"Selamat datang!"
Stella berseru ceria memeluk tubuh Juliet yang baru saja datang di depan pintu kamar. Juliet yang mendapatkan perlakuan putri manisnya tertawa kecil memeluk balik. "Apa yang Kamu lakukan sedari tadi?" tanya Juliet memasuki kamar.
Keduanya berjalan beriringan lantas duduk di atas sofa. Kemudian pelayan berdatangan menuangkan teh ke dalam cangkir dan menghidangkan dessert untuk keduanya. Sementara kini Stella yang sedari tadi menanti kedatangan Juliet mulai bercerita antusias. "Kamu tahu, Aku melukis sedari pagi hingga siang, 'kan?"
Juliet yang mendapatkan tingkah kekanakan tersebut tertawa kembali mengacak rambut Stella gemas. "Benarkah? Seindah apa lukisan yang Kamu buat?"
Stella yang mendengarnya tersenyum imut dengan lesung di salah satu pipinya menampilkan deretan gigi yang muncul ketika dia tersenyum lebar. Dengan bangkit secara terburu dia segera berlari kecil mengambil lukisan yang masih basah dekat jendela dengan remang cahaya di sana agar lukisannya kering.
Stella dengan jahil menyembunyikan lukisannya dibalik tubuh dan berseru kecil. "Tutup matamu! Ini adalah kejutan!" Juliet lagi-lagi tertawa kecil mulai menutup matanya dengan jemari. "Sudah?"
Stella kembali menatap lukisannya, melihat ada yang kurang dia segera mengambil kuas dan cat yang dibutuhkan dengan cepat. "Belum! Jangan mengintip. Jika Kamu mengintip ini tidak akan jadi kejutan." Stella berbicara dengan nada awas sembari tangannya bergerak cepat memperbaiki lukisannya.
Juliet menahan tawa, namun deretan gigi rapih terlihat darinya menanti kejutan atas lukisan yang putrinya ciptakan. Sedikit penasaran, dengan jahil dia mengintip dari jari jemari tangan.
"Nona Juliet! Jangan mengintip!" Dokter yang melihat interaksi antara pasien dan temannya tampak berada di pihak pasiennya. Dengan ikut-ikutan menjaga kejutan sang putri.
"Juliet! Sudah kukatakan jangan mengintip." Stella yang mendengar peringatan dokter mendengus seperti tupai kecil dengan tangan yang bergerak cepat kembali mencampurkan warna.
Juliet menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya, melirik kesal dokter. "Siapa yang mengintip? Dokter saja yang salah lihat." Juliet tidak mau mengaku sama sekali menuduh dokter yang salah dalam hal ini.
Para perawat yang berada di ruangan tertawa mendengarnya bersamaan dengan sang dokter. Sangat asyik menonton interaksi pertemanan kedua wanita tersebut. Karena di banding pertemanan. Hubungan mereka terlihat seperti orang tua yang mengasuh anaknya.
Juliet lagi-lagi dengan nakal mengintip. Kali ini bukan dokter yang memergokinya tapi Stella sendiri yang langsung mengerutkan dahi berseru kecil. Sementara wanita kepala tiga itu hanya bisa tersenyum tanpa dosa. "Huh, untung saja sudah selesai. Jika tidak Kamu pasti akan mengacaukan kejutannya." Stella bertingkah layaknya anak kecil, merajuk dan berbicara sendiri.
Setelah menatap lukisannya yang sudah selesai. Stella menggantung lukisannya di papan dan menutupnya dengan kain merah lebar, sebelumnya dia meniup kecil lukisan tersebut agar lebih kering sebelum ditutup. Dengan seksama dia memutar lukisannya ke hadapan wanita itu sebelum kembali duduk di samping Juliet. Di depan mereka, lukisan di tutupi kain merah terlihat misterius terpampang membuat wanita itu semakin penasaran.
Juliet menopang dagu, otaknya berpikir dengan keras sebelum berbicara mencoba menebak lukisan apa yang ada di hadapannya. "Apa kamu melukis langit?"
"Tet.., salah." Stella menggeleng keras tersenyum jenaka dengan deretan gigi yang mengintip imut.
"Lalu apa?"
Merasa tidak bisa menebak lagi Juliet pasrah dengan Stella yang kini tersenyum lebar, lantas mulai berhitung hingga tiga. Aba-aba bagi pelayan untuk membuka kain penutup lukisan di hadapan mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flocken
Historical Fiction[ Juara 2 dalam event Writing Award 2022] Drama - Historical Setelah mendapatkan pengabaian dari keluarganya selama sepuluh tahun. Stella Scheinen--gadis bangsawan yang sempurna hendak pergi mengasingkan diri untuk mencari arti hidup sesungguhnya. ...