Sudah dua hari terlampaui. Kesedihan mengenai kehilangan itu masih tak pudar bahkan sedikitpun. Semua orang masih mengkhawatirkan sosok yang entah dimana keberadaan nya sekarang ini
Disebuab kantor polisi. Zara, papa, dan Aksa terduduk bersama. Tim sar yang tampak masih belum menemukan sosok yang dicari, membuat mereka semakin mendorong pihak berwajib untuk menangani kasus ini dengan lebih serius
Awan ditetapkan dipenjara selama 12 tahun. Setelah melakukan percobaan membunuh adiknya sendiri malam itu. Pria itu sudah berada dibalik jeruji besi saat ini
"Baik. Kami akan berusaha menangani nya dengan seluruh tenaga kepercayaan kami"
Zara tampak khawatir. Hatinya bahkan tak bisa tenang sejak hari itu. Tidurnya pun terasa seperti sebuah mimpi buruk.
"Bapak dan saudara tenang saja. Pencarian akan dilakukan semaksimal mungkin hingga batas waktu 1 tahun. Kami berharap kasus ini dapat segera diselesaikan" Ucap sosok pria dengan seragam itu
"Kalo Semesta masih gak ketemu gimana pak?" Tanya Papa
"Kami akan memberikan berkas resmi yang menyatakan bahwa saudara Semesta belum meninggal dunia selama jasad nya belum ditemukan dan akan ditangani oleh tim khusus milik kami untuk pencarian lebih lanjut"
Papa menggegam kedua tangan dikanan dan kirinya. Ia benar benar merasa hancur sekaligus gagal dalam melindungi Semesta. Ia gagal menggantikan sosok orang tua bagi anak nya itu. Justru sebuah musibah malah menimpa mereka dengan begitu menyakitkan
Aksa beranjak dari duduknya. Ia meninggalkan papa dan Zara yang tampak masih sibuk menanyakan kepastian mengenai pencarian Semesta. Sementara langkahnya menuju pada sisi gedung lain. Dimana semua tahanan berada
"Pak... Ijin bertemu dengan tahanan"
Pimpinan sipir disana menatap Aksa. Pria itu tampaknya masih mengingat wajah Aksa saat membawa seorang calon tahanan kesini
"Saudara Awan, benar?"
"Iya. Saya ijin bertemu Saudara Awan"
"Baik. Tunggu sebentar"
Sebuah ruangan dimasuki mereka berdua. Diikuti sebuah perintah yang mengatakan para sipir disana untuk membawa Awan ke ruangan ini. Beberapa penjaga lain nya berjaga di sisi pintu
Aksa mendudukan dirinya disebuah kursi dan meja dihadapan nya. Menunggu beberapa menit hingga sosok itu muncul dihadapan nya dengan kedua tangan diborgol. Dengan baju berwarna hitam khas tahanan
Sosok itu terduduk dihadapan nya. Dengan wajah memar hasil tangan Yasa yang memukuli nya malam lalu. Pria itu menatap nya acuh
"Mau apa? Gak puas denger aku dipenjara 12 tahun?!"
Awan berucap ketus dihadapan Aksa
"Justru itu semua belum setimpal" Ucap Aksa
"Bukan aku yang mulai. Tapi Semesta yang lebih dulu buat hidup aku menderita!"
Tatapan miris itu mengarah pada Awan yang tampak tak peduli pada semua keadaan yang begitu sulit
"Kamu ngapain sih kayak gini? Ha? Kamu dapet apa dari ngelakuin semua ini?" Tanya Aksa, kali ini nada bicaranya masih lembut. Berusaha menahan emosi nya dihadapan sosok menyebalkan ini
"Kamu gak akan paham Aksa. Kamu gak akan ngerti gimana rasanya punya keluarga yang hancur. Keluarga kamu terlalu sempurna untuk menghakimi kondisi aku"
"Kamu marah karena kepergian Kak Langit? Iya?"
"Iya! Karena Semesta juga semuanya berantakan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙆𝘼𝙏𝘼 𝙎𝙀𝙈𝙀𝙎𝙏𝘼 ✔ [𝗣𝗿𝗼𝘀𝗲𝘀 𝗥𝗲𝘃𝗶𝘀𝗶]
أدب الهواة[END] - TAHAP REVISI LENGKAP ✔ "Kalau kata Semesta, hidup dengan cara lebih keren adalah tetap tersenyum sekalipun rasanya begitu berantakan. Setidaknya dunia harus tau bahwa kamu belum menyerah." Ini tentang dia dan bahagia yang dicarinya Semes...