34 | Karyawan Baru

440 27 0
                                    

Mentari seakan bersinar terang saat pujaan hati tersenyum lebar. Gumpalan awan muncul mencerahkan langit yang muram. Itulah gambaran rumah tangga yang bermunculan dari setiap pasang mata. Harmonis adalah puncak dari segala macam visi misi dalam sebuah pernikahan. Bukan tidak mungkin jika semua dilalui atas kehendak Allah Yang Maha Rahman.

Adam dan Saras tengah bersiap untuk menyantap menu sarapan. Saras melirik sekilas ke arah suaminya, lalu bangkit dari tempat duduk.
Adam tercengang, ketika Saras tiba-tiba mendekatinya untuk melipat kemeja yang dia kenakan. Sikap Saras yang seperti terbilang sangat langka. Jangankan perhatian, bicara pun sangat sedikit.

Jarak mereka yang sangat dekat membuat Adam dapat menghirup aroma wangi dari parfum yang Saras kenakan. Bahkan Adam sempat menahan napas, karena jantungnya berdetak kencang.

“Nah, gini kan aman. Jadi baju kamu nggak akan kotor. Ini hari pertama kamu masuk kerja di kantor abi, jadi jangan bikin Abi berpikir kalo aku nggak pernah ngurusin kamu, ya,” ucap Saras sambil menyipitkan matanya. Sontak Adam melongo, lalu menelan ludah dengan susah payah. Sulit dipercaya, alasan Saras sangat sederhana, tapi sukses membuat Adam kecewa.

“Iya, Sa. Makasih ya, lain kali aku lebih hati-hati.” Adam menghela napas, lalu melanjutkan sarapannya.
Saat tengah berjalan kembali ke kursi, rupanya Saras diam-diam tersenyum. Oh, tolonglah, mengapa gemas sekali rasanya. Apakah sulit untuk mengungkapkan rasa peduli itu? Apa seberat itu mengatakan cinta? Ayolah, pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari satu tahun. Namun, ego itu seakan terus melilit hati.

Kini, Adam sudah bersiap untuk berangkat. Seperti biasa, Saras akan mengantarkannya ke depan pintu. Memberi senyuman terindah agar sang suami dapat bersemangat dalam bekerja.

“Aku berangkat ya, Sa. Doain aku, biar hari pertama berjalan lancar,” pamit Adam sambil mengulurkan tangannya.

Saras menerimanya, lalu mengecup sekilas.

“Iya, semoga kerjaannya lancar, dan kamu juga diterima sama karyawan lain.”

Sebelum melangkah pergi, dengan gerakan cepat Saras mencium pipi Adam. Membuat sang empu menegang seketika, sedangkan Saras tersipu malu. Adam pun mengusap lembut ujung kepala Saras, lalu mengecupnya di sana.

Kali ini Adam benar-benar pergi. Saras melambaikan tangannya sambil melayangkan senyum.


🍂


Setelah Saras menikah, rumah yang dulu menjadi tempat Saras untuk pulang dan kabur saat malam hari kini begitu sepi. Terbiasa mengomel, Bram mulai merindukan kebiasaan itu. Bram dan Rena sadar, semua itu tidak sepenuhnya atas kesalahan Saras, melainkan juga karena salah memilih lingkungan pertemanan. Saras adalah anak yang berbeda, dia tidak suka akan hal-hal yang terlalu berlebihan. Dia lebih suka sederhana dan apa adanya.

Di tengah kesunyian yang mendekap raga, seseorang datang menyapa. Membuat dua orang yang saling terdiam itu menganga.

“Assalamu’alaikum Mah, Pah.” Suara Saras terdengar jelas dari arah pintu depan. Bergegas, Bram dan Rena segera menghampirinya.

“Wa’alaikumussalam, Ya Allah Saras ... Mamah sama Papah kangen banget sama kamu,” ucap Rena seraya memeluk erat putri semata wayangnya itu.

“Kamu ke sini sendiri? Adam nggak ikut?” tanya Bram sambil mengawasi sekitar.

“Iya, Saras sendiri. Adam berangkat ke kantor Abi. Tapi Saras tadi udah izin kok, ya walaupun lewat telepon. Soalnya tadi pagi lupa,” terang Saras.
Bram dan Rena membawa Saras masuk dan mempersilahkannya untuk duduk.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang