33📨

597 95 4
                                    

Van itu masih melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya yang padat. Dibalik kemudinya, sang manajer nampak sekali dua kali mencuri pandang dari spion tengah guna memastikan dua orang di belakang sana aman terkendali.

"Bisakah kau tenang? Aku sedang mengobati lukamu." Omel Doyoung yang kesal karena Ennik terus bergerak memainkan ponselnya. Tadi begitu van mereka sudah menjauh dari tempat kejadian, Doyoung meminta manajernya untuk mampir ke apotik dan membeli salep luka.

Ennik memutar bola matanya malas. "Aku tak memintamu untuk mengobatiku." Ketusnya tanpa menghentikan pergerakan jari di layar ponsel. Perempuan itu sedang mengabari kejadian satu jam lalu pada rekan-rekannya melalui grup chat mereka.

"Kau hanya perlu mengucapkan terima kasih, Nona." Ujar pemuda itu kembali mengoleskan salep di pelipis Ennik . "Tanpa bantuanmu pun aku bisa mengobatinya sendiri." Balas perempuan itu tak mau kalah. Meski kesal, Doyoung memilih diam dan fokus melanjutkan mengolesi salep pada lebam-lebam di lengan tangan Ennik .

"Selesai." Kata Doyoung tak lama kemudian, ia bahkan tersenyum puas saat melihat luka-luka Ennik yang berhasil diobatinya seakan itu sebuah karya seni yang layak dikagumi.

"Kau ini memiliki tingkat toleransi rasa sakit yang tinggi ya?" Tanya si pemuda Kim sembari membereskan kasa, alkohol juga salep yang ia gunakan tadi. Jujur saja Doyoung dibuat penasaran dengan Ennik yang begitu santai tanpa meringis apalagi merintih saat ia menyentuh luka-luka perempuan itu.

Ennik mendengus kasar, ia menggeser sedikit posisi duduknya agar bisa bertatapan langsung dengan pemuda disampingnya. Ponselnya pun sudah ia letakkan kembali ke pangkuan. Ditatap sedemikian intens oleh lawan jenis tentu saja membuat Doyoung menjadi canggung.

"Apa? Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Jangan melakukannya lagi. Ini bukan urusanmu. Meski kau melihatku mati di jalan, jangan ikut campur." Kata Ennik mengingatkan. Ia masih tak habis pikir bagaimana Doyoung bisa dengan santainya menghadang pria-pria tadi sedangkan Ennik yakin pemuda itu sama sekali tak memiliki keahlian bela diri.

Doyoung mengeryitkan dahi, "Kenapa?" Tanyanya bingung. "Kau bisa saja mati konyol disana, Kim." Jawab perempuan itu dengan wajah serius.

Bukannya takut atau merasa bersalah, si pemuda Kim justru terkekeh geli melihat wajah serius Ennik .

"Kau tertawa? Aku tidak sedang bercanda." Sungut perempuan itu tak suka.

"Aku tak akan mati semudah itu, kau tenang saja."

Mendengar jawaban asal Doyoung membuat Ennik sekali lagi memutar bola matanya malas. Sepertinya suatu hal yang sia-sia mengingatkan pemuda itu tentang seberapa bahayanya keadaan tadi.

"Bagaimana kondisi Lisa?" Pertanyaan Doyoung yang tiba-tiba membuat pergerakan Ennik terhenti. Perempuan itu baru saja mau merubah posisi duduk.

Satu alisnya terangkat curiga. "Sekedar ingin tahu atau sedang mencari informasi?" Selidik Ennik yang langsung memasang mode waspada.

Doyoung mengusap wajah kasar lalu menghela nafasnya panjang. "Seharusnya aku tidak bertanya, sudah pasti dia tidak baik-baik saja kan?" Ucapnya semakin membuat Ennik penasaran.

"Jangan bertele-tele, Kim. Ada apa?" Desak perempuan itu tak sabaran.

"Jaehyun mengundurkan diri dari grup."

Mata Ennik melebar sempurna, ia mengerjap berkali-kali berusaha mencerna kembali informasi yang baru saja ia dapatkan.

"Mengundurkan diri? Tiba-tiba? Kenapa?"

"Entahlah, dia bahkan keluar dari perusahaan."

Meski terkejut, informasi yang diberikan Doyoung barusan justru membuat Ennik menyatukan alisnya bingung. Bukannya selama ini Jaehyun menolak bertanggung jawab karena tak ingin karirnya hancur?

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang