25. Knight of Aencas

466 47 10
                                        

Suara teriakan seorang gadis menggema, terdengar di seluruh Kediaman Scheinen. Semua orang hanya bisa mengusap dada lembut, sudah dipastikan jika suara itu berasal dari putri.

Sedang yang lain memaklumi perbuatan putri dan kembali tenang. Archduke yang waspada langsung terburu, berlari cepat menuju tempat putrinya berada. Setelah memutari banyak ruangan diikuti Kepala Pelayan yang terengah-engah, dia menemukan putrinya di ruang keluarga sedang ditahan para dayang untuk mendekati perapian.

"Ada- ada apa?" Napasnya putus-putus bertanya pada dayang yang langsung menunduk hormat segera menjawab. "Ah, itu, Yang Mulia..," Sang dayang pun menjelaskan perkara putri yang tadi malah bersenang-senang memainkan arang bekas kayu terbakar. Tentu saja itu bisa menjelaskan pakaian dan wajah penuh noda hitam di tubuh gadis tersebut.

Walau sekarang penampilan Putri kacau, tapi semua masih baik-baik saja sebelum para dayang memaksanya untuk berhenti. Karena dihentikan secara paksa oleh para dayang sebelumya, itulah yang membuatnya berteriak histeris tidak karuan.

Pria berstatus Ayah itu langsung menghela napas lega. Dia menyuruh para dayang mundur membiarkan Stella bermain dengan arang yang langsung diikuti oleh para dayang. Saat gadis itu dilepaskan, dengan senyum berseri, dia langsung segera bermain arang kembali dengan raut wajah senang.

Dengan hembusan napas berat dia mengusap wajah tertawa kecil, lantas mendekati putrinya tersebut secara perlahan. Membiarkan debu arang ikut mengotori pakaiannya. "Hm, kamu senang bermain arang, 'Nak?"

Stella tidak menjawab, malahan kini dengan cepat dia mulai melemparkan arang tersebut pada sang ayah bahkan hingga mengotori wajah tampannya. Lantas tanpa aba-aba gadis itu langsung tertawa kencang menunjuk-nunjuk pria itu dengan riang.

Dia hanya bisa tersenyum melihat putrinya yang tertawa lebar. Dia pun mendekati dengan pelan, lantas ikut bermain mengoleskan debu arang pada gadis cantik tersebut dengan kekanakan. "Kamu pikir hanya kamu yang bisa bermain, huh? Oh, tidak, 'Nak. Aku akan mengalahkanmu."

Gadis itu tidak mengerti, tapi tertawa lebar, lantas bermain dengan gembira hingga mengotori hampir satu ruangan yang membuat Kepala Pelayan memijat kepalanya nyeri. Ayah-anak ini benar-benar tidak bisa dibiarkan, menyela kesenangan tersebut, Kepala Pelayan mengingatkan Tuannya pada jadwal hari ini yang dibalas anggukan cepat.

"Ah, aku harus pergi. Jaga kesehatanmu, 'Nak. Dan untuk kalian, biarkan Putriku melakukan segala hal yang dia inginkan selagi tidak berbahaya. Apa kalian mengerti?"

Para dayang mengangguk, mengiyakan tanda mengerti. Puas akan hal tersebut Archduke segera berdiri dan meninggalkan ruangan untuk segera bekerja, dengan hangat sebelumnya dia mengecup dahi putrinya sebelum beranjak pergi.

"I.. i.. i...," Stella tergagap berbicara dengan wajah rumit. Namun, dia tidak lagi melanjutkan ucapannya lantas segera bangkit dan kembali mengelilingi Kediaman Scheinen.

.

.

.

Amaris beserta Kesatria Aencas berbaris gagah di lapangan camp. Dirinya berdiri di hadapan barisan yang berjajar tegap, sembari menunggang kuda dia mengomando pasukannya yang berharga. Di sisinya tanpa absen, Leo, sahabatnya berdiri dengan pandangan tegas yang tajam.

"Wahai para Kesatria Aencas! Kalian berdiri di sini sekarang adalah tindakan mulia dan pemberani seorang prajurit. Kita semua memegang sumpah setia pada kerajaan untuk setia dan mengabdikan seluruh hidup untuk negara."

"Bangkitlah prajurit terhormat! Kalian adalah pelindung terhebat yang akan dikenang oleh sejarah. Para pemberontak di luar sana tengah berkeliaran mengacaukan setiap desa juga kota yang mereka singgahi. Mereka membunuh, memanipulasi, mencuci otak para korban yang tidak bersalah."

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang