31 | Pengakuan

935 66 11
                                    

Happy reading🤗
Jangan lupa vote ya😊

Selesai melaksanakan salat subuh berjamaah di kamar Adam, Saras hendak kembali ke kamarnya. Namun seketika langkahnya terhenti karena Adam memanggil namanya.

“Saras.”

“Kenapa?”

“Nanti siapain bajuku ya,” ucap Adam sambil melipat sajadahnya.

Baru saja akan menolak, Saras pun teringat dengan kejadian semalam. Sebuah permainan membuat dia terjebak dalam sebuah keadaan.

“Iya. Hari ini pake yang warna cokelat, ‘kan?”

“Iya. Wah, kamu udah hafal ya.” Adam terkikik.

“Hafal lah. Kamu lupa kalo kita udah satu tahun bareng?”

“Iya, iya.”

“Ya udah aku setrika dulu.” Saras mengambil sebuah setelan berwarna cokelat. Lalu menyetrikanya di kamar Adam. Saras yang fokus merapikan baju Adam, tidak menyadari bahwa sejak tadi suaminya terus menatapnya sambil tersenyum.

“Aduh!” pekik Saras. Sontak Adam langsung berlari menghampiri.

“Kamu nggak papa, Sa? Sini coba aku liat.” Adam meraih tangan Saras, mengamati secara inci setiap jemarinya, dan meniup untuk menghilangkan rasa panas akibat gesekan dari setrika yang tengah Saras gunakan. Di tengah Adam yang sibuk meniup jari tangan Saras, Saras mengamati dengan saksama bagaimana Adam memberlakukannya. Perhatian Adam inilah yang membuat hati Saras meleleh.

“Aku udah nggak papa, Dam.”

“Tapi gara-gara aku kamu jadi terluka Sa. Harusnya biar aku aja yang ngerjain itu semua,” lirih Adam dengan nada penuh penyesalan.

“Aku aja nggak becus kerja. Aku emang istri yang nggak berguna ya Dam. Hal sepele kayak gitu aja aku nggak bisa, gimana mau jadi istri yang baik?”

Penuturan Saras membuat Adam menatapnya kagum. Ini pertama kalinya Saras berkata bahwa dia adalah seorang istri. Bahkan perkataannya membuktikan bahwa dia berniat untuk menjadi istri yang baik.

Adam yakin, jika sebenarnya Saras juga sudah mulai bisa menerimanya, sudah mulai membuka hati untuknya. Namun enggan untuk mengungkapkan rasa yang dia punya.

“Bagaimana pun kamu, aku nerima kamu apa adanya Sa. Jadi jangan pernah bilang kalo kamu istri yang nggak berguna. Karena kehadiran kamu udah bikin hidupku lebih sempurna.” Adam memberanikan diri untuk menarik tubuh Saras ke dalam pelukannya. Saras mencoba menepis semua rasa gengsi yang selama ini dia pelihara. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk mengakui bagaimana perasaan Saras sebenarnya, tetapi ini juga belum terlambat.

“Maaf, rasa egois dan gengsiku yang tinggi pasti bikin kamu tersakiti selama ini. Aku cuma nggak tau gimana caranya ngungkapin perasaan. Kamu emang cinta kedua, tapi kamu orang pertama yang dapet kata cinta dari aku,” papar Saras sambil mengeratkan pelukannya.

Adam mengurai pelukan mereka. Kedua tangannya memegang pipi Saras dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. “Justru karena itu aku jadi semakin yakin bahwa kamu gadis yang baik. Kamu nggak gampang naro hati kamu ke cowok, kamu ngejaga hati kamu dengan baik, Sa. Itu yang buat aku bertahan sampe sekarang.”

Mendengar ucapan Adam, membuat mata Saras berkaca. Bagaimana bisa orang yang selama ini dia pikir selalu berpikir buruk tentangnya justru sangat menghargai perasaan Saras. Penilaian Adam tentang Saras sangat berbeda dengan penilaian orang lain terhadapnya.

“Setelah kedua orang tuaku, cuma kamu yang nganggep aku seberharga itu. Disaat orang lain menilai kalo aku ini anak nakal, sering ngeluyur, dan ....” Saras tidak tahu lagi harus berkata apa, butiran air mata meluncur mulus ke pipinya. Yang langsung diusap lembut oleh tangan Adam.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang