Noda darah dengan bau amis menyengat menempel pada pakaian Ilios. Pria itu terduduk diam dengan ekspresi kosong. Hatinya begitu hampa dengan penyesalan yang membuat dadanya sesak.
Di atas genangan mayat kotor penjahat. Ilios masih terdiam, terpaku, dengan desahan lelah panjang. Amaris terdiam, tidak mengatakan apapun. Dia hanya memperhatikan sang ayah yang mulai mendapati kesadarannya secara perlahan.
"Ayah, aku turut berduka atas apa yang dialami Stella." Singkat dan jelas. Itulah kalimat yang dilontarkan Amaris. Pria dengan status kakak dari Stella berujar dengan tampang datar.
"Aku akan memanggil Sky." Tanpa kata-kata lagi. Amaris langsung pergi, meninggalkan Ilios sendiri.
Ilios masih terdiam. Pikirannya mulai kalut. Kesadarannya sudah kembali. Dia sudah tidak tahu, apa yang dia lakukan ini sebanding dengan penderitaan putrinya saat ini.
Pria dengan surai perak, kembali memasukkan pedang berlumuran darah pada sarung. Lantas dia mulai bangkit, menatap dengan hina tumpukan mayat kotor di hadapannya, jijik.
Dengan langkah perlahan dia mulai menaiki anak tangga. Kembali menuju kediaman Scheinen. Di tengah jalan menuju kamarnya. Ketua pelayan menghampiri Ilios. Pria tua dengan seragam butler, menuntunnya menuju ruang ganti.
"Yang Mulia, Dokter Starla ingin berbicara secara khusus dengan Anda. Ini mengenai kondisi Nona Stella saat ini," ucapnya mengambil pakaian kotor yang baru saja dilepaskan majikannya.
Manik ungu dengan sorot lelah mengangguk singkat. Sembari mulai membersihkan tubuhnya yang kotor dari darah. Dengan cepat dia kembali ke hadapan ketua pelayan, mengeringkan tubuh dan mengenakan pakaian bersih.
"Antar aku menemuinya." Setelah selesai membersihkan diri, ketua pelayan mengangguk, segera menuntun Ilios ke ruang tunggu.
Mereka berdua berjalan melewati koridor. Beberapa pelayan yang berpapasan menunduk, memberi hormat kepada tuan rumah. Hingga akhirnya mereka sampai, menemukan wanita dengan jas dokter, duduk menunggu mereka hadir.
Dokter bernama Starla berdiri memberi hormat. Ilios mengangguk, keduanya lantas duduk saling berhadapan, menatap satu sama lain dengan intens. "Bagaimana keadaan putriku?" tanya Ilios.
Starla menghembuskan nafas pelan. Tampak sekali, ekspresi sedih terpasang di wajah wanita pirang tersebut. Sedang Ilios yang mendapat respons demikian menegak ludah, sudah pasti yang akan dia dengar bukanlah kabar baik.
"Yang Mulia. Kondisi putri benar-benar buruk. Tubuhnya memiliki banyak luka, terutama pada daerah intim. Saya bahkan tidak berpikir bahwa putri bisa selamat pada awalnya." Starla menjelaskan dengan emosional membuat Ilios mengepal tangannya erat, menyadari kembali kelalaiannya.
"Namun, sepertinya Tuhan berkehendak. Putri berhasil melewati masa krisis. Tapi, begitu pula dengan tubuh putri yang memiliki banyak luka. Psikologi putri juga memiliki gangguan."
"Apa maksudmu?" Ilios mengernyit mendengar penuturan dokter. "Maksud Anda putri saya kehilangan akal?" tambah Ilios tidak percaya dengan emosi.
Dokter Starla menggeleng pelan, sudah jelas kabar yang dia bawa tidak akan diterima dengan mudah oleh pria di hadapannya. "Bukan seperti itu, Yang Mulia."
"Saya telah lama menjadi seorang dokter, Yang Mulia. Sebelumnya, saya pernah menangani pasien dengan gejala serupa." Starla dengan hati-hati menerangkan, berusaha mengendalikan ekspresinya sebaik mungkin.
"Bisa Anda lihat sendiri. Bagaimana sikap putri saat baru tersadar dari masa krisis. Emosinya tidak stabil. Kemungkinan besar putri trauma atas apa yang dia lalui. " Ilios mendengarkan dengan serius. Berusaha mencerna kata demi kata yang dijelaskan dokter. Setidaknya jika dia tidak bisa menolong sang putri secara langsung, dia bisa mengetahui kondisi putrinya saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flocken
Historical Fiction[ Juara 2 dalam event Writing Award 2022] Drama - Historical Setelah mendapatkan pengabaian dari keluarganya selama sepuluh tahun. Stella Scheinen--gadis bangsawan yang sempurna hendak pergi mengasingkan diri untuk mencari arti hidup sesungguhnya. ...