Pria dengan surai biru tua berkibar searah angin berhembus, langkahnya cepat, berlarian melintasi hutan, berusaha menghindari monster yang menjelma menjadi sahabatnya Sembari mengatur nafas dan mengelap keringat yang mengucur deras, dia menyadari kali ini dia sudah membuat lelucon yang berlebihan.
Kali ini juga dia bisa selamat karena sudah berlari jauh bersembunyi di hutan dekat Camp Kesatria. Menahan hembusan napas yang berderu cepat, jantungnya berdetak tidak karuan. "Leo~ Kemarilah~" Amaris memanggil namanya yang membuat pria itu mengepalkan tangan menahan takut dengan segala umpatan.
"Ayolah~ Apa kamu tidak ingin bermain dengan sahabatmu ini?" Suara dengan nada mengalun lembut yang asing, nada rendah yang tepat. Dari suara pria bermarga Scheinen itu saja sudah membuatnya terintimidasi.
"Leo? Kenapa kamu sembunyi? Bukankah kamu senang bermain-main?" Amaris menggusur pedang yang dia bawa. Senyum lebar mengerikan terpampang jelas, dengan mata menyipit, netranya bergulir mencari sahabatnya yang bersembunyi dalam rimbunnya hutan.
"Baiklah, sepertinya kamu ingin bermain petak umpet. Kalau begitu aku yang jaga."
Amaris menutup matanya. Lantas mulai menghitung dengan suara kekanakan, bukannya menyenangkan. Setiap suara yang dikeluarkan pria itu layaknya teror seorang monster yang mengerikan. Bahkan kini pria dengan netra biru gelapnya menggigit bibirnya kuat-kuat untuk tidak menimbulkan suara. "Satu, dua, tiga empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh."
Pemuda Scheinen kembali menyeringai, langkahnya yang pasti menjelajahi hutan di sekitarnya tempat Leo tengah bersembunyi. Pencarian Amaris layaknya bagaikan teror berhenti, tatkala suara bising terdengar dari pinggiran hutan.
Amaris mendekati sumber suara dan mengintip dari balik pepohonan. Sementara Leo yang tengah bersembunyi menahan nafas dalam-dalam. Karena tepat di samping Amaris mengintip. Dia tengah bersembunyi di sana, berdoa dalam hati agar orang itu tidak menyadari keberadaannya.
"Terima kasih kepada Kepala Pelayan yang telah mengantar saya jauh-jauh hingga ke mari." Dokter dengan rambut pirang tertutupi topi hitam membungkuk hormat.
Sepertinya hari ini adalah kembalinya dokter adiknya menuju Pusat Kedokteran. Dan melihat bagaimana kondisi saat ini, dokter itu sudah melaksanakan tugasnya dengan baik sampai-sampai dia disiapkan kereta kuda terbaik hingga pengawalan Kesatria Aencas.
Amaris menatap dengan dingin pemandangan di hadapannya, bahkan setiap gerak-gerik sang dokter hingga selesai berpamitan dan mengucapkan selamat tinggal. Bahkan hingga kereta melaju meninggalkan tempat tersebut. Amaris masih terdiam dengan perasaan campur aduk, dengan mata terpaku.
Leo yang merasa dirinya masih aman sangat bersyukur. Hingga sekonyong-konyong pedang menancap tepat pada daun telinga kanannya. Dia segera menghindar, hingga daun telinganya terselamatkan hanya tergores sedikit ujung pedang. Darah mulai mengalir dari telinganya, hingga akhirnya dia mengangkat tangan tanda menyerah.
Tidak sampai di situ. Amaris yang menemukan keberadaan Leo dengan ekspresi kosong, membalikkan cara penggunaan pedang hingga tangannya kini menggenggam bilah pedang yang tajam. Sedangkan pegangannya dia hentakan pada tengkorak sahabatnya tersebut hingga terluka mengeluarkan darah.
"Kamu tahu apa yang aku senangi dari orang bodoh seperti kamu? Bisa-bisanya masih mau mendekati, meski sudah tahu resiko besar yang harus dihadapi." Suara serak tipis menggema di telinga Leo sembari surai biru tuanya ditarik kasar.
Telapak tangan milik pria dengan netra darahnya mengeluarkan cairan merah akiba menggenggam bilah pedang hingga membasahi surai milik Leo. Sementara Leo merasa kepalanya meremang, tubuhnya sudah lemas tidak bertenaga. Perkataan Amaris adalah hal yang benar. Mengapa Amaris tidak memiliki teman selain Leo karena dia adalah pemuda yang sangat kejam. Ya, semua orang tahu bahwa pria itu menuruni sifat ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flocken
Ficción histórica[ Juara 2 dalam event Writing Award 2022] Drama - Historical Setelah mendapatkan pengabaian dari keluarganya selama sepuluh tahun. Stella Scheinen--gadis bangsawan yang sempurna hendak pergi mengasingkan diri untuk mencari arti hidup sesungguhnya. ...