8 | Mengikhlaskan

918 91 27
                                        

Happy Reading guys!

"Mah, Mamah kenapa?" Saras terbangun, bangkit dari atas kasurnya dan mulai panik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mah, Mamah kenapa?" Saras terbangun, bangkit dari atas kasurnya dan mulai panik.

"Pa-papah kamu. Papah meninggal."

"Apa?!" Saras membulatkan matanya. Ponselnya terjatuh. Hatinya sangat terpukul, benar-benar terpukul. Dia tidak pernah merasakan sesesak ini. Rasanya melebihi semua kesedihan yang pernah dia alami. Saras benar-benar menyesal, dia belum sempat mewujudkan keinginan Bram untuk menikah dengan Adam. Kakinya melemas, dan terjatuh.

Dddrrrttt

Mata Saras terbelalak. Napasnya tidak teratur. Tubuhnya sudah penuh peluh. Dia menatap ponsel, sedikit menarik napas lega, bahwa tadi hanyalah mimpi. Tetapi semua itu seperti nyata. Bahkan kesedihan itu masih dapat dia rasakan. Saras kembali menatap ke arah meja, menghilangkan semua pikiran buruk di otaknya. Perlahan dia mengambil ponsel yang terus berdering sejak tadi.

"Ha-halo, Mah."

"Halo. Saras kamu di mana? Kok lama banget? Udah mau Maghrib tapi kamu belum juga sampe sini. Kamu baik-baik aja, 'kan?"

"Maaf, Mah. Saras ketiduran lagi. Saras baik-baik aja, kok. Ini Saras mau mandi, habis itu ke rumah sakit."

"Ya udah, jangan lupa makan dulu, ya. Nanti kalo ke sini hati-hati. Atau mau dijemput Adam aja?"

Saras membulatkan matanya. "Hah?! Nggak perlu, Mah. Saras bisa sendiri, kok."

"Ya udah kalo gitu."

Klik

Setelah mandi, Saras mengambil beberapa baju Rena. Seperti perintah Rena siang tadi. Saras bergegas mengendarai mobilnya dan menuju ke rumah sakit.
Untung saja jalanan lengang, jadi tidak membutuhkan waktu lama dia sudah sampai di rumah sakit. Makan? Oh iya, dia melupakannya. Ah, entahlah, yang ada di pikirannya adalah dia ingin segera bertemu Bram.

Waktu seakan berlari sangat cepat, membawa Saras dengan kecepatan berputarnya. Semua kejadian yang dia alami seperti melintas begitu saja tanpa melalui perhitungan.

Saras membuka pintu, dan ....

"Adam?"

Saras menggelengkan kepala, menyadarkan dirinya dan segera menghampiri Bram.

"Papah udah siuman?" lirihnya sambil menggenggam tangan Bram.

Rena hanya menggelengkan kepala.
Apakah separah itu? Tidak. Papah pasti sembuh. Hanya itu yang ada di pikiran Saras.

"Kamu ke sini sama siapa, Sayang?" tanya Maryam.

Oh iya, sampai lupa. Ada orang tua Adam juga ternyata. Saras tidak sadar akan kehadiran mereka, karena yang Saras pikirkan hanyalah bagaimana keadaan Bram saat ini.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang