"Huh, seneng banget gue hari ini! " terang Mita. Ia melepas pen yang sedari ia pegang.
"Emang kenapa?" tanya Syifa yang baru selesai mengerjakan tugasnya.
"Nggak papa, seneng aja! Udah hari ini banyak free class, dikasih tugas juga pada dikit ya'kan? Ngerjainnya juga bentar. Jadi, gue seneng banget. Apalagi, yang free pelajaran matematika. Jujur ya, gue nggak suka banget dari dulu pelajaran matematika. Apalagi kalo gurunya ngejelasin, kepala gue sampe pusing, Sakin nggak ngertinya." ucapnya panjang lebar.
"Kamu nggak boleh gitu. Lagian matematika juga nggak terlalu susah, kok! Emang kadang kitanya aja yang ngebuat matematika itu jadi susah karena terlalu banyak mengeluh."
"Maksudnya?" tanya Mita sedikit kurang paham.
"Ya, karna yang dipikiran kita itu hanya ada kata matematika itu susah, rumit, dan lain sebangainya. Padahal, ucapan kita yang membuat matematika itu menjadi susah. Sampai-sampai matematika itu jadi susah beneran. Ibaratkan pelajaran yang kita suka nih ya, pasti nilai kita bakalan bagus dimata pelajaran tersebut. Karna apa? Karna kita suka, jadi dengan kata suka itu kita jadi semangat belajar dan materi yang disampaikan juga mudah masuk kedalam otak. Matematika juga gitu! Jadi, mendingan ya... mulai dari sekarang, coba deh belajar untuk menyukai matematika!"
"Nggak mau, ah! Kan, aku nggak suka. Lagipula ya, nggak semua mata pelajaran kita harus bisa'kan?"
"Kenapa? Kan baru coba! Siapa tau suatu saat kamu suka'kan, dan malahan jadi guru matematika lagi." ucap Syifa sedikit terkekeh.
"Cita-cita aku tuh mau jadi seorang PENGUSAHA bukan guru." ucapnya sambil menekan kata pengusaha.
"Kita itu memang bisa berencana tapi Allahlah yang menentukan. Apalagi Allah itu maha membolak-balikan hati manusia. "
"Allah?" ucapnya lirih lalu sedikit terdiam seperti seseorang memikirkan sesuatu.
"Maaf, aku lupa kalo kamu ..." ucap Syifa.
Karna sejauh ini, Syifa belum mengetahui agama yang dianut oleh, Mita.
"Nggak papa. Kamu belum tau ya agama yang aku anut?"
"Belum. Maaf ya, aku nggak sengaja dan nggak bermaksud ngomong kaya gitu!"
"Nggak papa. Lagian gue islam , kok! Jadi, Allah itu juga tuhan gue!"
"Tapi, kok kamu kaya binggung tadi pas aku bilang Allah?" tanya Syifa binggung.
Mita sedikit tersenyum. "Enggak. Gue tadi mikir aja, selama ini gue udah jauh banget dari Allah. Nggak pernah shalat, ngaji bahkan mungkin gue udah lupa caranya gimana. Jadi pas lo sebut Allah gue jadi..." ucapnya sedikit sedih
"Udah, nggak papa. Sekarang tugas kamu, kita tinggal memperbaiki dan mendekatkan diri kepada Allah." potong Syifa.
"Umm, tapi kenapa ya rasanya malas banget buat ngerjain itu semua. Buat Shalat, ngaji, rasanya tuh susah banget. Apalagi, kalo udah liat hp. Males banget deh pokoknya." keluhnya
"Dulu aku juga gitu, kok! Tapi, aku paksa- paksain, dan alhamdullilah sekarang aku terbiasa dan jadi sulit buat ninggalin itu semua."
"Bukannya sesuatu yang dipaksakan itu nggak baik, ya?"
"Lebih baik kita terpaksa melakukan sesuatu yang bisa mendekatkan kita dengan Allah untuk mencapai surganya dari pada kita sukarela masuk neraka."
"Iya, sih! Ngeri juga bayanginya."
"Jadi, mulai sekarang coba deh buat ngedeketin diri sama Allah."
" Iya, aku coba!"
"Jangan hanya dicoba, jalani dengan ikhlas, in syaa allah nanti kamu bakal ngerti dan susah buat ninggalinnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Allah✔[End]
Fiksi Remaja~~My little friend is my life friend ~~ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA !!! #Masih pemula , jadi tulisannya masih agak berantakan😁 mohon dimaklumi🙏 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ "Setiap pertemuan itu pasti ada perpisahan. Ya ... walau kadang set...