6 | Aroma Perpisahan

860 97 30
                                    

"Kenapa semua ini harus terjadi? Aku harap ini hanyalah mimpi buruk. Dan sekarang juga aku ingin terbangun dari gelapnya bunga tidurku."



°Saras°

"Dari mana aja kamu?!" kali ini Bram benar-benar sangat marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dari mana aja kamu?!" kali ini Bram benar-benar sangat marah. Sampai membuat Rena dan Saras terkejut. Saras yang terbiasa dengan sikap Bram yang gemar membuat lelucon, kini dia bergeming.

Saras hanya menunduk dan terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Dia mengerti betul, bahwa Bram dan Rena juga pasti sudah mengetahui dari mana Saras sebenarnya.

"Papah bener-bener nggak habis pikir sama kamu, Saras! Papah udah coba ngingetin kamu dengan cara yang halus, tapi tetep aja kamu nggak berubah. Kamu itu be-be ...."

"Papah!!!" jerit Rena dan Saras.

Bram terjatuh ke lantai. Susah payah Rena dan Saras membawa Bram ke dalam mobil untuk dilarikan ke rumah sakit.

Di lorong rumah sakit Rena tampak sangat cemas. Begitu juga dengan Saras yang diliputi rasa bersalah. Dalam kepalanya, Saras terus teringat betapa marahnya Bram tadi.

Kini Rena dan Saras hanya mampu menatap pintu yang tertutup rapat. Keduanya terus berjalan mondar-mandir menunggu hasil pemeriksaan dokter. Tak lama, dokter keluar dari ruang UGD.

"Pak Bram mengalami serangan jantung, jadi sebisa mungkin jangan sampai membuatnya banyak pikiran apalagi marah berlebih. Karena itu akan sangat membahayakan kesehatannya."

Saras terkejut mendengar ucapan dokter, Rena pun menutup mulutnya. Mereka sangat terpukul mendengar diagnosa tersebut, karena untuk pertama kalinya Bram sakit separah itu bahkan sampai jatuh pingsan.

"Apakah saya boleh masuk, Dok?"

"Boleh, tapi jangan berisik, ya! Pasien sedang beristirahat."

Rena dan Saras memasuki ruangan. Mata mereka berkaca, melihat sosok empat puluh tahunan itu terbaring lemah.

"Ini semua gara-gara kamu, Saras. Coba aja kamu tuh nggak banyak tingkah. Pasti Papah kamu nggak bakalan kayak gini," ucap Rena dengan penuh nada penekanan.

"Maaf, Mah. Saras nggak tau kalo jadinya bakal kayak gini." Saras tidak berhenti menitikkan air matanya.

"Mah, tangan Papah bergerak," ucap Saras dengan mengusap kasar air matanya.

Perlahan Bram membuka kedua matanya. Dia menatap langit-langit atap rumah sakit dengan penuh tanya.

"Mah, apa yang terjadi? Kok Papah bisa ada di sini?" Bram mengawasi sekitar.

"Tadi Papah pingsan, terus Mamah sama Saras bawa Papah ke rumah sakit," Rena menggenggam erat tangan suaminya itu.

Susah payah Bram menghela napas. Dengan penuh rasa bersalah, Saras mendekati Bram dan memeluknya.

"Pah, maafin Saras. Semua ini gara-gara Saras," tangisnya semakin pecah, Saras sangat menyesali perbuatannya.

"Saras sayang sama Papah? Saras nggak mau Papah sakit lagi, 'kan?"

Saras melepaskan pelukannya dan mengangguk pelan.

"Jadi Papah mohon, berhenti berhubungan sama teman-teman kamu yang nggak jelas itu. Papah mau kamu menikah sama Adam. Papah yakin dia bisa merubah kamu jadi lebih baik," ucap Bram dengan napas yang tersendat-sendat.

"Ta-tapi, Pah ...."

Kondisi Bram semakin memburuk, napasnya terdengar pendek. Mata Bram pun menyipit.

Rena dan Saras semakin panik melihat kondisi Bram saat ini. Tidak ada pilihan lagi.

"Oke, Pah. Saras bakalan berhenti berhubungan sama mereka," ucap Saras dengan pasrah. Dia terlihat begitu sedih, karena selama tiga tahun ini hanya merekalah yang mau berteman dengannya secara tulus. Tidak seperti saat dia masih SMP, teman-temannya hanya memanfaatkan Saras untuk kepentingan mereka sendiri.

"Tapi izinin Saras berteman sama mereka sampe lulus, Pah. Saras nggak punya temen lain selain mereka. Selama ini cuma mereka yang tulus temenan sama Saras," lirihnya. Kali ini air matanya kembali menetes.

Rena yang mendapati Saras sesedih ini, menganggukkan kepala kepada Bram. Pertama kalinya Saras benar-benar menangis di hadapan mereka. Membuat Rena merasa tidak tega kepada Saras. Tetapi bagaimana lagi? Bram dan Rena sangat mengkhawatirkan Saras yang mereka anggap sudah salah pergaulan. Memang salah. Bagaimana bisa seorang perempuan berteman dengan gerombolan anak-anak brandal seperti mereka? Tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, langkah inilah yang bisa mereka ambil.

"Iya, Papah izinin kamu berteman sama mereka sampe lulus. Tapi setelah itu, kamu harus jauhi mereka."


__________________________________

Gimana chapter hari ini?
Apa perasaan kalian?
Kalo aku rasanya ikut nyesek.

Pernah nggak sih, kalian disuruh ngejauhin temen-temen kalian?
Padahal kalian ngerasa cuma mereka yang ngertiin kalian.

Please komen di bawah kalo kalian punya pengalaman yang sama.




Jangan lupa follow, vote, and comment ya🤗

Tunggu next chapter😉

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang