26📨

587 120 16
                                    

Ennik menegang di kursi penumpang. Lisa benar-benar menyetir dengan kecepatan diatas rata-rata. Amarah tengah mengusai perempuan itu saat ini, Ennik yang masih sayang dengan nyawa memilih diam sembari berpegangan erat pada handle tangan yang berada di atas.

Lima belas menit berkendara dalam diam, akhirnya mereka sampai ditujuan selanjutnya. Ennik melihat sekitaran apartemen sebelum mobil mereka masuk ke dalam basement. Ini bukan lingkungan apartemen Ten, jadi dimana mereka sekarang? Meskipun penasaran, Ennik memilih tetap menutup mulutnya dan mengikuti langkah Lisa.

"Jangan ikut campur. Ini urusanku." Suara itu terdengar sangat serius, dingin juga tajam. Ennik tidak menjawab sampai akhirnya mereka tiba disebuah unit yang berada di lantai lima.

Lisa terdiam cukup lama di depan pintu, mengatur nafas juga menetralkan debaran jantung yang berdetak tak karuan. Perempuan itu menoleh, menatap Ennik yang belum juga bersuara sejak mereka pergi dari tempat Rose.

"Kau boleh menghentikanku seperti tadi jika aku mulai kehilangan akal."

Ennik mengangguk paham. "Oke, Eonni."

Kemudian Lisa menekan bel unit itu tiga kali, menunggu seseorang untuk membukakan pintu. Perasaannya terasa campur aduk, marah, kecewa, gelisah, takut—bercampur menjadi satu.

"Dimana Jaehyun?" Tanya Lisa to the point begitu pintu didepannya terbuka. Doyoung yang terkejut sempat mengerjap untuk memastikan penglihatannya. "Dia ada di kamar." Kata pria itu setelah memastikan kalau dirinya tidak sedang berhalusinasi. Tanpa permisi, Lisa langsung masuk begitu saja. Sedangkan Ennik masih sempat membungkukkan badannya sopan pada Doyoung, si penghuni unit yang mereka datangi.

Tadinya Doyoung berniat kembali ke kamar dan tak ingin mencampuri urusan Lisa dan Jaehyun. Tapi, begitu mendengar suara benturan yang lumayan keras pria itu langsung berlari menuju kamar Jaehyun untuk memastikan keadaan disana masih aman terkendali. Tapi, begitu sampai disana, rahang pemuda itu nyari lepas karena terkejut.

"Lisa..." Lirih Doyoung dengan kedua mata yang membola. Disana—di lantai kamar—dia bisa melihat jelas bagaimana Lisa menekan dada Jaehyun menggunakan lutut, dengan ujung pisau berada di leher pemuda itu.

"Kau. Bagaimana bisa ada manusia sebusuk dirimu? Manusia egois yang tega membunuh anaknya sendiri demi karir—" Lisa semakin menekan kuat dada Jaehyun sampai pemuda itu terbatuk.

"—manusia brengsek yang menggunakan perasaan tulus seseorang untuk melakukan kejahatan. Manusia hina yang bahkan terlalu pengecut untuk disebut sebagai seorang pria." Kali ini ujung mata pisau sudah mengenai kulit Jaehyun. Setitik darah mulai terlihat disana.

Doyoung menegang, Ennik menghela nafasnya berat.

"Kau tidak menghentikannya?" Ucap Doyoung menoleh pada Ennik yang bersedekap dada.

Ennik tidak menjawab. Perempuan itu masih fokus pada mata pisau Lisa, berharap adegan drama ini segera berakhir.

"Ya! Kau mengabaikanku?!" Geram Doyoung tertahan menatap perempuan disampingnya.

"Diamlah. Kau terlalu berisik untuk ukuran seorang pria."

Dikatai seperti itu tentu saja membuat harga diri Doyoung terkoyak. Pemuda itu mendelik kesal, ingin membalas tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Akhirnya dia memilih diam, mendengus kasar, kemudian kembali fokus pada adegan mencekam di depan sana.

"Li- Lis- a..." Rintih Jaehyun yang mulai merasa sesak luar biasa di dadanya.

"Kau masih bisa bersuara?" Lagi. Lisa semakin menekan lututnya.

Suara kesakitan Jaehyun memenuhi kamar itu. Lisa menulikan pendengaran. Hatinya sudah mati rasa. Pun rasa sayangnya telah menguap tergantikan amarah.

"Aku membencimu sampai rasanya ingin membunuhmu detik ini juga." Mata pisau itu semakin kuat menekan kulit Jaehyun. Darah segar pun mulai mengalir dan menetes di lantai.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang