3 4 - Jealousy

524 90 47
                                    

"Ver, temenin ke gedung IPS, yok!"

"AYOK!" Vera langsung menjawab dengan penuh semangat, padahal ini masih jam setengah tujuh pagi.

Aku mendengus, menyadari dia sekalian mau menemui kekasihnya.

Oh, berarti aku juga akan menemui kekasihku?

Wow.

Dari kemarin rasanya aku terus dikejutkan oleh setiap perbedaan dan pembaruan ini.

Rasanya seperti manusia purba barusan keluar dari gua.

"Ngapain lo ke sana?" tanya Vera sembari kami turun ke lapangan. Aku menunjukkan buku-buku komik di tanganku.

"Mau ngembaliin ini ke Peter."

Vera ber-oh ria lalu kami berbincang hal-hal yang lain sampai langkah kaki kami berhenti di depan kelas XII-IPS-3.

"Tora!" panggil Vera begitu melihat yang dipanggil sedang duduk memainkan handphonenya.

Tora menoleh terkejut lalu langsung berjalan mendekat, mungkin heran mengapa kekasihnya datang kemari.

"Tumben banget ke sini," katanya langsung. "Oh. Kangen, ya?"

Vera tertawa sedangkan aku berdecih. Respon yang sungguh bertolak belakang.

"Peter ada?" tanyaku sambil melirik ke dalam kelas, siapa tahu melihat sosoknya.

"Apa?"

Aku dan Vera sontak berjengit kanget mendengar suara yang berat dari belakang kami.

"Panjang umur, Pet. Nih, dicariin."

Aku tersenyum lebar lalu menyerahkan komik yang sudah kubaca itu ke arahnya.

"Nanti kan, juga bisa," katanya sambil geleng-geleng lalu meraihnya. Aku meringis.

"Berat, hehe."

"Kalo di gue, auto enteng, gitu?"

"Iyalah, tas lo kan gaada isinya."

"Terus gue ke sekolah ngapain?"

"Malak."

Peter berdecak heran, melihatku yang masih terpengaruh oleh first impress-nya. Aku terkekeh.

"Jangan tersinggung loh, Bang."

"Gue bukan Abang lo," bantahnya langsung lalu memasukkan tumpukan buku yang kuberikan tadi ke dalam tasnya, kemudian mengeluarkan satu komik lain.

"Dua belas!" seruku girang lalu membungkuk kecil untuk berterima kasih. Dia menyentil keningku pelan membuatku mengaduh. Mungkin itu artinya "sama-sama"?

Vera dan Tora masih berbincang di sebelahku, membuatku mengamati Peter yang masuk ke kelas, melihat-lihat bentukan kelas IPS.

Hm, tidak ada bedanya dengan kelasku, sih.

Mencari sosok yang kukenal, Rega dan Ivan belum kelihatan. Dan di pojok sana ada-

Setan.

Bukan.

Nathan.

Aku tersenyum manis, menyapanya dalam diam. Dia balas tersenyum simpul dengan lambaian kecil ke arahku yang membuatku berdebar tak karuan.

Astaga, kenapa ini malah terasa seperti cinta monyet?

💨💨💨

Istirahat. Waktunya makan!

Sudah ada Peter dan Ivan di tempat biasa, jadi aku dan Vera segera bergabung dengan mereka setelah memesan makanan.

Sampai nasi sotoku datang pun, Nathan belum terlihat. Vera juga tampak celingukan mencari Tora.

"Nyariin pacar teros!" cibir Peter sambil melahap nasi gorengnya. Hampir saja aku tersedak karena kupikir dia menegurku, untungnya Vera langsung membalas.

"Idih, sirik aja lo, mblo!"

Ivan tertawa mendengar skakmat dari Vera, sedangkan aku hanya tersenyum geli.

"Nyariin aku?" Tora tiba-tiba datang entah dari mana. Aku saja terkejut apalagi Vera yang dirangkul langsung.

Bahuku disentuh membuatku menoleh, melihat Nathan yang berdiri menjulang di sebelahku. Mengerti kodenya yang menyuruhku bergeser, aku pun bergeser mendekat ke arah Peter supaya Nathan bisa duduk.

Ya, teman. Tenang.

"Rega gak masuk lagi," keluh Ivan.

"Kenapa ya, dia jadi jarang masuk?" tanyaku menimpali.

"Padahal gelar tukang bolos masih tersemat di Nathan."

Kami tertawa mendengar sahutan Tora.

"Gue rela kok, melepas gelar gue," ucap Nathan membuat yang lain tertawa geli. "Lagian sekarang gue rajin masuk, ya!"

"Kenapa nih, Nath?" tanya Peter kepo.

"Karena ada suatu alasan." Bersamaan dengan kalimat itu, Nathan menyenggol lututku perlahan dari bawah, membuatku terdiam sejenak.

Huhu, BAPER.

"Idih, sok misterius!" seru Vera membuat kami tertawa.

Aku kembali memakan nasi sotoku sambil melirik Nathan diam-diam. Dia tampak asyik memakan nasi ramesnya, seakan tidak ada tanda-tanda untuk pengumuman atau apa.

Berarti benar, kami backstreet.

Tak apa.

Yang penting resmi.

"Eh, lihat!" Vera tiba-tiba menunjuk ke satu arah. Kami semua menoleh dengan segera menuju arah yang dimaksud Vera.

Fanya.

Gadis itu berada agak jauh dari kami, sehingga Vera berani menunjuknya langsung.

"Mungkin dia tahu Rega ke mana?" tebak Tora. Aku mengangguk-angguk setuju.

Dan tanpa diminta, Fanya berjalan menghampiri kami.

"Ada tau Kak Rega gak?" tanyanya langsung tanpa sapa tanpa permisi dengan nada tak bersahabat.

"Gak tau, tuh?" jawab Peter dengan nada yang sama.

Dan dia langsung berjalan pergi tanpa mengucapkan apa pun, membuat kami geregetan sendiri.

"Buka jasa santet di mana, ya?"

Celetukan Ivan membuat kami tertawa terbahak-bahak, tidak menyangka cowok alim sepertinya bisa berkata seperti itu.

Ini yang aku sukai dari kumpulan ini. Setiap menitnya selalu ada tawa yang terdengar.

Kami kemudian kembali makan dengan tenang diselingi beberapa obrolan ringan.

"Jaket gue gimana, Ren?" tanya Peter tiba-tiba ke arahku.

"Baru gue jemur. Besok gue kembaliin."

"Besok libur."

"Oh, iya? Senin berarti, ya?"

"Oke."

Aku meneguk minumanku dan tiba-tiba menangkap Nathan yang tengah melirikku dengan alis terangkat sebelah, membuatku hampir memuncratkan air di dalam mulutku.

Ekspresi apa itu?!

Dia, cemburu?

💨💨💨

so- here's the thing
Avi mau upload crita laen:3
di akun ini juga, tapi masi gatau mau kapan di up nya hehe

sembari nuntasin WiFi, sekalian nyambi yg lain wkwkw

judulnya "Sepuluh"
hayolo ada apa dgn 10 (ಡ ͜ ʖ ಡ)
ditunggu ya!

TRIMAKASI YG UDAH BACA, VOTE, COMMENT, SUMPA DEH
im nothing w/o u💕

*up setiap sen, rab, jum

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang