Kebahagiaan adalah salah satu tujuan hidup semua orang. Di mana tawa dan canda, yang sesekali berebut tahta dengan duka. Namun, bagaimana jadinya jika yang menjadi juara satu selama seumur hidup adalah luka? Jika rasanya mustahil, maka Semesta adalah insan yang hidup dipenuhi kesalah pahaman, hingga dapat meraih bahagia, bagaikan keberuntungan untuknya.
Perkenalkan dia Semesta. Pemuda manis dengan senyum secerah pelangi setelah hujan. Bukan, bukan semesta yang itu. Semesta yang ini adalah si bungsu dari keluarga Bahari.
Semesta hanya membenci satu hal di dunia ini. Rasa stroberi, hanya itu. Ia tak peduli, bahkan jika dunia mengguncang hidupnya tanpa ampun. Membenci bukanlah hal yang ia pikir menyenangkan. Semesta memilih untuk berjalan mengikuti alur takdir, sekalipun ia tahu, Tuhan tak dapat berjanji, bahwa bahagia akan selalu bersamanya. Setidaknya untuk saat ini, ketidak baikannya masih bisa dijalani dengan senyuman yang enggan luntur.
Mengenai hidup, keluarga miliknya bukan terbilang tidak harmonis. Namun, terkadang Semesta mencoba menerima bagaimana kedua orang tua dan saudaranya menyalurkan kasih sayang dengan cara yang berbeda. Di mana berharap untuk menghabiskan waktu-waktu istimewa yang diharapnya saat kecil dulu tak lagi bisa memaksa. Semesta menerima semuanya, di mana menjadi si bungsu yang seharusnya tak lepas dari kata manja, justru berakhir dengan kehilangan harapan bahagianya pada kesempatan-kesempatan yang sudah berlalu.
Bagi Semesta, tak mudah menjadi anak terakhir dari tiga bersaudara. Namun, terkadang hal-hal kecil yang orang-orang tidak sadari adalah tentang bagaimana kehidupannya dipandang sebelah mata. Entah dikekang oleh fakta para pendewasa, ditekan pada harapan terakhir, ataupun diacuhkan, sebab mereka berpikir bahwa si bungsu akan menjadi anak-anak untuk selamanya. Dengan ucapan remeh dan tak penting mereka, membuat didengarkan saja terasa begitu sulit.
Hingga dewasa ini, diumurnya yang akan menginjak kepala dua—dalam beberapa bulan kedepan. Semesta masih berteman dengan kebiasaannya, yaitu makan di dalam kamar. Jika untuk orang tua lain itu adalah hal yang tidak lazim, maka bagi Semesta, ia berharap mama dan papa akan melarangnya, lalu mengajaknya makan bersama di meja makan. Namun, sayangnya angan Semesta hanya bagai angin lalu. Alih alih ditegur, justru alasannya selalu makan di dalam kamar, sebab jumlah kursi di meja makan yang hanya terdapat empat buah. Ia juga tak paham kenapa diantara semua orang di rumah, harus dirinya yang mengalah, bukankah si bungsu harusnya lebih diperhatikan?
Dan seperti malam-malam sebelumnya, di dalam kamar yang cukup sunyi, ditemani lampu pada meja belajar kayu itu. Sebuah ketukan pada pintu membuatnya menatap bibi yang membawa nampan berisi makanan
"Den? Ini makan malamnya."
Semesta yang sedari tadi sibuk pada tugas kuliahnya pun menoleh ke arah bibi dengan senyum cerah. Satu piring nasi dengan lauk kari ayam, terpampang lezat setelah nampan di tangan bibi beralih di atas meja belajar.
"Terima kasih ya, Bi."
"Nggak mau makan di meja makan aja, Den? Belum ada yang pulang."
Semesta menggeleng. "Enggak usah, Bi. Semesta makan di kamar aja."
Semesta tahu, sudah sejak beberapa tahun yang lalu, keluarganya terbilang jarang makan bersama, sekalipun ia tak pernah ada dalam kegiatan makan bersama tersebut. Bahkan, bibi sering berkata kepadanya untuk mulai makan di meja makan. Namun, sebab dirinya terbiasa makan dalam kesendirian, ia rasa akan lebih nyaman seperti ini, hingga seterusnya.
Kari ayam yang tampak beruap itu ia sisihkan. Alih-alih makan, tangannya justru meraih susu cokelat yang juga bibi bawakan. Tubuh kurus itu beranjak ke arah kasurnya yang berada tepat di samping jendela kamar. Ia meneguk perlahan susu cokelat panas yang sempat membakar lidahnya pada cicip rasa pertama. Jika Semesta membenci rasa stroberi. Maka sebaliknya, katakan saja bocah ini kelewat candu dengan rasa cokelat. Jika tidak percaya, lihat saja tumpukan stok es krim cokelat di kulkas. Itu semua adalah hak milik Semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙆𝘼𝙏𝘼 𝙎𝙀𝙈𝙀𝙎𝙏𝘼 ✔ [𝗣𝗿𝗼𝘀𝗲𝘀 𝗥𝗲𝘃𝗶𝘀𝗶]
Fanfiction[END] - TAHAP REVISI LENGKAP ✔ "Kalau kata Semesta, hidup dengan cara lebih keren adalah tetap tersenyum sekalipun rasanya begitu berantakan. Setidaknya dunia harus tau bahwa kamu belum menyerah." Ini tentang dia dan bahagia yang dicarinya Semes...