26 | Beneran Sayang, Sa?

933 76 6
                                    

Hallo guys🤗
How are you?
Gimana perasaan kalian kalo lagi baca "Hijrah Cinta"?

Di chapter ini semoga kalian suka ya.
Happy reading😉

***

"Loh, kamu rapi banget. Hari ini mau ngajar?" tanya Saras sambil menaikkan satu alisnya.

"Iya, Sa. Kasian anak-anak. Lagian aku juga udah lebih enakan kok."

"Kamu nggak bilang dari semalem. Untung aku udah bikin sarapan."

"Ini juga baru kepikiran tadi Sa, ba'da sholat Subuh."

"Ya udah kamu bawa mobilku aja. Lagian aku juga nggak ke mana-mana."

"Beneran? Nggak papa emang?"

"Lah emang kenapa?" tanya Saras balik.

"Ya udah deh, makasih ya."

"Hmmm," jawab Saras singkat.

Saras mulai menyiapkan beberapa menu sarapan di atas meja makan. Adam yang melihat istrinya kewalahan pun turut membantu.

"Pasti kamu juga ngelakuin ini waktu aku di rumah sakit ya, Sa?"

"Iya, lah. Emang siapa lagi? Udah ayok buruan dimakan, Pak Rahmat itu orangnya disiplin. Kalo sampe kamu telah satu menit aja, udah nggak bakalan boleh masuk ke sekolah," ucap Saras. Dia paham betul bagaimana sifat dan sikap satpam di sekolahnya.

"Tapi aku kan guru di situ. Masa tetep nggak boleh masuk," ujar Adam.

"Tetep aja, nanti dia bakalan kasih kamu ceramah. Kecuali kalo Pak Kepsek, mau berangkat jam berapa pun tetep dibuka tuh gerbangnya." Wajah Saras terlihat sangat kesal. Mungkin karena merasa ditirikan oleh Pak Rahmat. Apalagi Saras sering kesiangan, sudah pasti dia akan berdiri di depan pintu gerbang layaknya seorang tahanan.

Sederhana. Sebuah kata yang menggambarkan kehidupan Saras dan Adam. Tidak ada roti juga selai. Yang ada adalah nasi goreng dua piring untuk mereka.

"Sa, kayaknya kamu nggak pernah belanja."

Saras menatap Adam bingung.

"Ma-maksudnya belanja baju, atau apa gitu. Biasanya kan cewek suka banget tuh beli fashion-fashion terbaru. Mmm uang belanja yang aku kasih ke kamu nggak cukup ya?" tanya Adam dengan sungkan.

"Uang dari kamu cuma kepake buat beli pizza waktu itu," ucap Saras sambil memasukkan nasi ke dalam mulut. "Lagian aku emang nggak suka belanja. Kalo aku mau, dari dulu udah kulakuin. Papah kan selalu ngasih uang jajan lebih ke aku. Tapi berhubung aku nggak suka shopping, ya uangnya paling kupake buat beli cemilan kalo lagi ngumpul sama Gengstar," sambungnya.

Adam mengangguk paham. Dia kembali melanjutkan makan, sesaat kembali menatap Saras.

"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak gitu?" Saras mengerutkan dahi.

"Emmm. Itu ... Eee ...."

"Apa, sih?"

Adam menghela napas, perlahan dia berkata. "Kalo aku minta kamu buat berhijab mau, nggak?"

Spontan Saras tersedak. Apa dia tidak salah dengar? Saras? Berhijab?

"Nggak."

"Kenapa, Sa?" tanya Adam dengan lembut.

"Ya aku nggak mau aja," jawab Saras sewot.

"Ya udah, kan aku cuma nanya. Eh, udah mau masuk nih. Aku berangkat, ya." Adam bangkit dari tempat duduknya.

"Iya."

"Cuma iya aja?"

"Maksud kamu?" Saras tidak mengerti.

"Bukannya kamu pernah bilang kalo kamu bakalan cium tanganku setiap aku mau pergi ngajar, hmmm?" Adam menaikkan kedua alisnya, menggoda Saras. Membuat Saras menganga mendengar penuturan Adam. Tanpa menunggu Saras menjawab, Adam langsung mengulurkan tangannya. Dengan ragu-ragu, Saras pun mencium tangan suaminya itu. Membuat Adam terkekeh.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sepeninggal Adam dari rumah, Saras masih mematung. Kapan dia mengatakan hal itu? Saras kembali menelusuri otaknya.

