yang berbeda.

Di samping ranjang, tanpa sadar dia menatap tiga potret yang terpajang di atas nakas samping ranjang. Potret pertama berisi potret Archduke dengan mendiang Archduchess. Di potret kedua terdapat Putri Scheinen dengan seorang wanita tua dengan gaun sederhana, yang diidentifikasi olehnya sebagai Ibu Pengasuh. Yang terakhir, terdapat potret Ketua Kesatria Aencas, bersama pria surai biru tua yang membuatnya tidak bisa menahan rasa terkejut.

"Dokter? Apa kamu baik-baik saja?"

"Dokter?"

Archduke bisa menatap kilat kemarahan pada kedua netra wanita di hadapannya yang mulai mengepalkan tangannya kuat. Ada apa dengan dokter ini? Dengan perlahan dia ikut menatap potret yang dilihat dokter. Potret sang putra dengan sahabatnya. Apakah dokter memiliki masalah dengan putranya?

"Dokter?"

"Ma- maaf. Yang Mulia. Anda tadi bilang apa?"

"Apa Anda baik-baik saja?

Dokter berusaha tersenyum, kepalanya menggeleng lemah dengan senyuman kecil. "Ya? Saya baik-baik saja. Apa saya boleh bertanya akan potret ini?" Wanita itu tidak bisa menahan diri akan keterkejutannya dengan yang lain. Sungguh. Kediaman ini sungguh menyenangkan membuatnya terkejut setiap waktu tanpa jeda.

"Oh, siapa? Apakah pria dengan surai biru tua ini? Dia adalah sahabat putraku. Namanya Leonardo. Apakah kamu mengenalnya?"

Dokter menggigit bibirnya tidak percaya. Tangannya yang bergetar dengan wajah memerah diliputi amarah membuka potret terlipat yang tersimpan di saku jasnya. Dengan perlahan dia memberikan pada pria di hadapannya. "Apa ini?"

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang