31📨

595 122 15
                                    

Ten menghela nafas lega saat panggilan telepon itu berakhir. Tadi disaat ia baru saja sampai di apartemen, sang ayah menelpon untuk memastikan perihal surat perceraian yang baru saja di terima Bambam; pengacara keluarga Lee. Karena pernikahan mereka dilakukan di Thailand, maka perceraian pun harus diselesaikan di negara itu. Ten dan Lisa tentu saja tidak bisa kembali kesana, oleh karena itu Ten meminta Bambam untuk mengurus semuanya mewakili mereka.

Tuan Lee tidak berbicara banyak, meskipun kecewa pria paruh baya itu menyerahkan semua keputusan pada Ten dan Lisa. Dia tidak ingin lagi mengatur, sudah cukup selama ini dia ikut campur tangan dalam kehidupan sang putra. Tuan Lee juga mengatakan kalau dia akan menemui keluarga Manoban untuk membicarakan perceraian keduanya.

Mata Ten menatap seisi unit dengan seksama. Sofa panjang yang biasa jadi tempat Lisa berbaring sembari menonton kini nampak kosong. Televisi yang biasa mengeluarkan suara heboh kini nampak bisu. Lalu perlahan kaki pria itu melangkah mendekati ruang makan juga dapur. Meskipun bukan ahlinya memasak, Ten masih ingat bagaimana senyuman Lisa terkembang saat dirinya menyajikan makanan sederhana untuk disantap. Kulkas yang biasa penuh oleh makanan kini nampak kosong dan hanya diisi oleh beberapa minuman.

Perbedaaan itu kini terasa sangat jelas, warna yang semula mulai nampak diantara mereka kini kembali menjadi abu-abu bahkan menghitam. Ten tertawa sumbang, sesak didadanya kembali terasa. Pria itu bergeser, membuka kabinet atas dan mengeluarkan sebotol whiskey berukuran sedang. Ten butuh penenang dan cairan beralkohol itu adalah jawabannya.

Belum sempat pinggir gelas bersentuhan dengan bibirnya, suara ponsel yang berdering nyaring menghentikan pergerakan pria itu. Ten menoleh, melirik pada layar ponsel yang menyala menampilkan satu nama disana; dr. Byun. Seketika jantung pria itu berdetak dengan cepat, pikiran jelek pun menghampirinya. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Lisa.

"Hyung..."

"Ten!" Teriakan dr. Byun membuat Ten menjauhkan ponsel dari telinga.

"Apa terjadi sesuatu pada Lisa?" Tanyanya tanpa berbasa basi.

Diseberang sana dr. Byun menyatukan alisnya bingung. "Huh? Lisa? Tidak. Dia baik-baik saja." Mendengar itu Ten menghela nafasnya lega.

"Kau mengkhawatirkannya?"

"Tidak." Elak Ten cepat.

"Eii... jangan menghindar." Ledek dr. Byun dengan kekehan.

"Ku tutup."

"Tunggu! Astaga, sejak kapan kau menjadi galak seperti ini?"

Ten mendecih kesal. "Kenapa menghubungiku?"

"Kami akan pergi besok malam."

"Huh?"

"Aku dan Lisa, kami akan berangkat besok menggunakan penerbangan malam dari Icheon."

Ten sempat terdiam untuk sesaat, namun dengan cepat ia berusaha kembali menguasai diri.

"Baiklah."

"Ten..."

"Hm?"

"Kau yakin tidak ingin menemuinya?"

"Untuk apa?"

"Menyelesaikan apa yang harus diselesaikan."

Kemudian tanpa menunggu dr. Byun langsung memutuskan sambungan telepon itu membuat Ten kembali terdiam dengan ucapan sang dokter yang terus terngiang di kepalanya.

✖️✖️✖️✖️✖️

Lisa menendang kasar selimut yang masih menyelimuti tubuhnya. Suara berisik dari bel yang terus ditekan membuat perempuan itu terbangun. Lisa mendengus, menatap jam yang menempel di dinding kamar lalu mengumpat tertahan. Ini masih jam 7 pagi dan dia sudah kedatangan tamu? Oh, ayolah. Biarkan Lisa tidur lebih lama sebelum meninggalkan negara ini malam nanti.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang