33. Incident

405 38 58
                                    

Lukisan indah menggambarkan wanita menawan dengan surai emas serta iris merah yang mempesona. Lekukan emosi serta detail yang membuat lukisan itu terlihat hidup tidak bisa berhenti dipandang. Lagi-lagi Ilios tersenyum menatap lukisan mendiang istri yang tergantung di dinding. Tangannya menggapai lembut, membelai lukisan dengan sayang.

Lukisan putrinya sungguh berharga, dirinya tidak pernah bosan menatap lukisan itu untuk memuaskan rasa rindu dan menyalurkan rasa sayang. Dengan helaan napas panjang dirinya berjalan menuju rak buku. Di salah satu buku yang terdapat sampulnya saja, di dalam buku kamuflase itu terdapat kantung sutra berisikan dua botol cairan aneh yang sudah tersisa sedikit lagi.

Dengan hati-hati dirinya mengeluarkan dua botol dari kantung, lantas beralih, terduduk di sofa. Senyuman mengembang di bibirnya, pikirannya berkutat pada masa-masa perjuangannya dulu untuk menyembuhkan Stella. Bahkan, tawa kecil keluar dari pria itu, bisa-bisanya saat itu dia rela menjadi wanita jadi-jadian yang hanya bisa bertahan tiga jam hanya untuk bisa bersama putrinya.

Walau begitu tidak ada penyesalan dalam dirinya. Dua tidak menyesal. Bahkan jika putrinya tidak sembuh dan kini menjadi gila permanen. Dirinya sudah tidak peduli lagi. Dia sudah mengikhlaskan segalanya pada takdir. Karena yang dia bisa kini hanya menerima dan selalu berada di samping sang putri. Hanya itu yang bisa dia lakukan sebagai seorang ayah.

Tidak ada yang salah dalam hal itu, lagipula dalam tragedi putrinya dia berhasil melakukan segala hal dengan seluruh kemampuannya. Semua memori beberapa bulan terakhir menyentuh kepalanya, mengingat segala hal dengan senyuman. Hingga akhirnya ide menarik terbesit di benaknya. Bagaimana jika dia habiskan saja cairan ini untuk terakhir kalinya? Untuk mengenang masa-masa perjuangannya, dia bisa menjadi Juliet dan bernostalgia atas memori menyenangkan bersama sang putri untuk sesaat.

Tanpa pikir panjang, pria dengan surai perak serta manik ungunya membuka botol tersebut dan menegak keduanya sekaligus. Seketika, belum saja lima detik berlalu dia kini sudah berubah menjadi Juliet. Dengan kebiasaan lamanya yang sudah lama dilakukan, dia berjalan menuju ruang ganti dan memakai gaun yang biasanya dikenakan saat menjadi Juliet.

Menatap pantulan dirinya di cermin, lagi-lagi tawa kecil keluar dari bibirnya. Wanita menawan ini adalah dirinya, terkadang jika saja tidak melupakan siapa dirinya yang asli. Pria itu benar-benar menikmati saat-saat dirinya menjadi wanita untuk kesekian kali. Setelah semua persiapan sempurna. Juliet yang baru saja beranjak hendak membuka pintu, dikejutkan dengan teriakan para pelayan yang berseru kalau Stella baru saja kabur dan sekarang gadis itu tengah masuk ke dalam hutan.

"SIAL*N! APA KALIAN TIDAK BISA BEKERJA DENGAN BENAR?!"

Juliet mengangkat gaunnya tinggi-tinggi segera berlari menuju hutan. Kali ini dia mohon kepada Tuhan. Tolong jangan biarkan putrinya terluka.

.

.

.

Stella.

Stella memiliki makna bintang yang bersinar. Tidak pernah redup, menampilkan cahaya yang menghiasi kehidupan. Juga cahaya yang selalu bersinar bahkan di tempat tergelap.

Itu yang pernah dikatakan Azura Scheinen, sang Ibunda dulu pada Stella. Ketika nama itu diberikan pada putrinya, dia berharap putrinya bisa bersinar menjadi apapun yang dia inginkan dan selalu membawa kebahagiaan.

Tampaknya permintaan Azura adalah hal yang berlebihan, takdir sepertinya tidak menghendaki harapannya yang berharga. Stella tidak bisa memungkiri dirinya kini hanya seonggok arang redup yang semakin terkikis oleh kehidupan yang kejam.

Stella kini gila. Tidak waras. Dia sudah tidak memiliki akal sehat. Dia terjebak dalam dunia khayal yang diciptakan otaknya untuk bertahan agar tetap hidup di kehidupan yang menyakitkan. Karena sesungguhnya dia terus-menerus menolak akan peristiwa yang telah menghancurkan segala kesempurnaan yang sudah dia bangun dengan susah payah.

FlockenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang