Juliet tersenyum cerah. Tatkala melihat gadis cantik persis mirip dengannya tengah terdiam sembari melukis di dekat jendela. "Apa yang Stella lakukan?" tanya Juliet pada dokter yang tengah dalam perasaan baik semenjak kehadiran Juliet.
"Ah, kebetulan Anda datang. Saya pikir putri mendapatkan kesadaran mengatur psikisnya sedikit demi sedikit. Lihatlah, baru tiga hari putri tidak mengalami tekanan trauma. Beliau sudah bisa mengatur emosinya saat ini." Starla menerangkan dengan raut wajah bangga. Dia benar-benar yakin, kali ini pasiennya bisa segera sembuh jika keadaan terus menerus begini.
Juliet yang mendapati hal tersebut kembali tersenyum. Tidak sia-sia dia menjadi wanita. Membuat putrinya kembali bangkit dengan caranya sendiri. "Stella, apa yang kamu lukis?" Juliet mendekati Stella yang masih tidak menanggapi. Stella hanya sibuk dengan lukisan di depannya. Tangannya dengan leluasa mencampurkan warna di sana-sini.
"Sepertinya putri masih tidak menyadari keberadaan orang lain. Karena itu beliau masih belum bisa berkomunikasi. Namun, perkembangan yang paling bagus adalah, beliau bisa mengekspresikan apa yang dia inginkan." Dokter menerangkan dengan hati-hati. Itu adalah kebenarannya, karena mental putri belum sembuh secara sempurna.
"Lihatlah, saya sudah menyiapkan berbagai benda semenjak putri memiliki emosi yang stabil. Baru kali ini dia memilih barang-barang tersebut. Yaitu perlengkapan melukis." Dokter melanjutkan penjelasannya pada Juliet dengan mata berbinar. Terlihat dokter itu terlihat begitu senang dengan perkembangan sang putri.
Juliet tampak senang dengan apa yang terjadi. Walau putrinya tidak membalas apa yang dia ucapkan. Tapi dia bisa melihat putrinya berkali-kali lebih baik dari sebelumnya. Dia mulai berkembang dengan signifikan dalam hal positif.
Pertama-tama Stella mencampurkan warna merah pada lukisan, lalu putih, hitam, biru dan warna lainnya. Walau warna di campurkan dengan acak pada tempat lukis. Lukisan itu tampak indah dan bernuansa elegan juga bernilai tinggi. Lukisan abstrak dengan warna tenang yang indah. Lukisan khas yang turun dari mendiang sang ibu.
Starla sibuk memperhatikan Stella. Tangannya dengan cekatan menulis buku catatan harian yang dia bawa kemana pun dia berada. Tampak sekali buku itu sudah penuh tiga perempatnya.
Sedangkan Juliet hanya diam, duduk di samping Stella. Sesekali dia membersihkan cat yang mengenai wajah dan rambut gadis dengan iris darah tersebut. Juliet sesekali berbicara. Bercerita tentang wanita berambut emas yang mampu memikat wanita atau pun pria yang sedang bersamanya.
Tampak sekali kalau Stella tidak merasa terganggu akan kehadiran Juliet. Bahkan secara tidak langsung dia menerima kehadiran Juliet dengan menunjukkan perkembangan pesat pada dirinya saat ini.
Dua jam tiga puluh menit berlalu dengan cepat. Seperti biasa Juliet pamit pergi. Dokter Starla dengan sedih mengantar Juliet pada pintu keluar. Padahal dokter yakin, perubahan yang dialami Stella adalah berkat Juliet yang hadir beberapa waktu ini.
Lukisan Stella tampak sudah selesai, dia tampak menepuk-nepuk samping. Seakan mencari seseorang. Namun seketika dia berhenti, ketika tidak mendapati sesuatu tidak ada disampingnya. Dokter tersenyum sedih mendekap hangat pasiennya. "Putri? Putri mencari siapa?" tanyanya lembut. Walau sebenarnya dia tahu kalau pasiennya mencari Juliet yang baru saja pergi.
Stella kembali terdiam. Lantas dia meletakkan alat melukis, berjalan sebentar hingga langsung menjatuhkan diri di atas ranjang. "Anda lelah, ya? Tidak apa-apa. Beristirahatlah. Besok Nyonya Juliet akan kembali menemui Anda." Starla mengusap lembut rambut pasiennya tersebut dengan penuh kasih sayang.
"Jika begini saya yakin Anda bisa sembuh. Anda orang yang kuat. Saya yakin dengan hal itu." Starla memotivasi gadis bersurai perak tersebut yang masih menatapnya dengan pandangan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flocken
Historical Fiction[ Juara 2 dalam event Writing Award 2022] Drama - Historical Setelah mendapatkan pengabaian dari keluarganya selama sepuluh tahun. Stella Scheinen--gadis bangsawan yang sempurna hendak pergi mengasingkan diri untuk mencari arti hidup sesungguhnya. ...