"Ah, iya! Waktu dia koma. Hah, emang ... yah, berarti dia juga denger yang ...." Saras langsung menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Gila! Gue pake ngomong kayak gitu lagi. Tolol banget ...! Orang koma kan bisa denger ucapan orang di sekitarnya ... kenapa gue nggak kepikiran, sih," gumam Saras mendengkus kesal. Dia menggigiti kuku jari tangan, lalu berjalan mondar-mandir.

"Gimana gue jelasinnya, coba. Yaelah ... bego lo Saras, bego." Saras mengetuk-ngetuk kepala sambil terus merengek.

🍁

"Adam, aku mohon bangun. Jangan diem terus kayak gini. Aku janji, kalo kamu bangun nanti aku bakalan nurut sama kamu. Aku nggak males sholat lagi, aku bakalan buatin sarapan buat kamu, aku bakalan cium tangan kamu kalo mau berangkat ngajar. Pokoknya apa pun permintaan kamu bakalan aku turutin, tapi kamu harus bangun. Aku jadi ngerasa semakin bersalah, Adam. Aku tau ini semua salah aku. Aku minta maaf, tapi kamu harus kuat, kamu harus bertahan. Aku mohon cepet bangun, Adam."

"Maafin aku, Dam. Ini semua gara-gara aku. Aku emang biang masalah. Tapi kamu harus tau, kalo itu semua karena ... karena aku ... mulai jatuh cinta sama kamu. Sama perhatian kamu, sama kesabaran kamu ngadepin sifat dan sikapku, Adam. Jadi buruan bangun."

"Aku-sayang-sama-kamu Khabeeb Adam Ghazanfar."

Semua perkataan itu masih terekam jelas di kepala Adam. Membuat seorang Adam seketika menarik bibirnya, tersenyum.

"Apa semua ucapan kamu itu bener, Sa?"

"Kamu beneran sayang, Sa?" Sambil mengemudikan mobil milik Saras, Adam terus saja tersenyum. Dia tengah menebak, bagaimana wajah Saras saat ini yang mengetahui bahwa dia mendengar ucapannya kala itu.

"Dan aku paham sekarang, kenapa kamu bisa semarah itu waktu ngeliat aku sama Zahra."

Tak hanya Saras, semesta pun tak rela melihat seorang suami dengan wanita lain. Adam memang bersalah, dia tidak terus terang mengenai Zahra. Dia pikir, masa lalu tidak perlu diungkit kembali. Karena mungkin hanya akan menyakiti hati, itulah alasannya enggan memberitahu Saras.

Setibanya di sekolah, Adam langsung diserbu oleh segerombolan anak-anak didiknya. Khususnya para gadis centil yang mencecar Adam dengan banyak pertanyaan. Membuat Adam teringat, bagaimana nada bicara Saras saat itu. Terdengar ketus. Bagaimana tidak? Suaminya dirindukan oleh wanita lain, sudah pasti tidak rela.

"Pak Adam udah sehat beneran?"

"Pak Adam pulang kapan?"

"Alhamdulillah Pak Adam udah ngajar lagi."

"Kita kangen loh, diajar sama Pak Adam."

Adam yang mendengar semua perkataan muridnya pun merasa geli. Dia mengernyitkan dahi dan tersenyum tipis.

"Alhamdulillah saya sudah jauh lebih baik. Permisi ya, saya mau ke ruang guru. Sebentar lagi bel masuk bunyi, kalian juga harus segera masuk kelas," ucap Adam sopan.

"Aaa ... seneng deh diperhatiin sama Pak Adam ...."

Adam membulatkan bola matanya. Ada apa dengan mereka? Tidak ingin mereka semakin menjadi-jadi, Adam bergegas pergi.

"Saya duluan ya, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam Pak Adam ganteng ...."

***

Aduuuh itu anak-anak centil pengen ken depak sama Saras kali yaaa.

Saras beneran sayang sama Adam nggak sih?

Semoga aja nggak php ya, kasian Adam uyy😭





Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang