13 | H-2

736 83 24
                                    

"Takdir itu nggak bisa ditebak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Takdir itu nggak bisa ditebak. Sama kayak kamu. Tapi sekarang aku yakin, kalo kamu adalah takdirku."


"Kalo dipikir-pikir iya juga, ya. Selama ini yang mau temenan sama gue cuma Bagas, Rio, Raka, sama Aldo. Itu pun karena kita satu frekuensi. Nah, Adam. Lulusan dari Mesir dijodohin sama cewek kayak gue."

"Ya gue emang cantik, cantik banget malah. Tapi gue sama Adam beda. Beda banget, kayak langit sama bumi. Ya jelas, gue langitnya lah, mana mau gue jadi kacung," Saras mendesis sambil terus membela dirinya.

"Kalo dia juga ngerasain hal yang sama kayak gue, kenapa nggak nolak aja? Kelar, 'kan?"

"Ma-maksud lo?" tanya Saras dengan terbata-bata.

"Udah malem, Sa. Kamu masuk gih, aku mau pulang dulu." Adam membuka pintu mobil dan berniat untuk pulang.

"Lo egois. Lo cuma mentingin diri lo sendiri. Lo nggak tau betapa tertekannya gue karena perjodohan ini? Dan lo, lo tetep santai-santai aja," geram Saras. Membuat Adam mematung dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil.

Tanpa menatap wajah Saras, Adam berkata. "Kamu pikir ini gampang buat aku, Sa? Kamu pikir aku segampang itu? Kita sama-sama nggak saling kenal satu sama lain. Sama kayak kamu, aku setiap malem juga mikirin perjodohan ini. Aku belum sempet nikmatin waktuku setelah lulus. Aku belum sempet wujudin keinginanku buat keliling kota Tarim. Kamu pikir cuma kamu yang ngerasa tertekan? Tapi satu hal yang bikin aku bertahan dan terus ngeyakinin diri. Aku cuma mau berbakti sama kedua orang tuaku, Sa. Aku kubur semua rancangan perjalananku setelah lulus demi mereka. Jadi jangan pernah mikir kalo aku egois. Kamu juga nggak mau ngecewain orang tua kamu, 'kan? Aku yakin, di balik kerasnya sikap kamu, kamu itu peduli sama mereka."

"Apa gue terlalu mojokin dia, ya? Keliatannya dia marah banget," monolog Saras sambil membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Ah, bodo amat. Mana acara resepsinya dua hari lagi. Aaa ...." Saras semakin frustrasi. Apa yang harus dia lakukan untuk menggagalkan semua ini?

Di dalam mobil, Adam termenung. Wajahnya terlihat gelisah, sepertinya ada yang tengah mengganggu pikirannya.

"Apa aku tadi terlalu keras ya ke Saras. Astagfirullah, kenapa tadi aku harus marah, sih? Pasti dia sakit hati sama ucapanku tadi."

Drrrttt ....

"Halo, assallamu'alaikum. Maaf, ini siapa?"

"Wa'alaikumsalam. Gue Saras."

"Saras?" Adam membulatkan matanya.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang