1 | Saras Si Preman Kelas

1.9K 173 130
                                    

"Saras, bangun! Udah siang. Nanti kamu telat loh sekolahnya." Seseorang berdiri di depan Saras, sedangkan Saras masih enggan untuk membuka matanya.

"Saras bangun!"

Saras membuka satu matanya. Ternyata Rena, yang sedari tadi berusaha membangunkannya.

"Apaan sih, Mah? Saras masih ngantuk," Saras membalikkan tubuhnya.

"Mau Mamah guyur pake air comberan? Buruan bangun!"

"Aaa ... Iya, iya. Saras bangun, nih."


Dengan wajah kusut dan rambut yang masih berantakan seperti rambut singa, Saras beranjak dari tempat paling nyaman dalam hidupnya dan melangkah menuju kamar mandi.

🍁

"Good morning, semua ...!"

"Kata Papah semalem kamu mau keluar, bener?" Dengan nada datar dan tatapan yang dingin, Rena mulai menginterogasi Saras. Jika saja sedang tidak di depan meja makan, rasanya Rena ingin sekali berteriak dan memarahi putrinya itu.

"Ngg-nggak. Saras cuma mau belajar kelompok kok sama Nina," dusta Saras sambil mencoba menenangkan diri dengan mengambil sepotong roti dan melapisinya dengan selai cokelat.

"Kamu tuh udah besar, coba dong berubah! Kamu itu anak perempuan satu-satunya Mamah sama Pa ...."

Belum selesai Rena menuntaskan kalimatnya, Saras sudah memotongnya lebih dulu.

"Terus kalo Saras anak satu-satunya Mamah sama Papah kenapa? Saras kan masih muda, Mah. Saras masih pengen bebas ngumpul sama temen-temen," protes Saras sambil memasukkan roti ke dalam mulutnya.

"Temen seperti apa yang kamu maksud? Temen kamu yang begajulan itu?" sahut Bram.

"Mereka tuh baik, Pah. Cuma penampilannya aja yang kayak gitu. Tapi sebenernya mereka baik, Pah." Saras mulai emosi, dia mengambil tasnya dan bangkit dari tempat duduknya.

"Saras berangkat dulu Mah, Pah." Saras memang anak yang keras kepala, namun sebenarnya dia memiliki hati yang lembut. Meski tidak selembut sutera.

Saat tengah mengendarai mobilnya, tepat di sebuah pertigaan Saras berpapasan dengan seseorang yang berpakaian serba putih. Dia yang terkejut langsung mengerem mobilnya secara mendadak.

Gue pikir hantu, batin Saras.

"Woy! Nyetir yang bener dong!" pekik seorang pengendara di belakangnya dengan terus menekan klaksonnya berkali-kali. Saras yang mulai marah pun ikut menekan klaksonnya. Kekacauan ini membuat beberapa mobil di belakangnya mengular. Benar-benar pagi yang payah.

🍁

"Widih ...! Ratu kita baru nyampe, nih!" Seru Raka, salah satu teman Saras.

"Mukanya kenapa, nih? Masih pagi udah kusut aja," ejek Aldo sambil terbahak.

Bagas yang tengah duduk pun bangkit, menghampiri Saras.

"Sa, lo kok semalem nggak ikut nongkrong bareng kita, sih?"

"Sorry, gue semalem kepergok papah. Lagian sih lo pada ngajakin nongkrong semalem itu. Gue jelas nggak boleh lah!" sewot Saras.

"Susah emang ngajakin nongkrong Tuan Putri."

Saras menepuk kepala Raka dengan penggaris yang dia rebut dari Dodit, anak paling rajin di kelasnya.

"Eh, Saras! Itu penggaris Dodit balikin! Lagi buat ngerjain Matematika. Ha ha ha." Mereka semua terbahak. Mmm bukan semua. Lebih tepatnya geng preman ini.

"Eh sorry, aduh Bang Dodit lagi ngerjain tugas, ya. Sekalian kerjain punya gue ya," kekeh Saras yang sama sekali tak dihiraukan oleh Dodit.

Bel masuk berbunyi. Semua duduk di tempat duduknya masing-masing, tidak terkecuali Saras dan teman-temannya.

Waktu seakan berputar lebih lambat saat di dalam kelas. Dua jam pelajaran bagaikan dua abad lamanya menurut Saras, apalagi jam pertama adalah mata pelajaran Matematika. Sarapan yang sangat berat untuknya. Selama pembelajaran berlangsung, Saras tertidur dengan sangat pulas. Tidak ada yang berani membangunkan singa betina ini, kecuali ....

"Saras! Bangun!"

Saras terkejut dan mendongakkan kepalanya, menatap seorang lelaki berumur empat puluh tahunan yang berkepala plontos.

"Ih, Saras itu iler lo di lap dulu! Jorok banget, sih!" olok Aldo sambil mengerutkan dahinya.

Tanpa basa-basi Saras mengelapnya dengan tangan.

"Ya ampun Pak Tejo, Saras lagi mimpi indah kok diganggu sih, Pak," Saras berkata seakan tidak berdosa. Dengan mudahnya sebuah kalimat terucap dari mulutnya.

"Kamu itu sudah kelas tiga! Sudah semester dua! Hanya tinggal beberapa bulan lagi kamu akan menghadapi ujian nasional. Harusnya kamu itu berubah!" Dengan mata yang melotot Pak Tejo mengingatkan Saras yang bahkan sama sekali tidak mendengarkannya.

"Iya Pak, Saras tahu kok," Saras menggaruk kepalanya dan meniup kuku panjangnya, mungkin mencoba menghilangkan ketombe yang tersangkut di kukunya.

"Bapak akan memberitahu orang tua kamu! Orang tua kamu harus dipanggil ke sekolah agar tahu kelakuan kamu di kelas!" Dengan penuh emosi Tejo keluar kelas.

"Bakalan ada ceramah akbar nih, nanti malem," Saras memutar kedua bola matanya seakan tidak takut dengan ancaman Tejo tadi.

Ini bukan kali pertama orang tua Saras di panggil ke sekolah. Bahkan ini sudah terjadi sejak Saras masih kelas satu. Luar biasa.

"Mati lo Sa! Pasti lo kena omel. Ponsel lo disita. Mobil lo disita. Terus juga uang jajan lo pasti dipotong sama Om Bram." Raka yang duduk tepat di belakang Saras menertawakannya, Raka paham betul budaya keluarga Saras setelah orang tua Saras dipanggil ke sekolah.

"Kan ada lo."

"So?" Raka mendapat firasat buruk tentang sesuatu yang akan terjadi kepadanya.

"Jadi selama uang jajan gue dipotong, lo harus nraktir gue. Setiap hari." Saras tersenyum dan mengerlingkan matanya.

"Sial, kenapa jadi gue yang kena, sih?!"

🍁

"Minggir ratu kita mau lewat!" tegas Aldo. Layaknya seorang pengawal, Rio dan Bagas menjaga Saras dari belakang, sedangkan Aldo bertugas memantau jalan agar ratu mereka tidak tersandung. Mantap.

"Emang sesuai sama nama gue. PUTRI SARASVATI." Saras menunjukkan senyum sombongnya.

Tidak ingin mendapat masalah, semua anak pun menurut. Mereka segera memberi jalan kepada Saras dan para pengawalnya.

"Gue mau makan soto. Sekarang," ucap Saras sambil duduk dengan mengangkat satu kaki kanannya ke kaki kiri. Tak lupa dia juga melipat kedua tangannya di depan dada.

"Gue ngikut Saras," ucap Bagas sambil melirik ke arah Saras.

Tanpa menunggu lama, Rio telah kembali dengan semangkuk soto di tangannya. Begitu pun dengan Aldo dan Raka yang membawa beberapa makanan dan minuman untuk mereka berlima.

"Saras ...! Lo jorok banget sumpah. Lo kan mau makan, masa ngupil sih," celetuk Rio sambil membelalakkan matanya.

Saras yang tidak tahu malu tetap meneruskan kegiatannya. "Orang cantik mah bebas."

"Makasih Bang Rio," ucap Saras dengan nada lembut yang dibuat-buat.

"Eh, jangan sentuh gue. Ntar gue ternodai sama tangan bekas upil lo itu." Rio bergegas menjauh dari Saras.

Di tengah drama mereka sebelum menyantap makanan, seorang siswi menghampiri mereka.

Mati, gue! Ngapain nyamperin ke sini, sih? batin Bagas.








Segitu dulu, ya😉
Jangan lupa kasih bintang kmiww😁

Kalo kalian punya kritik dan saran, boleh banget nih, tulis di kolom komentar😉

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang