"Kamu terlalu indah, Saras. Aku tidak ingin memilikimu dengan cara yang salah. Meskipun aku sulit mengatakan perihal cinta, tetapi percayalah, namamu selalu kulangitkan dalam setiap bait doa.
-Khabeeb Adam Ghazanfar-
***
Entah apa yang terjadi dalam hidup Saras. Mentari seakan tengah meredupkan pijarnya. Hari demi hari Saras lalui tidak seperti sedia kala. Begitu berbeda.
"Woyy! Ngelamun mulu!" Bagas membuyarkan lamunan Saras.
"Iya nih. Lo kok sekarang jadi lebih sering menyendiri? Nggak kayak biasanya. Biasanya ratu kita ini kan cerewetnya udah kaya nenek-nenek," Aldo melangkah dan mengambil posisi duduk di samping Saras.
"Nggak papa kok. Gue cuma lagi banyak pikiran aja," Saras tersenyum, menutupi rasa gelisah yang tengah menyelimuti hatinya.
"Eh, Sa! Kalo lo lagi ada masalah, cerita dong sama kita! Kita kan sohib lo!" seru Rio.
Nah, ini nih yang bikin gue jadi tambah galau kalo harus pisah dari mereka, batin Saras.
"Iya, iya. Ini cuma masalah kecil kok. Tenang aja, guys!"
"Eh, siapa tuh! Liat deh!" pekik Raka.
Mata Saras terbelalak, begitu terkejutnya dia melihat penampakan tersebut.Itu orang ngapain ke sini, sih! Wah, bisa gawat nih.
Dengan sigap Saras berlari menghampiri Adam sebelum dia menghampiri Saras yang tengah berkumpul bersama teman-temannya di depan kelas.
Adam yang tengah mengawasi sekitar pun terkejut melihat Saras yang tiba-tiba menarik tangan Adam dan membawanya ke taman belakang sekolah.
"Astaghfirullohal'adzim, Saras kamu ngapain ngajak aku ke tempat sepi kayak gini?"
"Lo yang ngapain, hah?! Ngapain lo nyamperin gue ke sekolah? Lo kan bisa ke rumah aja! Nggak perlu sampe ke sekolah!" bentak Saras. Tanpa jeda dia terus memarahi Adam dan tidak memberi Adam kesempatan untuk berbicara.
Adam terdiam dan menaikkan satu alisnya. Adam tersenyum melihat kesalah pahaman ini. Membuat Saras semakin ingin memakinya.
"Lo ngapain senyum-senyum gitu?! Ada yang lucu?!" Saras berdiri di depan Adam dengan memoncongkan mulutnya, kepala yang seakan dari tadi keluar asap, dan kedua tangan yang dilipat di depan dada layaknya seorang preman. Bukan. Dia memang ratu preman di kelasnya.
"Astaghfirullah, Saras ... jadi kamu kira aku mau nemuin kamu? Nggak Saras, aku ke sini karena aku dapet panggilan dari kepala sekolah," ucap Adam dengan menahan tawanya.
"Ma-maksud lo?" tanya Saras dengan terbata-bata.
"Iya, aku dapet surat tugas dari sekolah kamu buat ngajar mata pelajaran agama kelas sebelas. Cuma sebagai guru pengganti, sampai Pak Ridwan bisa ngajar lagi."
Tenang, Saras. Tenang.
Saras masih melongo. Dugaannya membuat Saras malu sampai ubun-ubun. Dia tidak dapat berkata-kata lagi. Saras benar-benar malu.
"Halo Saras," Adam melambaikan tangannya tepat di depan wajah Saras.
"Ih, apaan sih?! Ya udah sana katanya mau ngajar!"
"Sebenernya aku dari tadi lagi nyari ruang kepala sekolah tapi nggak ketemu. Kamu bisa anterin?"
What? Dia minta dianterin? Ogah banget!
"Nggak. Gue masih ada urusan. Lo tanya aja sama anak-anak yang itu tuh!" Saras menunjuk ke beberapa siswa yang sedang ngrumpi di depan kelas.
"Udah gue mau cabut. Lo cari aja ruang kepseknya sendiri!" Saras melangkah pergi, semakin jauh, hingga punggungnya tidak terlihat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
RomantizmCinta pertama memang sering kali dikaitkan dengan cinta sejati, namun bagaimana jika cinta pertama justru hadir untuk menyakiti? Saras, preman kelas yang menjadi ratu di sebuah geng. Dia merupakan anak tunggal dari keluarga berada, namun tingkahnya...