#21 masalah

93 37 10
                                    

Syifa baru saja sampai disekolahnya. Banyak sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan tidak suka. Syifa menepis pikiran yang tidak- tidak. Syifa memilih untuk cuek dan tidak mau tau. Namun, saat Syifa berjalan didepan koridor kelas, baik itu kelas 10, 11. Banyak tatapan sinis yang melihatnya sambil berbisik. Syifa semangkin dibuat binggung, bahkan ada yang mencibirnya.

"Sok alim banget."

"Pake hijab , tapi kelakuan kaya gitu!"

"Kirain baik, ternyata oh ternyata..."

"Gue juga nggak nyangka,"

"Al, kok mau-maunya kaya gitu."

"Iya, padahal anggota osis! bisa-bisanya memberi contoh yang kurang baik kaya gitu."

Sepajang jalan menuju kelasnya. Syifa mencoba menahan diri. Dalam hatinya bertanya-tanya! Ada apa?
Lebih baik dia segera kekelas dan bertanya kepada Mita, pikirnya.

Sesampai dikelas, banyak juga siswa maupun siswi yang mencibirnya tidak beda jauh dari siswi lain yang diluar.

"Syif, lo harus liat ini." ujar Mita yang langsung menghampiri Syifa didekat meja guru.

"Ini...." gumam Syifa ketika melihat sebuah Video di hp, Mita.

"Eh, Syifa, ternyata lo muna juga, ya? Nggak nyangka gue, penampilan aja yang tertutup tapi kelakuan busuk." cibir Nadin sambil mendorong Syifa, untung tidak terlalu kuat.

"Lo jangan kasar, dong." ujar Mita tidak terima dengan sikap, Nadin.

"Lo masih mau belain cewek muna ini? Kalau gue jadi lo sih, nggak mau ya." tutur Nadin Lagi.

"Bener tuh apa kata, Nadin." sahut Siswa dan siswi lain.

"Iya,"

Masih banyak lagi ungkapan siswa dan siswi lain membela, Nadin. Mata Syifa rasanya sudah memanas, ingin mengeluarkan bulir beningnya. Namun, ia masih mencoba menahannya.

"Gue kira Al pilih lo mungkin karena penampilan dan kelakuan lo yang sedikit kalem dan tertutup. Ternyata gue salah, lo nggak jauh beda dari perempuan murahan." cibir Jenni.

Deg...

Rasanya air mata Syifa sudah tak tertahan lagi. Serendah itukah Syifa dimata mereka, pikir Syifa. Sedangkan Mita, dia begitu tau perasaan, Syifa. Namun, saat sekarang rasanya dia binggung mau melakukan apa.

"Dan mendingan ya, lo lepas aja hijab lo. Dari pada pake hijab tapi muna'kan." tutur Jenni lagi.

Syifa benar sudah tidak bisa menahan amarahnya. Syifa menghapus air matanya kasar dan langsung mendekat kearah Nadin dan temannya. Sedangkan Gio yang baru sampai hanya menatapnya dengan binggung didekat pintu.

"Udah, ngomongnya? Kenapa? Kenapa jika ada orang yang memakai hijab melakukan kesalahan, kalian selalu bawa hijabnya, seolah-olah hijabnya yang salah! Kenapa kalian nggak salahkan langsung orangnya saja? Jika ada yang bersalah disini, salahkan Orangnya yaitu aku. Bukan hijab yang aku pakai." ucapnya sambil menekankan suaranya pada hijab yang aku pakai

"Hijab dan akhlak itu dua hal yang sangat berbeda. Jadi jangan sekali-sekali kalian membawa kata hijab dalam kesalahan yang aku buat. Hijab itu adalah kewajiban bagi setiap wanita muslimah bukan tanda baik buruknya seseorang." ucap Syifa.

Semua hanya terdiam mendengar ucapan, Syifa. Ada yang berpikir bahwa ucapan Syifa ada benarnya. Namun tidak sedikit yang menyanggah, dengan alasan itu hanya sebuah pembelaan .

"Jangan menjadi hakim atas kesalahan orang lain tapi jadilah hakim atas kesalahan diri sendiri." ucap Syifa sambil menatap Nadin.

"Baru kali ini gue liat Syifa kaya gitu." batin Gio yang masih berdiri didekat pintu.

Skenario Allah✔[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang