4 9 - Done

453 54 50
                                    

h-happy 3k .-. t-thankyou from the bottom of my heart, idk how to-

bentar ya, aku lgi speechless. dah kalian lgsng scroll dulu aja..

selamat membaca🐳
siap mental yah;)

💨💨💨

"Rena, lo sakit?"

Aku bergumam-gumam tak jelas sambil memejamkan mataku.

Obat yang kemarin kuminum tidak terlalu membantu. Bahkan pagi tadi bisa kurasakan tubuhku semakin lemas saja.

"Jangan tanya gitu terus, bikin gue sadar kalo gue sakit," kataku. "Lo harus perlakuin gue kayak gue sehat-sehat aja."

"Mana bisa gitu?!" tolak Vera langsung. "Lo pulang aja, ya? Gue catetin semua materi hari ini, deh. Biar lo gak ketinggalan."

Aku menatap Vera memelas lalu memeluknya erat tanpa aba-aba.

"Gue sayang sama lo, Ver."

"Iya, iya. Udah, pulang sekarang. Wajah lo makin pucet. Gue pesenin online, ya?"

"Gue beneran sayang sama lo, tapi gue gak percaya sama lo yang bilang mau nyatetin materi," ucapku terang-terangan membuat Vera terkekeh mengakuinya.

"Gue gapapa, paling nanti istirahat udah baikan," ucapku meyakinkannya. Vera kemudian mengalah sambil mengatakan bahwa aku harus langsung pulang begitu aku sudah tidak tahan.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Sekitar tiga jam kemudian, bel istirahat berbunyi. Aku mengajak Vera sebentar untuk membasuh mukaku supaya tidak terlalu terlihat sakit. Vera juga mengoles bibirku dengan pelembab bibirnya agar tampak lebih hidup.

Akhirnya kami berjalan ke kantin dengan tangan Vera menggandeng tanganku. Entah di mana lagi aku bisa menemukan orang seperti Vera di dunia ini.

"Lo mau bubur ayam?"

Aku mengangguk mendengar tawaran Vera, lalu mataku menjelajah ke meja yang biasa aku tempati sekarang.

Ada lima orang lelaki yang sudah kukenal baik di sana. Tora dan Ivan duduk di barisan yang sama, sedangkan tiga lainnya duduk berhadapan dengan mereka.

Nathan, Rega, dan Peter duduk berjejeran dengan eloknya. Nathan di ujung kanan, memasang wajah cool andalannya. Rega di tengah, menampilkan ekspresi kalem seperti biasa. Dan Peter di ujung lain, mendengarkan celotehan Tora dengan raut garang khas-nya.

Aku mendengus, merasa bahwa mereka bertigalah yang menyebabkan pikiranku penuh sampai memberi efek pada tubuhku.

Bola mataku bertubrukan dengan bola mata Nathan. Aku tersenyum kecil sambil melambaikan tanganku, sekadar menyapa dari kejauhan. Dan dia terlihat mengangguk samar.

Sepertinya ini sudah jadi rutinitas hubungan backstreet.

Kadang aku berpikir, sampai kapan mau begini? Kadang aku membayangkan bagaimana rasanya berlari ke arahnya, memanggil namanya dengan keras, sembari melihatnya tersenyum ke arahku dan membentangkan tangannya menyambutku.

Rasanya, manis.

Tapi aku harus tetap menghargai pilihannya.

"Yuk, Ren."

Lamunanku seketika buyar. Aku mengikuti langkah Vera yang tengah membawa nampan berisikan makanan kami.

Hm, feeling-ku tiba-tiba tidak bagus.

"Rena kenapa?" Suara Peter langsung terdengar begitu aku duduk di sebelah Ivan.

"Sakit kayaknya, tapi dia gak mau dibilang sakit," jawab Vera lalu duduk diapit aku dan Tora.

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang