3📨

891 158 26
                                    

Gelap masih setia, bintang masih berada ditempat bahkan bulan pun masih memancarkan sinarnya. Dipukul empat pagi Lisa masih terjaga, duduk termenung memegang alat berbentuk persegi panjang dengan dua garis merah yang tergambar jelas disana. Sudah lebih dari satu jam ia berada diposisi itu, bahkan tangannya pun kini mulai terasa kram.

Dibanding merasa shock, Lisa lebih merasa bingung harus bereaksi seperti apa. Dirinya akan menjadi seorang ibu; harusnya ia senang, kan? Entahlah, perasaannya saat ini terlalu samar dan abu-abu. Lisa meletakkan alat test itu di atas meja, menghembuskan nafas kasar kemudian bangkit dan menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

Pening menyerang, perempuan itu terduduk di lantai sembari memijat dahinya pelan. Oh, apakah ini efek dari mengandung? Dan, kenapa kini ia malah terasa lapar?

Lisa membuka kulkas di depannya, mengecek persediaan makanan namun hanya ada air mineral dan minuman beralkohol disana. Perempuan itu mendengus kesal lalu menutup pintu kulkas dengan sedikit kasar—tak ingin menyerah ia kemudian bangkit dan memeriksa laci kabinet yang berada di dapur; berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa ia makan. Sama halnya dengan kulkas, laci kabinet itu pun hanya berisi beberapa botol saos tanpa adanya sebungkus ramyeon yang tersisa. Lisa kembali mendengus kesal, ia kemudian meraih jar selai kacang yang berada di meja makan dan membawanya ke sofa ruang tengah lengkap dengan sendok.

Satu sendok, dua sendok, tiga sendok penuh selai kacang berhasil masuk ke dalam mulutnya. Lisa berbinar, ia tidak pernah tahu kalau selai kacang bisa terasa seenak ini. Perlahan tapi pasti, selai kacang yang tadinya masih terisi tiga perempat jar kini telah habis tak bersisa berpindah ke lambung perempuan itu.

"Ternyata kau suka makan ya?" Monolog Lisa sembari melihat perutnya yang masih rata. Senyuman kecil terbit kemudian. "Karena aku sudah memberimu makan, sekarang biarkan aku tidur. Sebentar saja, oke?" Lanjutnya lalu bangkit dan bergegas menuju kamar.

Tiga jam kemudian, rasanya Lisa baru saja berhasil masuk ke alam mimpi ketika sebuah pelukan erat ia terima dibalik punggungnya—pelukan hangat serta kecupan basah ditengkuk membuat Lisa tersenyum samar dalam tidurnya.

"Kau datang?" Suara parau khas bangun tidur Lisa terdengar.

"Hm, dan aku sangat merindukanmu." Balas pemuda itu, Jaehyun; kekasih Lisa yang pagi ini datang berkunjung setelah kembali dari perjalanan luar negerinya.

"Aku juga." Lisa berbalik dan kini bertemu tatap dengan manik jernih sang kekasih. Pemuda itu tersenyum hangat menampilkan kedua dimple-nya. Meski terlihat lelah, wajah tampan itu tetap bersinar seperti sebuah berlian.

"Ingin sarapan bersama?" Tawar Jaehyun memainkan rambut halus Lisa yang terjatuh disekitar wajahnya.

"Jam berapa sekarang?"

Jaehyun mengecek jam dipergelangan tangannya. "Jam delapan pagi." Jawab pemuda itu kembali fokus memandang wajah cantik sang kekasih. "Hari ini kau libur, kan?" Yang dibalas Lisa dengan anggukan.

"Bersiaplah, aku menunggumu diluar." Suruh Jaehyun yang langsung bangkit dan keluar dari kamar itu.

Tanpa menunggu lama, Lisa pun langsung bangkit dan menuju kamar mandi. Meskipun matanya masih terasa berat, ia tetap memaksakan kedua kakinya untuk melangkah, berharap air dingin yang akan menyapu wajah bisa membuat dirinya merasa segar. Setelah menggosok gigi dan berganti pakaian, ia pun bergegas menghampiri Jaehyun yang sedang menunggunya.

"Jadi, sarapan dimana kita?" Girang Lisa saat menghampiri Jaehyun dan langsung duduk dipangkuan pemuda itu.

Tidak ada jawaban, Lisa melirik kekasihnya. Wajah pemuda itu nampak datar dengan pandangan yang kosong.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang