"Jangan mencariku, aku pernah selalu berada di sampingmu namun kamu abaikan. Dan kini aku hanya ingin menghilang."
•
•Entah mengapa suasana terasa sangat hening. Bahkan rumah minimalis itu terlihat seperti rumah yang tidak berpenghuni. Belanjaan yang baru saja dibeli hanya mereka diamkan tanpa berniat untuk mengubahnya menjadi sebuah makanan.
Tidak seperti biasanya, Adam terlihat murung. Dia terus membisu, sesekali menjawab pertanyaan receh Saras dengan jawaban yang sangat singkat. Saras merasa jika perubahan sikap Adam sekarang terjadi karena wanita berhijab itu. Zahra. Tetapi kenapa? Dan ada hubungan apa mereka?
Saras tampak bodoh dengan beberapa tingkah konyolnya. Apa dia sedang mencari perhatian Adam? Atau dia hanya sedang merasa dicampakkan?
🍁
"Huh, Adam kenapa sih? Udah berhari-hari sejak ketemu tuh cewek dia berubah. Lebih dingin. Kayak manusia kutub utara," desah Saras sambil mengerucutkan bibirnya.
Ting!
Saras menatap dengan malas sebuah nama yang tertera di layar ponselnya.
Bagas Chandra Georgino
Sa, kita harus ketemu. Ada
yang mau gue jelasin ke lo.Me
Ogah. Jangan pernah lo hubungin gue lagi.Bagas Chandra Georgino
Please, Sa. Gue janji ini terakhir kali
gue ganggu hidup lo.Me
Share lokasi.Membaca pesan Bagas, membuatnya begitu sedih. Mengingat sebelumnya mereka begitu dekat. Sekarang keduanya tampak begitu asing. Jangankan tertawa bersama, saling sapa pun tidak.
"Ini terakhir? Terakhir kali gue ketemu Bagas?" Saras menghela napas perlahan.
"Bagas, andai lo tau. Gue kayak gini karena gue kecewa sama lo, gue pernah berharap kalo cuma lo cowok gue nantinya. Tapi karena kobohongan lo itu, semua berantakan."
Rasa kecewa itu kembali muncul dalam bayangan. Memaksa Saras untuk mengingat beberapa kenangan terindah dalam hidup. Tentang kebersamaan dan kebahagiaannya bersama Gengstar. Sayang, semua menghilang dengan begitu cepat.
Dengan kecepatan sedang, Saras mengendarai mobilnya. Untunglah jalanan lengang, sehingga dia dapat melaju tanpa hambatan. Saras hampir sampai, namun tiba-tiba dia meminggirkan mobilnya.
"Nggak bener. Inget Saras, lo udah punya suami. Masa masih mau ketemu cowok lain? Lagian gue juga belum izin sama Adam. Apa gue pulang aja, ya? Tapi gue bosen di rumah. Jam segini Adam belum pulang juga lagi, nggak biasanya," monolog Saras.
"Perasaan waktu gue masih sekolah, guru-guru juga jam empat sore udah pada pulang. Lah ini udah mau jam delapan malem Adam belum sampe rumah."
Me
Bagas, maafin gue. Gue nggak bisa ketemu lo.
//dilihat"Sorry, Gas. Tapi gue nggak bisa."
Saras hendak memutar balikkan mobilnya, namun matanya menyipit kala menatap ke sebuah kafe yang letaknya tepat di hadapan Saras. Dia begitu terkejut, tanpa berlama-lama dia mendatangi kafe tersebut."Zahra, aku minta maaf. Cuma itu yang bisa aku ucapin. Aku tau kalo kamu terlalu kecewa. Tapi apa yang bisa aku perbuat? Ini udah jadi keputusan umi sama abi. Aku nggak bisa ngebantah mereka," papar Adam kepada Zahra. Gadis yang kini duduk di hadapannya.
"Iya, Mas Adam. Saya ngerti kok, saya udah coba ikhlas. Tapi ini terakhir kali kita ketemu kayak gini ya, saya udah maafin Mas Adam. Saya nggak mau nantinya terjadi kesalahpahaman antara Mas Adam sama Mba Saras."
Dengan kaki panjangnya, Saras melangkah dengan cepat. Rasanya dadanya bergemuruh, panas, dan ingin sekali dia berteriak sekarang juga. Napasnya naik turun, tangannya sudah mengepal. Semoga jurus premannya tidak dia gunakan saat ini.
"Adam," panggil Saras dengan suara yang terdengar tenang, tetapi menusuk.
Saat Adam berusaha bangkit untuk menjelaskannya, Saras mengacungkan jari telunjuknya. Dia menahan Adam agar tetap duduk.
"Nggak ada yang perlu dijelasin. Aku harap aku nggak akan pernah ketemu kamu lagi!" tegas Saras.
"Sa-Saras," ucap Adam dengan terbata-bata. Belum sempat Adam mengatakan apa pun, Saras sudah lebih dulu meninggalkannya. Dengan sigap Adam berlari, namun Saras sudah menghilang. Adam mengacak rambutnya frustrasi. Ini semua terjadi karena dirinya.
Tapi, akan pergi ke mana Saras? Dia berlari tanpa tujuan. Iya, itulah Saras. Selalu melangkah tanpa arah. Dan mirisnya, dia seorang diri.
"Arghhh, sial! Bisa-bisanya gue dibohongin sama dua cowok! Bodoh lo Saras! Bego! Tolol!" Saras terus mengumpati dirinya sendiri. Dengan kecepatan di atas rata-rata, dia seakan terbang. Matanya menatap kosong ke depan, dia seakan sudah kehilangan akal.
"Terus gue harus ke mana? Gue nggak punya temen. Gue juga ogah balik ke rumah itu." Tanpa sadar, air mata Saras meluncur dengan mulus ke pipinya.
Hanya ada satu rumah di kepalanya. Hanya ada satu tujuan Saras melangkah. Orang tuanya.Saras tiba di rumah Bram dan Rena. Dia terus mengetuk pintu dengan isak tangis yang masih tersedu-sedu.
"Loh, Saras kamu kenapa?" tanya Rena sambil mengawasi sekitar. "Adam mana? Kamu ke sini sendiri?"
Tanpa menjawab cecaran Rena, Saras langsung memeluk ibunya itu. Sungguh, jangan ajak dia bicara kali ini. Hatinya sedang sangat hancur.
"Ya udah ayok masuk."
Bram dan Rena masih tidak mengerti. Belum pernah Saras menangis seperti ini. Pernah satu kali, saat di rumah sakit. Yaitu ketika Bram meminta Saras untuk menjauhi teman laki-lakinya. Rena menjadi yakin, pasti masalah serius. Karena Saras bukanlah wanita yang mudah menangis.
"Cerita sama Mamah, kamu kenapa? Berantem sama Adam?"
Saras terus menangis. Tanpa menjawab pertanyaan Rena, dia langsung berlari menuju kamarnya. Dia ingin menangis sendiri di sana.
"Apa gue cuma buat permainan kalian doang? Apa perasaan gue cuma buat nyenengin hati kalian? Bahwa naklukin hati gue itu gampang? Kenapa semua cowok sama aja? Dan kenapa gue bego banget karena udah mulai buka hati gue buat cowok sialan itu!" Saras membanting semua benda yang ada di kamarnya. Membuat Bram dan Rena sangat khawatir, jika putri tunggalnya akan nekat melakukan hal buruk.
Sementara Adam masih menyusuri jalan. Matanya terus mencari, sosok Saras yang kini sangat mudah dia kenali. Tetapi hasilnya nihil.
"Harusnya aku nggak nyembunyiin ini dari Saras. Harusnya aku langsung jujur aja, pasti masalahnya nggak bakalan kayak gini." Adam memberhentikan mobilnya. Kepalanya dia tundukkan di atas setir, otaknya kini tengah buntu dan tidak dapat berpikir.
"Astagfirullah, ampuni aku Ya Allah."
"Saras, kamu di mana sih? Maafin aku."
***
Gimana-gimana? Suasananya lagi panas, ya.
Aduh, kira-kira Adam bakalan nemuin Saras nggak nih?
Tunggu next chapter ya😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
RomanceCinta pertama memang sering kali dikaitkan dengan cinta sejati, namun bagaimana jika cinta pertama justru hadir untuk menyakiti? Saras, preman kelas yang menjadi ratu di sebuah geng. Dia merupakan anak tunggal dari keluarga berada, namun tingkahnya...