2 2 - Let Go

528 96 21
                                    

di pagi yg cerah ini, mari kita mengawali chapter dgn vote :>
enjoy~

💨💨💨

"Wah, lo mau gantiin gelar Nathan, ya?"

Rega hanya meringis, tak menyangkal apa yang dikatakan Peter. Dia kemudian bergabung dengan kami setelah "salam kangen" karena dia tidak masuk dua hari.

Aku sempat melongo sejenak namun kemudian mengendalikan ekspresiku. Iya, dia Rega. Mantan doiku yang bolos dua hari selepas memberi tahu dia sudah tak sendiri.

"Tapi lo tadi di kelas gak ada," ucap Tora lalu melahap makanannya. Vera di sebelahnya juga menoleh ke Rega penasaran.

"Iya, gue barusan masuk siang ini."

"Berarti sempet ada niatan bolos, dong?" Kesimpulan Vera membuat kami tergelak.

"Kenapa dua hari kemarin gak masuk?" tanyaku dengan nada sebiasa mungkin.

"Ada urusan keluarga," jawabnya. Aku mengangguk-angguk, padahal setengah tidak percaya.

"Ya, seenggaknya kabari kek. Gue jadi beneran ada saingannya sekarang," keluh Nathan membuat kami tertawa lalu melanjutkan makan.

Mataku diam-diam melirik ke arah Rega yang berada di depan kananku. Dia tampak baik-baik saja, hanya wajahnya yang tampak lesu dan pucat sedikit.

Mungkin keluarganya ada yang berpulang, batinku menebak-nebak.

"Eh, Ga. Kita nanti mau ke rumah gue. Ikutan?" tawar Peter. Rega berpikir sejenak kemudian mengangguk.

"Boleh, deh," katanya. "Gue kangen main sama kalian, haha!"

"Makanya besok masuk! Kita bakal main tiap hari sampe lo eneg sendiri."

Kami tertawa lagi. Aku tersenyum senang lalu tiba-tiba bola mataku memaksa untuk melihat ke sekeliling.

Dan mataku bertubrukan dengannya.

Rega tidak ada, dia tidak ada. Rega masuk, dia juga masuk. Kebetulan atau memang?

Aku tersenyum formalitas untuk sekadar menyapanya, dan Fanya juga tersenyum sebelum kemudian berbalik.

Benar-benar ada yang aneh di sini.

💨💨💨

Akhirnya bel pulang berbunyi! Saatnya main!

Entahlah, aku rasanya senang sekali. Seperti kembali ke zaman bocah kecil dulu.

Setelah mendapat perizinan dari Ibu, kami berjalan ke parkiran motor karena Tora tidak membawa mobilnya, tapi tetap membawa motor.

"Perjalanan ke rumah Peter berapa lama?" tanya Vera tiba-tiba.

"Sekitar lima belas menit, kalo ngebut."

"Wah, beneran jauh." Aku mengeluh. Enak di rumah Nathan, dekat.

"Gapapa, nanti aku anterin pulang," ucap Tora membuatku seketika menoleh dan mendapati Tora menatap ke Vera.

Yaiyalah. Ya, kali.

Sudahlah, urusan pulang gampang nanti.

Kami akhirnya berangkat. Peter sendiri sudah pergi duluan tadi, katanya hendak membereskan kamar. Malu ada tamu.

Vera naik ke boncengan Tora, dan aku bingung hendak naik ke motor siapa.

Rega atau Nathan?

"Itu pacar orang, jangan lo tempelin!" Nathan melambaikan tangannya menyuruhku mendekat. Aku menjulurkan lidahku.

"Daripada gue ditempelin cowok modus kayak lo?" balasku lalu langsung naik ke belakang Rega. Kami tertawa lalu mulai berangkat.

Perjalanan cukup hening. Aku hanya mengamati Rega dari belakang. Setelah tidak terlihat dua hari, auranya jadi terasa sedikit berubah membuatku berpikir untuk membuatnya sedikit ceria.

"Rega!" panggilku tiba-tiba membuatnya tersentak bersamaan aku yang tergelak.

"Astaga. Napa?"

"Apa kabar? Hehe." Aku mendekatkan kepalaku supaya tidak terlalu berteriak.

"Hah? Baik?" jawabnya aneh membuatku terkekeh.

"Nggak ada masalah, kan?" tanyaku.

Bagaimana pun juga, dia sekarang termasuk teman baikku. Teman saling menopang, kan?

"Nggak," jawabnya beberapa saat kemudian.

"Baguslah. Kalo ada apa-apa, bilang aja. Oke?" kataku akhirnya. Dia mengiyakan disusul kekehan membuatku tersenyum puas.

At least he know that he can count on me.

"Oh, iya. Gimana hubungan lo sama Fanya?"

Bibirku mengatup seketika. Bodoh! Kenapa bertanya seperti itu? Aku hanya berniat bertanya dalam hati, tak disangka juga keluar dari mulut.

"Gimana apanya?"

"Emm, yakan ka-"

Ciitt

TINNN!

Rega mengklakson pengendara di depannya dengan emosi setelah dia mengerem secara mendadak. Pasalnya orang di depannya itu memasang sen kanan namun malah berbelok ke kiri, membuat Rega yang mengira dia hendak berbelok ke kanan terkejut seketika.

Sedangkan ibu-ibu yang diklakson itu malah memelototi Rega dan berbelok ke kiri tanpa dosa. Kudengar Rega berdecih pelan.

"Bodoamat mau lo tua atau muda, jalanan bukan punya lo sendiri. Lo salah, gue klakson. Gak terima? Gak usah naik motor," omel Rega pelan lalu melirik ke arahku sekilas. "Lo gapapa, Ren?"

Aku masih memegangi daguku yang tadi menabrak bahunya. Rega sepertinya tidak menyadarinya, namun bagiku masih terasa sangat jelas.

"Iya, gue gapapa."

Ingat, Rena. Lelaki di depanmu itu sudah berpemilik. Jangan berharap lebih.

Padahal kalo sama Peter, nyandar aja gak kerasa apa-apa. Giliran sama Rega, dagu nyentuh dikit langsung heboh sendiri.

Memang benar-benar ya, perasaan sangat memengaruhi tingkah laku.

Hening. Rega menambah kecepatannya karena sedikit tertinggal dari Tora dan Nathan karena insiden kecil tadi. Aku bingung hendak mengungkit topik yang tadi atau mengangkat topik yang baru.

Tetapi aku sangat ingin dia menjawab pertanyaanku tadi. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Tetapi bagaimana jika dia malah tersinggung dan-

"Gausah khawatir," ucap Rega tiba-tiba seakan tahu apa yang aku pusingkan. "Gue baik-baik aja, Ren."

Aku termenung sejenak. Entah hanya perasaanku atau memang Rega tidak ingin aku tahu lebih banyak.

"Yaiyalah, lo harus baik-baik aja. Kalo nggak, gue pukul." Rega tertawa mendengar ancamanku yang berusaha mencairkan suasana, membuatku juga ikut tertawa.

Ya, aku tidak akan memaksa.

Aku memang masih menyimpan rasa, namun jika dia tidak merasakan hal yang sama, untuk apa aku bersikeras menahannya?

Aku harus mulai melepaskannya.

💨💨💨

mengsedih T_T

*up setiap sen, rab, jum

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang