🌷 1. Family attension 🌷

3.7K 405 36
                                    

     "Jadi gigi saya masih bisa dirawat kan dok?"Tanya perempuan muda berusia sekitar 30 tahunan antusias.

   "InsyaAllah bisa bu. Dengan perawatan yang baik dan benar serta telaten tentunya bu" sahut Tasya dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajah cantiknya. Memahami kegalauan perempuan yang masih muda dan dari keterangannya juga masih single alias belum menikah tapi gigi bagian depannya mengalami patah. Tentu saja itu sangat mempengaruhi estetika penmpilan.

     "Iya deh dok. Saya manut saja. Biar gigi saya bisa kembali bagus. Syukur-syukur bisa berubah jadi tambah cantik seperti dokter ini..." ucap sang pasien sambil tertawa memandang Tasya. Tak ayal Tasya pun ikut tertawa. Memangnya dirinya dokter bedah plastik yang mempunyai keahlian menyulap wajah seseorang jadi makin wow.

    "Tenang bu, banyakin senyum, dzikir sama sering bagi-bagi kue dijain ibu makin tambah cantik alami tanpa pengawet apalagi pemanis buatan seperti dokter Tasya ini" sahut mbak Lis, perawat gigi yang selalu menemani Tasya saat bekerja.

   "Oo begitu ya..." si pasien terlihat serius. Membuat Tasya juga mbak Lis tertawa kecil.

   "Ya Allah bu. Don't take it seriously bu. Perawat saya ini memang begini" sahut Tasya lagi. Sudah hapal sifat mbak Sulistya, perawat yang hampir enam bulan ini setia menemaninya praktek. Mbak Lis biasa dipanggil, orangnya suka sekali bercanda dan ceria.

    "Perasaan dokter suka ngomong english dari tadi dan fasih banget..." ucap sang pasien yang kini sudah berdiri dari dental chair dan berpindah di kursi depan meja Tasya.

   "Lha ibu belum tahu ya. Kalau dokter Tasya ini masih kerabatan sama Lady Diana dari Buckingham sono" lagi lagi mbak Lis yang sedang membereskan alat yang dipakai untuk menangani si ibu tadi menyahut. Tentu sambil nyengir tak jelas.

    "Hah, iyakah? Pantesan cantik kaya bule gitu..." dan si pasien tetap merasa itu adalah serius. Membuat Tasya menggeleng ampun deh.

    "Ini bu resep untuk jaga-jaga kalau nanti giginya sakit. Bisa ditebus di apotek. Ibu bisa kontrol lagi kemari tiga hari lagi ya" ucap Tasya tak ingin menanggapi lagi perihal ke-english-annya. Meski sudah setahun lebih ia tinggal di kota ini, tetap saja pengaruh lidah bulenya masih ketara. Tapi Tasya terus berusaha untuk njawani agar bisa berbaur dengan yang lain.

    "Baiklah dok. Terimakasih. Pasti saya kontrol lagi. Nyaman banget ditangani sama dokter. Udah cantik, sabar suka senyum lagi" ucap si pasien yang sudah siap berdiri dari duduknya.

  "Alhamdulillah. Mari saya antar sampai pintu" Tasya berdiri mengantarkan sang ibu sampai ke intu ruangan poli gigi.

    "Mbak Lis ini kadang kelewatan deh candanya. Sampai diaggap serius lho sama ibu tadi" ujar Tasya sambil kembali duduk di kursinya.

     Mbak Lis yang masih sibuk dengan alat dan perkakas lainnya malah makin nyaring tertawa.

    "Hehe...pasien tadi aja terlalu serius. Cepet tua kali. Makanya masih awet jomblo tuh tadi pasiennya..." sahut mbak Lis menanggapi.

    "Eh don't talk that mbak. Gak baik. Dosa lho..." Tasya mengingatkan. Jam memang sudah menunjukkan pukul dua siang. Sudah tak ada pasien lagi di luar sana.

    "Hihi, sorry dori mori dok. Duh maapin yang hijrah masih penampilannya doang begini ya. Mulutnya masih kaya truk kebanyakan muatan, rem nya blong. Canda dok, biar awet glowing" bukan mbak Lis kalau jawabnya tetap tak serius.

    "Lagian ya mbak, aku ngerasa kesindir lho. Kan aku juga masih jomblo hehe..." Tasya pun berusaha mengimbangi ketidakseriusan teman kerjanya itu.

    "Lha kan umur dokter Tasya belum juga 25. Jaman now itu belum masuk kategori perawan uzur dok..." sahut mbak Lis tak urung membuatnya tersenyum. Memang ia masih umur 24 tahun, tak terlalu juga kepikiran tenang menikah. Meski hal itu masuk dalam daftar rencana idupnya.

Stay With Me in Love 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang