Hidup di dunia dikatakan bak titian panjang yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir. Mau tak mau, semua manusia harus menyusuri titian tersebut. Malas atau enggan, semua wajib menempuh titian tersebut. Karena hidup mendorong manusia terus maju, bukan diam di tempat apalagi mundur
Hidup manusia diawali dengan lahir. Tumbuh besar dari seorang anak tanpa dosa menjadi manusia dewasa yang dibebani kewajiban. Seorang baligh yang mendapat taklif pembebanan hukum agama untuk ditaati. Ada dosa dan pahala yang menanti mereka.
Semua mengalami fase yang sama. Mau orang eskimo, mau yang berkulit hitam, mau yang berambut merah, mau yang pejabat, mau yang rakyat jelata semuanya mengalami fase yang sama. Menyusuri titian yang sama. Yaitu hidup di dunia. Untuk nantinya menuju garis finish yang sama bernama kematian. Episode bernama kiamat kecil. Berpisahnya manusia dari kehidupan dunia.
Namun dalam perjalanan manusia meniti titian bernama kehidupan setiap manusia memiliki warna warni hidupnya. Di kanan kiri titian berjejer pemandangan yang menggoda. Kemewahan harta, kecantikan dunia, nikmatnya jabatan yang dinamakan ujian. Itulah perhiasan dunia yang terkadang membuat manusia lupa tujuannya meniti hidup.
Berbagai godaan penuh daya pikat mampu membuat manusia keluar dari titian yang sudah ditentukan. Mencicipi godaan dunia. Menyelami kemaksiatan. Mereguk dosa. Menumpuk kesalahan. Membuat mereka makin terlena dan lupa akan titian yang seharusnya mereka lewati.
Iya. Ibarat seseorang sedang berada di sebuah mall untuk membeli satu keperluan dimana di kanan kiri berjajar toko dengan lampu terang gemerlap memancar. Menawarkan barang-barang indah yang ditata sedemikian rupa. Membuat lupa tujuan awal untuk apa dia datang ke mall tadi. Makin asik dan asik hingga benar-benar lupa atas tujuan awal kedatangannya ke mall tersebut. Pernah mengalaminya?
"Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al An'am : 32)
Tasya melongokkan kepala ke dalam. Belum ada tanda Nindi terlihat. Tasya menghela napas sembari melirik penunjuk jam di ponsel. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih.
Tasya sedang duduk di teras rumah kos. Ia sedang menunggu Nindi. Seperti biasa mereka akan berangkat dan pulang bersama. Tempat kerja mereka sama. Tasya yang menyuruh Nindi untuk sebisa mungkin pulang pergi bersamanya.
Heh... kebiasaan deh Nindi...keluh Tasya dalam hati
Ia sedikit hapal dengan kebiasaan Nindi. Agak lama di kamar mandi. Atau mungkin buang air besar sambil membawa ponsel. Yang jelas Nindi tipe perempuan yang suka berlama-lama di kamar mandi. Beruntung udara pagi yang segar membuat tubuh nyaman. Tasya memilih duduk di dekat taman sembari menikmati aneka tanaman hijau di sana. Lumayan untuk menyegarkan mata.
"Berangkat dulu ya Sya" Sapa seorang perempuan berhijab dengan seragam sebuah perusahaan di Semarang.
"Ah iya, Mbak. Hati-hati ya" sahut Tasya sambil membalas lambaian tangan teman kosnya itu
Tasya kembali melongok ke arah ruang tamu. Tapi belum tampak tanda Nindi muncul.
Duh sabar..sabar.. Tasya mengabarkan dirinya sendiri. Tangannya masuk ke dalam tas, hendak mengambil buku yang tak pernah absen dibawanya.
Sebuah senyum tercetak di wajah segar Tasya. Buku yang lebih pas dibilang album foto tersebut ia buka. Terdapat tulisan kecil di pojok halaman depan. RAS, tiga huruf dari inisial nama seseorang. Orang yang memberinya buku berisi foto-foto indah di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 3
SpiritualSekuel Stay With Me in Love 2 Semua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Selamanya rasa yang ada tetap menjadi asa ketika tak terucap. Menjadi perih ketika t...