Epilog

1.1K 51 130
                                    

"SAYA! AKAN PERGI SENDIRI!"

"ITU TIDAK AMAN!"

"Saya sudah besar, oke? Hentikan perdebatan ini, lagipula saya juga bisa mengendarai kuda."

"Itu berbahaya. Kamu harus paham itu."

"Akh! SAYA MOHON BIARKAN SAYA PERGI SENDIRI!"

"TIDAK AKAN!"

Dokter Starla menarik kuda bersurai coklat sembari menatap perdebatan antara ayah dan putrinya. Dia yakin kali ini putri tidak akan bisa menang. Melirik sekelilingnya, dia melihat Amaris yang menarik dua kuda bersurai hitam dan abu dari kandang kuda. "Untuk Archduke dengan Putri?"

Amaris menggeleng pelan, matanya melihat perdebatan yang diakhiri umpatan adiknya. "Kuda hitam ini untuk dipakai keduanya berdua. Sedangkan yang abu akan kugunakan sendiri. Stella tidak bisa dibiarkan sendirian."

Dokter Starla tertawa mendengarnya, kedua orang ini terlalu overprotektif. "Kasihan, Putri. Sepertinya sekarang dia dikelilingi orang-orang overprotektif. Jangan terlalu mengekangnya. Pasti beliau tidak akan suka."

"Ya, tapi aku tidak bisa mempercayai keselamatannya aman jika dia sendirian."

"Anda sekarang Kakak perhatian?"

"Tentu saja, iya. Dia adikku. Kamu bodoh atau apa."

Amaris bergumam sebal, mau bagaimana pun walau adiknya menyebalkan. Gadis itu tetap adiknya. Jadi tidak ada yang boleh berani-berani menyakitinya. Sedangkan wanita di samping pemuda itu tertawa kecil melihat perkembangan keluarga ini. Harus diakui sangat menakjubkan.

"Kemarikan kudanya. Ayah akan membawa Stella bersama Ayah." Ilios menghampiri Amaris dengan raut lelah, sepertinya pria itu memakan banyak tenaga untuk bertengkar dengan putri tercinta. "Ya, sepertinya sangat menyenangkan harus menghabiskan waktu dengan Ayah bodoh seharian di atas kuda yang sama."

"Stella. Sudah cukup. Sekarang kita berangkat. Terserah padamu jika mau mengomel sepanjang perjalanan. Tapi kita harus memakan waktu setengah hari untuk sampai." Amaris berbicara mulai menaiki kudanya disusul oleh yang lain dengan segera. Stella yang kini sudah berdua bersama ayahnya di atas kuda yang sama menghela napas memutar bola matanya malas. "Saya sungguh benci ini."

"Baiklah. Kita berangkat."

Tiga kuda melaju kencang menuju daerah terpencil yang dikenal sebagai, Desa Themes. Letaknya cukup jauh dari ibukota menuju pinggiran negeri yang dipenuhi rawa dan juga memiliki hutan kematian yang dilarang untuk dimasuki.

Beberapa kali mereka singgah untuk beristirahat di desa-desa menuju tempat tujuan dengan tudung coklat menutupi penyamaran. Lagipula mereka tidak bisa terburu-buru karena sepertinya para pria mengkhawatirkan kondisi putri.

Setelah setengah hari memecut kuda tanpa henti. Akhirnya mereka tiba di depan desa kecil yang hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Dokter Starla dengan percaya diri turun dari kudanya memberikan tanda pengenal untuk membiarkan mereka masuk pada penjaga pos.

Penjaga pos menatap mereka dengan teliti. Untung saja mereka semua kini menggunakan jubah untuk menutupi identitas asli mereka. Penjaga yang menatap kartu pengenal tersebut mengernyit menatap orang di hadapannya yang terdiam mencurigakan. "Jupiter Cassiopeia?"

"Benar. Dia adalah Paman saya."

Penjaga itu menatap kartu pengenal dan wanita di hadapannya bergantian. Merasa tidak pasti dengan pembuktian sederhana akhirnya dia kembali menuntut bukti yang lain. "Untuk penyelidikan, tolong buka tudung kepala Anda."

Dokter Starla hanya bisa menghela napas, lantas membuka tudung kepala. Melihat wajah yang mirip dengan tanda pengenal miliknya, penjaga itu mengiyakan dengan anggukan puas dan memberikan izin masuk. Sebelum benar-benar akhirnya mereka melewati perbatasan Desa Themes. Penjaga itu bertanya tentang siapa orang-orang yang bersama dengan Starla.

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang