30📨

631 116 9
                                    

Kediaman pribadi Tuan Nam pagi ini mendapat sebuat paket berukuran besar berbentuk peti yang dihiasi pita berwarna kuning. Meskipun tidak terdeteksi adanya logam berbahaya, tetap saja paket peti itu membuat semua penjaga bersikap siaga. Paketan misterius itu dijatuhkan begitu saja oleh sebuah mobil box yang mendadak berhenti tepat di depan pagar. Tuan Nam yang saat itu sedang menyantap sarapan bersama istri juga anaknya dibuat kesal dengan informasi yang baru saja disampaikan sang asisten. Dengan langkah lebar pria paruh baya itu menuju halaman belakang rumah tempat peti berpita itu diletakkan.

Sesampainya disana, Tuan Nam bisa melihat kalau peti itu sudah dibuka. Kakinya melangkah mendekat, semua penjaga disana otomatis menundukkan kepala menatap sepatu mereka masing-masing. Jantungnya berdetak tak karuan, nafasnya memburu, tangannya pun ikut terkepal saat melihat isi dari peti berpita di hadapannya. Di sana, di dalam peti kayu berukuran persegi panjang terbujur kaku tubuh seorang pria yang tak lain adalah Ong; anak buahnya.

Tidak hanya sampai disitu, seakan belum puas si pengirim peti mati juga menempelkan selembar kertas di dada Ong. Tuan Nam yang menyadari keberadaan kertas itu lalu mengambilnya dan membaca deretan kata disana.

"Kira-kira pita warna apa yang cocok di peti matimu nanti? Hitam? Putih? Merah? Atau pink? Sebutkan saja, aku akan dengan senang hati menyiapkannya untukmu."

Tuan Nam meremas kuat kertas yang kini berada digenggaman. Satu teriakan lolos begitu saja membuat semua orang yang berada disana semakin menunduk waspada. Tanpa disebutkan pun dia tahu dengan jelas siapa pengirim peti mati ini. Darahnya terasa mendidih sampai ke ujung jari, nafasnya semakin memburu dengan mata yang mulai memerah karena amarah. Saat ini pria paruh baya itu merasa sangat terhina, merasa dipermalukan seakan wajahnya baru saja dilempari kotoran binatang.

Semua orang disana masih bergeming ditempat masing-masing, tidak ada yang berani bergerak sedikit pun. Mereka terlalu takut dengan emosi sang atasan yang nampak siap meledak kapan saja, hanya suara gemericik air dari kolam ikan yang menjadi lagu pengiring mereka pagi itu.

"Cari keberadaan istri CEO Lee..." Suruh Tuan Nam lima belas menit kemudian. "...lukai perempuan itu jika ada kesempatan. Tidak perlu sampai membunuh karena itu akan menjadi tugasku." Ucap si pria paruh baya dengan seringai mengerikan diwajahnya.

✖️✖️✖️✖️✖️

Lisa sudah keluar dari rumah sakit tiga hari yang lalu. Seakan ingin cepat-cepat angkat kaki dari negara ini, Lisa langsung menyelesaikan semua urusannya secepat mungkin. Perempuan itu bahkan sudah bertemu dengan sang CEO untuk membuat kesepakatan baru, menyelesaikan hal-hal kecil yang sempat tertunda dan kini dia hanya perlu memindahkan sisa barangnya yang masih berada di apartemen Ten.

Ennik masih terus mengikuti Lisa; entah ke agensi, ke bakery, ke apartemen atau hanya sekedar ke swalayan depan gedung. Ennik benar-benar tak membiarkan Lisa pergi sendiri meskipun sudah berkali-kali diusir, perempuan itu seakan menulikan pendengarannya. Tak ingin bertambah pusing pada akhirnya Lisa hanya pasrah dengan keberadaan Ennik .

"Eonni, kau ingin pergi ke suatu tempat?" Tanya Ennik begitu mereka masuk ke unit apartemen Lisa dan menemukan dua koper besar di ruang tengah.

Langkah Lisa sempat terhenti, perempuan itu menatap dua koper berwarna hitam yang belum sempat dia sembunyikan setelah semalam menyusun barang yang akan dibawanya besok malam.

"Tidak. Semalam aku baru saja membersihkan kamar dan lupa mengembalikan mereka ke gudang." Dusta Lisa kemudian meletakkan dua kardus barang yang baru diambilnya dari apartemen sang suami, atau haruskah dia mulai memanggil pria itu dengan sebutan mantan suami?

"Semua sudah selesai, Ennik . Kau bisa pergi, terima kasih untuk bantuanmu selama ini." Kata Lisa saat semua barang bawaannya sudah berpindah ke ruang tengah.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang