6 0 - Worse

446 52 18
                                    

"Ajak aja dia ke rumah sakit, suruh cek DNA di lab."

"Lo gila?" Respon Rega yang terdengar sangat refleks itu membuatku terkikik. "Ketahuan langsung dong, niat gue?"

"Nah, itu dia." Aku meneguk kopiku yang dibelikan Rega sejenak. "Kita harus mengkhianati dia dikit."

Rega terkekeh melihat senyum jahatku yang tidak kutahan.

"Gimana?"

"Akting jadi bapak. Bilang lo mau ngecek 'bayi lo', pasti dia langsung mau. Apalagi dia kayaknya terobsesi banget sama lo. Ngelihat lo mesra gitu pasti dia gak pikir panjang lagi."

Rega diam sejenak sambil mengamati kopinya. Istirahat kedua yang cukup sepi membuat kami bisa bicara leluasa di kantin.

"Jangan bilang ke Fanya lo mau ngecek DNA anak, dia pasti curiga. Bilang ke dokternya langsung, dan suruh dokternya diem juga. Kalo dokternya gak mau, lo ceritain aja masalah lo sekalian."

Aku cukup bangga dengan pemikiranku yang cukup kritis ini, walaupun memang benar terdengar ribet.

"Logis, sih. Cuma pasti praktik nyatanya susah."

"Belom dicoba, mana tau? Lagian gue gak bisa mikir cara lain selain ini. Lo ada kepikiran alternatif yang lain?"

Rega menggeleng sambil meringis. Aku mencoba berpikir lagi, kembali meminum kopiku, mengamati Rega yang tampak menghela nafas.

"Peluang ini bikin gue berekspektasi tinggi kalo itu beneran bukan anak gue," ucapnya pelan. "Gue takut kalo ternyata itu malah beneran anak gue, dan semuanya gak jadi membaik."

"At least we try," jawabku karena tidak tahu harus merespon bagaimana.

"Ada dua kemungkinan kan, nantinya. Satunya bakal bikin gue ngerasa lega, dan satunya bikin gue makin tersiksa. Jadi serem."

"Berani hadapi kenyataan. Semuanya pasti bakal baik-baik aja." Aku tersenyum sambil menepuk-nepuk tangannya, berusaha menguatkan Rega apa pun yang akan terjadi esok.

Rasanya aku harus mengalihkan topik.

"Lo nanti masuk kerja, ya?" Rega mengangguk menjawab pertanyaanku.

"Fokus kerja dulu aja. Lo harus kasih kesan pertama yang bagus biar dapet gaji bonus."

Rega terkekeh membuatku tersenyum senang berhasil mengalihkannya sesaat.

Keadaan hening sebentar, membuatku mengalihkan pandangan sejenak sebelum batinku terlonjak.

Sejak kapan dia ada di situ?!

Aku meneguk ludahku, tergoncang. Meski dia tidak menoleh ke arah sini, namun bentukannya dari belakang sudah sangat sering kulihat.

Nathan duduk tepat di belakang Rega, membelakangi kami. Rega sendiri pasti tidak menyadarinya. Kalau iya, dia pasti-

"Ren,"

"Y-ya?" jawabku gagap karena masih terkejut.

Rega menatapku sebentar sebelum kemudian mengalihkan pandangannya lagi.

Bagaimana ini? Apa aku harus bilang ada Nath-

"Lo berusaha nyelesain masalah gue gini, apa masalah lo sendiri udah selesai?"

Apa?

💨💨💨

Hari terasa lebih lama dari biasanya, mungkin karena aku sendirian tanpa Vera. Tadi juga tiba-tiba kelas tambahan, ditambah bebarengan jadwal piketku, membuatku pulang lebih lama dari biasanya.

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang