3 7 - Nickname

478 75 16
                                    

t-t-tembus 1k :')
idk what to say except thank u
LOVE Y'ALL💕

💨💨💨

"Mau ke mana?"

Aku berjengit lalu menoleh melihat Ibu yang berdiri di depan kamarku. Pintunya memang sengaja kubuka karena aku juga hendak keluar.

"Mau ke bioskop," jawabku apa adanya.

"Sama siapa?"

"Vera."

Ibu diam sejenak, menatapku tajam, membuatku gelisah sendiri. Sepertinya mood-nya lagi-lagi sedang tidak baik.

"Pergilah. Jangan pulang terlalu sore."

"Iya, Ibu. Terima kasih," ucapku tulus. Ibu mengangguk lalu turun ke bawah, membuatku menghela nafas lega.

Hari ini hari Minggu. Sekolah libur jadi Ibu sebagai guru pun juga libur. Tapi Ayah tidak, karena restoran memang buka setiap hari.

Aku berpamitan kepada Ibu lalu berjalan ke halte di luar gang. Barulah handphone-ku berdering lama.

"Halo?"

"Ini serius gue tunggu di halte aja?"

"Iya, ini gue lagi jalan ke sana."

"Gue jemput aj-"

"Shshs! Diem di situ."

Aku terkikik mendengar Nathan yang tak ada pilihan lain.

Yep, second date is coming! Kuakui aku berdosa sudah berbohong kepada Ibu, tapi jika tidak, kemungkinan besar Ibu tidak akan mengizinkannya.

Toh, kalian juga pasti lebih suka aku pergi dengan Nathan, kan?

Dosanya kutanggung sendiri, deh.

"Hai," sapaku tidak segugup sebelum-sebelumnya. Sudah berlatih sekitar lima hari dengan permainan "sudut pandang".

"Hai," jawab Nathan lalu matanya meneliti penampilanku. "Lo kelihatan-"

Mataku berbinar, siap-siap merasa bangga dengan outfit yang kupilih semalaman sejak Nathan mengajakku nonton.

"Beda."

Aku mendengus lalu naik ke belakangnya.

"Beda gimana? Yang jelas, dong!" desakku. Dia tertawa geli.

"Iya, iya. Lo cantik."

Aku tersenyum malu mendengar pujiannya. Cukup langka mendengar seorang Nathan memuji, you know?

Nathan melajukan motornya ke bioskop yang sudah dia tentukan. Aku bahkan tidak tahu film apa yang akan kami tonton.

"Kita nonton apa?" tanyaku dengan suara sedikit keras dan kepala yang kudekatkan.

"A Quiet Place 2. Udah nonton yang pertama?"

"Belom."

"Yaudah, besok-besok gue bawa nonton yang pertama. Biar nyambung."

"Malah kebalik, dong?"

Kami tertawa lalu mengobrolkan hal kecil lainnya sepanjang perjalanan. Aku juga diam-diam mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang terjadi saat kami terakhir bersama.

Oh, iya. Dia cemburu! Yang waktu itu aku dan Peter sedang membahas tentang jaket. Haruskah kubahas juga?

"Jaketnya Peter gimana?"

Aku terkesiap sejenak. Wah, dia membahasnya. Berarti kami memikirkan hal yang sama!

Wah, soulmate.

"Besok Senin gue balikin."

Nathan mengangguk-angguk lalu memarkirkan motornya di parkiran mall. Kami kemudian berjalan beriringan ke dalam.

"Kok bisa jaket Peter ada di lo?"

"Lo belom tau?" tanyaku heran. Oh iya, aku hanya cerita ke Vera waktu itu. "Gue waktu itu bangun kesiangan, terus dijemput Peter. Eh, ditengah jalan ada razia. Jadilah gue disuruh pake jaketnya terus ngumpet dari polisi."

Aku terkikik sendiri mengingat betapa menegangkannya kejadian itu.

"Seru ya, sama Peter?"

"Apa, sih?" Aku menggeplak tangannya sambil tertawa sedangkan dia mendengus.

Ternyata begini rasanya dicemburui.

"Lo cemburu?" tanyaku lalu menapakkan kaki di eskalator. Nathan mengikuti di belakangku.

"Cemburu ya, cemburu. Tapi gue nggak seposesif itu sampe ngelarang lo temenan sama Peter. Gue kenal kalian berdua."

Aku tersenyum mendengar kalimatnya yang terdengar dewasa itu. Kami melanjutkan langkah sampai masuk ke bioskop, mengantre, memesan tempat, membeli popcorn, lalu duduk menunggu teater dibuka.

"A Silent Place?" tanyaku mencoba mengingat.

"Quiet."

"Ya, itu. Genre-nya apa? Gue gak mau kalo horor. Anti hantu."

"Thriller," jawab Nathan lalu memakan popcorn-nya. "Kayak monster gitu, sih. Banyak jumpscare-nya. Namanya juga quiet place, ada suara dikit pasti ngagetin."

"Lo tuh, ya?" Aku berdecak. "Weekend itu buat refreshing, bukan nyari tekanan batin."

Nathan terkekeh.

"Kalo kagetan, pegang tangan gue aja."

"Modus," sambarku langsung. Nathan terkekeh membuatku termenung juga. Dipikir-pikir, aku dan Nathan belum pernah skinship yang berlebihan.

Iya, ya? Kenapa aku tidak pernah terpikirkan oleh hal ini?!

"Nata!" Aku terlonjak seketika, membuat Nathan tertawa geli.

"Belom masuk aja udah kagetan, gimana pas nonton? Teaternya udah dibuka, tuh."

Aku meringis lalu mengikuti langkahnya.

"Omong-omong, lo panggil gue 'Nata' lagi, ya? Kenapa, sih?"

"Dibilangin itu panggilan sayang. Lucu, kan? Nathan sama Nata," jawab Nathan enteng lalu menyerahkan tiket ke penjaga.

"Ya, tapi aneh! Masa lo gak merasa aneh?" tanyaku gemas karena aku sendiri juga merinding mendengarnya.

"Nanti juga terbiasa."

💨💨💨

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang