0 6 - Cousin?

725 135 40
                                    

"Lo kemarin ngasih nomer gue ke cowok-cowok, ya?" tanyaku keesokan harinya saat berjalan ke kantin bersama Vera.

"Hehe, iya. Si Nathan tuh, ngebet banget. Kayaknya dia suka sama lo." Vera menyimpulkan sepihak dan mulai mencolek bahuku dengan gerakan genit.

"Nathan yang minta? Yang nge-chat gue malah lebih niatan Rega."

"Wah, berarti Rega juga tertarik!" Vera semakin ganas mencolek bahuku membuatku menggeplak tangannya pelan.

"Please deh, Ver. Terobsesi banget ya, jodoh-jodohin gue?" tanyaku seiring colekan Vera yang semakin tajam. "Jangan genit sama gue, yang udah punya pacar!"

"Ya kali, gue lesbi."

Kami tertawa walaupun itu bukan sesuatu yang lucu sampai akhirnya kami memasuki kantin. Cukup ramai karena istirahat pertama biasanya dipenuhi anak-anak yang belum sarapan seperti aku dan Vera.

"Gue pesenin makan, lo cari tempat." Aku langsung berlalu begitu memberi Vera perintah. Terserah dia mau pilih tempat di mana, karena sepenglihatanku tidak ada meja yang kosong.

Setelah membeli dua piring nasi goreng, aku mengedarkan pandangan, mencari sosok Vera sampai kutemukan dia melambai-lambai dengan tangan Tora mengelilingi bahunya.

Astaga.

LAGI?!

Dengan terpaksa, aku berjalan ke arah Vera lalu menyerahkan nasi gorengnya sebelum kemudian duduk di sebelah kanan Rega.

Ya, Vera memilih meja di mana kumpulan Tora berada. Mungkin karena saking tidak ada tempat.

"Gue kok jadi sering ketemu lo, sih?" ucap Tora tiba-tiba dengan nada mengajak bertengkar. Aku balas menatapnya sengit.

"Gue yang emang selalu sama Vera. Lo aja yang nongol gatau dari mana sambil ngerangkul dia terus," ucapku sarkas. Vera yang memang tidak tersinggungan terbahak, sedangkan Tora melirikku sinis.

"Emang ni cewek," Peter bertepuk tangan entah yang keberapa kalinya. "Savage."

"Makasi, Pet. Lo fans pertama gue."

Kami tertawa lalu mulai memakan makanan kami masing-masing.

Aku hampir menyuap suapan pertamaku saat tangan kananku disenggol dari kanan, sehingga tanpa bisa kukendalikan setiap butir nasi berhamburan ke atas meja.

Aku mendongak menatap sang pelaku, dan dia hanya mengangkat bahunya santai.

"Ini tempat gue."

Aku menoleh ke arah Rega, ingin tahu apakah ucapan Nathan benar. Dan Rega hanya meringis seakan mengiyakan.

"Pas gue dateng, tempat ini kosong." Aku membantah tidak mau berpindah.

"Tapi gue udah duduk duluan, gak liat ada bekas pantat gue di sana?"

Kulihat yang namanya Ivan tertawa paling keras. Alhasil, aku menyuruh Rega bergeser sehingga Nathan bisa duduk di sebelahku.

Aku kembali mencoba menikmati nasi gorengku saat kudengar Tora memanggilku.

"Ren,"

"Hm?"

"Nathan juga single, kalo lo mau. Tetep setengah harga, ada bonus WiFi-nya lagi."

Vera menyemburkan tawanya bersamaan dengan aku tersedak, namun tidak berlebihan. Hanya rasanya butir nasi di kerongkonganku hendak masuk ke tenggorokan namun sepertinya dia kembali memerhatikan GPS dengan baik.

Apasih?

"Lo ceritanya lagi jual temen gitu, Tor?" tanya Nathan. "Dapet untung berapa lo?"

Tora tertawa diikuti Peter dan Ivan. Rega sendiri berusaha menutup mulutnya agar makanannya tidak tersemprot keluar.

Saat sedang asyik tertawa, seorang gadis tiba-tiba mendekati meja kami.

"Kak Rega,"

Kami ikut menoleh, walaupun yang dipanggil hanya Rega. Biasa, sifat dasar manusia. Kepo.

Rega sigap langsung berdiri dan tanpa aba-aba menarik gadis itu menjauh. Aku dan Vera, yang baru saja mengenal Rega, tampak heran.

"Emang sering gitu," Ivan menjelaskan. "Kadang tiap istirahat, adek kelas itu sering nyamperin Rega. Pas kita nanya dia cuma jawab sepupu, tapi gak jelasin lebih jauh."

"Rega agak tertutup ya, orangnya?" tanya Vera. Nathan mengangguk.

"Dia emang luarannya aja asik, tapi dia gak pernah cerita sedikit pun tentang kehidupan pribadinya."

Penjelasan Nathan tidak membuatku melepaskan mata dari Rega dan adik kelas itu yang berdiri di sebelah pintu kantin, tampak berbincang. Gerakan gestur tangan Rega tampak berusaha menjelaskan sesuatu dalam jarak sekitar lima meter dari sini.

"Oy, Ren!" Tora menjentikkan tangannya di depanku. "Serius amat."

"Siapa tau kalo gue pelototin, gue bisa denger mereka ngomongin apa."

Seisi meja tertawa saat mendengar celetukan asalku.

Aku memakan nasi gorengku lagi sambil merenung ringan.

"Gimana, ya? Udah mulai paling deket sama Rega. Orangnya kalem, humornya sama, rasanya sefrekuensi banget. Tapi kalo ada rahasia kayak gini, jadi pengen tau banget."

Beberapa saat kemudian, Rega kembali.

"Siapa tuh, Ga?" tanya Vera berusaha membuktikan kalimat Ivan.

"Sepupu," jawab Rega lalu mulai memakan makanannya lagi. Aku yang berada di sebelahnya merasakan hawa dari tubuh Rega berbeda.

Yakin cuma sepupu?

💨💨💨

👀👀

*up setiap sen, rab, jum

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang