Epilog

952 120 21
                                    

Alunan musik jazz, harum aroma kopi juga roti yang sedang terpanggang menemani Lisa memulai harinya pagi itu. Jam di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul 7 pagi, tapi Lisa sudah sudah duduk dengan nyaman di salah satu bangku cafe yang terletak tak jauh dari agensi.

Lisa sudah kembali.

Akhirnya setelah hampir dua tahun hiatus dan pergi untuk penyembuhan, perempuan itu kembali ke Korea sejak tiga bulan lalu dengan kondisi yang jauh lebih baik, mental yang jauh lebih stabil dan hati yang jauh lebih tenang; Lisa siap kembali melangkah dengan percaya diri.

"Kau yakin hanya memesan ini? Aku bisa memesan yang lain jika kau ingin lebih, Eonni." Suara Ennik berhasil mengalihkan fokus Lisa yang sejak tadi asik memandangi orang-orang yang berlalu lalang di trotoar.

Lisa tersenyum tipis. "Tidak, terima kasih. Ini sudah cukup." Tolak perempuan itu halus sembari menerima pesanannya yang dibawakan Ennik. Sepotong Butter Croissant dan secangkir Hot Americano; paduan yang pas untuk memulai hari.

"Jadi, bagaimana kabarmu?" Tanya Lisa setelah menyesap americanonya.

"Gila. Rasanya aku akan menjadi perempuan gila tak lama lagi." Balas Ennik dengan wajah tertekuk.

"Apa menjadi dokter sesibuk itu?"

"Tentu saja. Apalagi aku yang masih menjadi junior, rasanya ingin berhenti saja." Keluh perempuan itu. "Eonni, ijinkan aku bekerja denganmu ya? Asisten? Bodyguard? Driver? Aku bisa melakukan semuanya." Pinta Ennik dengan wajah penuh harap.

Bukan kasian, Lisa justru terbahak mendengar permintaan perempuan dihadapannya itu. Sudah setahun sejak Ennik memutuskan untuk kembali melanjutkan kuliah kedokterannya, dan sejak saat itu juga Ennik menjadi sangat sibuk dan susah untuk ditemui.

"Bertahanlah sebentar lagi. Kau pasti bisa melewati semuanya dan lulus menjadi dokter spesialis terbaik milik Korea."

"Apa perempuan nakal ini mengeluh lagi tentang kesibukannya?" Tanya seorang pemuda yang tiba-tiba saja bergabung di meja mereka.

Ennik memutar bola mata malas, Lisa terkekeh geli dan si pemuda mendengus kasar.

"Kenapa kau ada disini?" Kesal Ennik.

"Menjemputmu, apalagi. Bukannya kau ada ujian pagi ini?"

Lisa menatap Ennik dan Doyoung bergantian. Senyum tipis terbit kemudian, meski sering bertengkar keduanya nampak manis jika duduk berdampingan. Iya, pemuda yang tiba-tiba datang itu adalah Kim Doyoung.

Ennik memukul dahinya kuat. "Astaga. Bagaimana aku bisa lupa!" Pekiknya panik. Ia kemudian menyantap habis sarapannya secepat kilat. "Pelan-pelan, kau bisa tersedak." Ucap Doyoung mengusap punggung belakang Ennik.

"Kalian berkencan?"

"Tidak." Jawab keduanya kompak.

"Manusia ini selalu mengikutiku seperti seorang pengangguran. Apa kau benar-benar seorang idol?" Sarkas Ennik tanpa peduli dengusan kasar Doyoung.

"Aku ini orang sibuk asal kau tahu." Balas pemuda itu menyodorkan segelas air putih.

Lisa kembali tertawa melihat tingkah keduanya. "Oke. Kalian 'tidak' berkencan." Kata perempuan itu dengan penekanan.

"Ayo. Kita harus pergi sekarang." Ajak Doyoung saat melihat Ennik selesai dengan sarapannya. Ia bahkan sudah menyampirkanb sling bag perempuan itu dibahunya tanpa merasa canggung.

Ennik kemudian bangkit dan bergeser mendekati Lisa. "Eonni, aku pergi dulu. Hubungi aku jika kau perlu sesuatu, sesibuk apapun aku akan menyempatkan diri untuk mendatangimu nanti." Ucap perempuan itu lalu mendekap hangat yang lebih tua.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang